Pendakian Argopuro Part 1 (ini Awalnya - Dunia nan indah)
Sabtu, 13 April 2013
Saat
itu pukul 04.00 pagi aku terbangun dari nyenyaknya tidurku. Keputusanku untuk
mendaki gunung argopuro sudah bulat. Semua persiapan dan peralatan sudah
selesai masuk ke dalam tas carrierku. Sedikit lebih ringan daripada perjalananku
yang terakhir kali. Mungkin karena banyak belajar tentang efisiensi barang yang
perlu kubawa.
Bimo,
begitu nama panggilan temanku yang satu ini. Dia anaknya cukup tinggi walaupun
perangainya yang tinggi seperti itu, dia cukup lucu orangnya dan dia yang akan
menjadi satu – satunya temanku yang berangkat mengingat salah satu temanku yang
lain tidak bisa berangkat saat itu.
Akhirnya
sekitar pukul 6 pagi Bimo sampai di rumahku dan kami memutuskan untuk sarapan
dahulu sambil mengecek perlengkapan. Sekitar pukul setengah 7, kami berangkat
naik bis umum menuju terminal bayu angga probolinggo untuk bertemu teman –
temanku yang lain yang akan pergi berangkat ke gunung argopuro juga. Sebenarnya
hari itu masih hari sekolah, tetapi kami memutuskan untuk ijin sehari mengingat
di sekolah yang nanggung kegiatannya karena sedang hari tenang menjelang ujian
nasional kelas 12.
Sekitar
pukul 07.15 pagi kami sampai di terminal bayuangga untuk menunggu teman – teman
kami. Tak lama kami menunggu di ruang tunggu terminal bayuangga, tampak seorang
pria dengan tas yang tidak terlalu besar dengan tas kamera di pinggang serta
rambut yang gondrong berkacamata dating menghampiriku. “mas Dody?” begitu
sapaku dan dia merespon dengan berkata iya. Tak lama saling berkenalan dia
mulai bercerita berbagai hal yang berkaitan dengan pendakian kita nanti serta
beberapa pengalaman yang telah mas Dody dapat. Kemudian kami disuruh mencoba tasnya yang untuk ukuran
tidak terlalu besar dibandingkan dengan carrier kami, tetapi beratnya sungguh
luar biasa. Menjadi bukti bahwa mas Dody telah berpengalaman dalam packing dan
menjadi bukti pula bahwa mas Dody adalah orang yang bepengalaman.
Tak
lama kami bercerita, datang 6 orang yang membawa carrier besar datang menuju
kami dan langsung kami berkenalan. Mereka adalah teman – teman PA dari Jakarta
yang ikut pergi berangkat ke argopuro dengan kami. Hingga total tim kami adalah
9 orang. Setelah berkenalan kami putuskan untuk beristirahat sebentar dan
kemudian segera bersiap untuk naik bus menuju daerah Situbondo tempat awal kita
akan mendaki via jalur baderan yang ada di desa Baderan. Akhirnya kami naik
sebuah bus menuju bondowoso. Sempat kami melanjutkan berkenalan dan melanjutkan
percakapan kami berdua dengan anak – anak Jakarta itu. Di belakang mas Dody
yang ternyata sudah kenal bebeapa dari mereka tampak asik pula berbincang.
Sekitar
pukul 10 siang kami sampai di suatu lapangan yang tampak seperti alun – alun di
daerah situbondo. Kemudian kami sempat berbincang dengan seorang supir angkot
tetapi sepertinya mas Dody menolaknya karena dirasa mahal. Kemudian kami masuk
ke sebuah pertigaan dan memutuskan untuk makan siang dahulu di sebuah warung
sambil menunggu angkot satu – satunya yang bisa mengantarkan kami ke desa
Baderan. Sambil menikmati makan dan minum siang itu, kami melanjutkan
perbincangan kami.
Makan
siang telah selesai, tampak mas Dody masih bernegosiasi dengan beberapa orang
untuk mendapatkan angkot yang akan mengantarkan kami tersebut. Cukup lama kami
menunggu hingga akhirnya muncullah sebuah angkot berwarna biru yang tampak
sudah sangat tua tetapi masih beroperasi. “ini angkot sudah tua dan tidak
diproduksi lagi di pabrik” kata mas Dody dengan bangganya. Supir angkot itu
turun dan membantu kami menaikkan carrier – carrier kami ke atas angkotnya dan
tak beberapa lama setelah kami masuk, angkot pun melauju menaiki tanjakan
melewati beberapa kampung.
Sebuah
papan bertuliskan selamat datang di suaka margasatwa dataran tinggi yang berada
di tengah – tengah sebuah pertigaan menyambut kami. Ternyata angkot yang kami
tumpangi berhenti di tempat tersebut. Kemudian datang seseorang yang sedang
menaiki motor cross datang kepada kami. Dia menanyakan apakah kita sudah
mendaftarkan perijinannya atau belum. Mas dody menjawab dengan santainya,
terlihat dari bagaimana dia menjawab bahwa mas Dody telah banyak kenal dengan
orang – orang yang menjaga tempat ini walaupun sayangnya banyak yang mas Dody
kenal telah pindah ke tempat lain karena waktu dan ada beberapa yang telah
pension. Orang yang kali ini kami temui termasuk orang baru yang menjaga
perijinan.
Sebelumnya
kami telah mendiskusikan diperbincangan selama perjalanan bahwa kami
merencanakan akan menaiki ojek dulu ke tempat terakhir bisa dinaiki dengan ojek
karena akan menghemat banyak waktu yang seharusnya kami tempuh. Cukup sulit
ternyata bernegosiasi dengan mereka karena mereka memasang harga yang sangat
tinggi. Kami berkali – kali harus menolaknya karena harga yang diluar jangkauan
kami tetapi kami masih terus berusaha. Akhirnya hati mereka luluh dan mau
dengan harga 25.000 rupiah. Walaupun terlihat mahal, tetapi sebenarnya
sebanding dengan apa yang kami dapat.
Setelah
diantarkan dengan sepeda motor ke tempat pendaftaran pendakian, kami menaiki
sepeda motor menuju rute pendakian awal. Rutenya sangat gila awalnya, jalanan
berupa batuan yang sangat tidak cocok dengan sandal dan sepatu gunung yang kami
kenakan karena sandal dan sepatu gunung
yang kami kenakan tidak didesain untuk melewati batuan seperti itu, melainkan
didesain untuk mencengkram tanah. Apalagi ditambah jaraknya yang cukup jauh,
naik sepeda motor saja sudah cukup terasa capeknya karena goncangan sepeda di
jalan yang berbatu seperti itu. Menurut mereka normalnya jika para pendaki
melewati rute batuan ini bisa sampai 1 – 1,5 jam. Sedangkan jika menggunakan
jasa ojek hanya memakan waktu sekitar 10 – 15 menit. Bisa dibayangkan
perbandingannya.
Kemudian
kami sampai di sebuah tempat dimana ojek kami harus berhenti. Cukup jauh
ternyata jarak yang kami tempuh, tetapi kami disuguhi pemandangan dataran
tinggi yang dan terlihat beberapa air terjun yang mengalir di jurang seberang
kami. Menjadi hiburan kami walaupun saat itu perut kami serasa habis dikocak
karena sepeda motor yang melewati jalanan berbatu yang tidak rata. Tetapi kami
harus meneruskan perjalanan menuju pos pertama.
Mas
Dody menjelaskan kepada kami bahwa pos pertama adalah sumber air pertama. Pos
tersebut masih berada di hutan yang walaupun tidak terlalu lebat. Akhirnya
dengan modal penjelasan tersebut kami berjalan. Awalnya kami berdua berjalan
sendiri agak di belakang hingga kami melihat Dwi, salah satu anak dari PA
Jakarta yang kakinya kram. Akhirnya kami memutuskan untuk menolongnya dahulu.
Hingga kami bertemu dengan Mas Dhimas yang biasa dipanggil Jawa dan Suryo yang
berada tepat di belakang Mas Dedy yang kala itu sedang berada di paling depan.
Hari
itu cuaca kurang mendukung karena cuaca yang sedikit hujan sehingga menyebabkan
jalan yang kami lalui bertambah licin karena air. Beberapa kali kami harus
terpeleset di jalanan yang sedikit berair ini. Bahkan di beberapa tempat telah
menunjukkan perubahan tekstur tanah menjadi tanah berlumpur yang menambah
licinnya jalanan.
Setelah
beberapa saat, mas Dody menyuruh kami untuk jalan di depan karena jalanan one
way (satu arah). Dia memberitahukan bahwa kami akan melewati sebuah pohon yang
membentuk seperti lubang atau terowongan. Memang benar, tak beberapa lama dari
tempat kami itu terdapat sebuah pohon besar yang membentuk 2 batang yang
menjadikannya seperti lubang. Benar – benar unik pohon ini. Ditambah dengan
tuanya umur pohon ini memberikan kesan yang cukup mistik. Kemudian kami masuk
ke dalam hutan yang jalannya sedikit tertutup oleh pohon – pohon yang hidup di
tepi jalan yang kami lewati.
Sedikit
ragu awalnya kami berdua karena jalanan yang tidak kunjung sampai di tempat
sumber air pertama yang menjadi tempat camp kami hari itu. Menurut informasi
juga kami sedikit ngeri karena ada bebeapa orang yang sekarang dijemput oleh
beberapa penduduk setempat karena telah tersesat selama 1 mingggu. Tapi kami
berdua coba membuang semua pikiran negative itu. Sekitar 2 jam kami berjalan
dan akhirnya terdengar suara manusia. Ternyata kami tidak sedang sendirian
sekarang. Ada beberapa orang dari Surabaya yang saat itu mendaki.
Kami
sedikit berkenalan, mereka bercerita bahwa mereka berencana untuk menuju sumber
air panas yang dimana baru – baru ini ditemukan di gunung argopuro ini. Mereka
juga mengajak kami berdua untuk ikut mereka. Tetapi kami menolaknya karena
selain kami diharuskan untuk ikut membayar porter yang mereka sewa, kita juga
akan molor 1 hari karena menuju sumber air panas.
Tak
berapa lama Mas Dodi dan 2 anak Jakarta datang ke tempat kami. Mereka juga
segera berkenalan dengan orang – orang dari Surabaya itu. Akhirnya mas Dodi
memutuskan untuk tidak ikut juga setelah mendengar cerita dari mereka karena
alasan waktu. Kemudian kami membangun tenda – tenda kami. Aku dan
Bimo membagi tugas. Bimo Saat itu bertugas mengambil air yang ada di sebuah
sumber yang ada di bawah tempat kami camp.
Tenda sudah
berdiri dan anak – anak Jakarta semuanya telah datang. Akhirnya kami memutuskan
untuk masak dan beristirahat. Kompor trangia buatan kami sendiri pun menemani
kami malam itu. Nasi gulung dan ayam goreng untuk makan siang yang belum
termakan menjadi menu kami malam itu. Ditambah dengan seteguk kopi yang ikut
menghangatkan tubuh kami.
Komentar
Posting Komentar