Atap Jawa Tengah Part 3 (Perjuangan Hingga Titik Tertinggi)
Malam itu entah kenapa rasanya cukup hangat untuk situasi
kami yang berada di pegunungan. Tidak banyak angin yang berhembus yang dapat
menambah dingin daerah ini. Kemudian alarm yang aku pasang pukul 00.00 WIB pun
berbunyi, memecah keheningan malam dan membuatku benar – benar terbangun.
Rasanya tubuh dan kondisiku sudah jauh lebih sehat dari sebelumnya. Aku keluar
untuk melihat keadaan, jauh lebih dingin diluar tenda sini. Banyak dari
beberapa rombongan lain yang sudah mulai bersiap – siap dan beberapa sudah ada
yang berangkat. Tenda disampingku sudah mulai ramai, sepertinya mereka sudah
bersiap untuk berangkat juga.
Bintang – bintang bertabur sangat indah disini. Malam ini
begitu cerah, suasana yang cocok untuk hari summit. Aku pun membangunkan teman
– teman PPNS dan kami pun bersiap – siap untuk hari besar kami di salah satu
atap jawa tengah ini. Setelah mengisi seluruh persediaan air dan mengemasi barang
dan tenda, kami berangkat kembali untuk menyusuri jalan setapak itu. Kembali
membawa tas yang berat, perlu beberapa waktu untuk kami menyesuaikan diri
setelah otot yang telah beristirahat itu mulai bergerak kembali.
Senter dan headlamp kami menembus gelapnya malam, jaket dan
celana panjang telah kami kenakan, sedikit tidak nyaman memang berjalan dengan
cara seperti ini, tapi beginilah persiapan untuk berjalan menembus malam yang
dingin. sedikit demi sedikit jalanan berbatu dan berpasir kami lewati, beberapa
jalan bahkan memiliki kemiringan yang sangat – sangat curam. Beberapa kali kami
bertemu dengan rombongan lain, entah mereka kami dului, atau mereka yang
mendahului kami. Hingga kami berada di sebuah punggung bukit yang memiliki
kemiringan yang curam. Dengan membawa tas carrier berisi penuh dengan
persediaan, tentu saja hal ini sangat menantang.
Sedikit demi sedikit kami jalani, angin pun mulai berhembus
dengan kencang. Aku memutuskan untuk memakai slayer yang aku gunakan sebagai
masker guna menghalangi debu yang tertiup angin. Beberapa kali juga aku harus
menggosok mataku karena kemasukan debu tersebut. Pada akhirnya langit hitam
mulai berubah kebiruan. Biru tua. Matahari mulai menampakkan dirinya,
menggantikan malam menjadi siang. Saat itu kami berada di sebuah persimpangan
dengan tanda batu disana.
Kami beristirahat sejenak di persimpangan tersebut.
Berdasarkan peta yang kami dapat, jika kita belok ke kiri, maka kita akan
sampai di puncak tower. Sebuah puncak dengan sebuah menara yang ada di atasnya.
Jika kita belok ke kanan, kita akan menuju puncak merbabu itu sendiri. Karena
untuk menghemat tenaga, maka kami memutuskan untuk pergi langsung ke arah
puncak merbabu itu sendiri. Langit yang sudah mulai kebiruan sudah menemani
kami ketika kami memutuskan untuk mengambil jalan ke kanan tersebut.
Aku berada di paling depan. Kondisi yang sudah semakin
membaik membuat kekuatanku terasa kembali lagi. Mungkin juga karena rasa mualku
hilang yang selama perjalanan awal aku rasakan. Di depanku ada 3 orang pendaki,
tetapi mereka tidak membawa carrier seperti yang kami lakukan, mereka
sepertinya menginggalkan barang – barangnya di camp ground sebelumnya. Sehingga
mereka bisa bergerak sedikit lebih cepat karena tidak adanya beban yang bisa
menahan punggung mereka.
Tak lama kemudian aku sadar, karena terlalu fokus untuk
mengikuti 3 orang tersebut aku memberikan jarak yang cukup jauh dengan teman –
teman dari PPNS. Dari ke 5 orang dari PPNS tersebut, hanya 1 orang saja yang
sanggup mengikuti langkahku dan tepat berada di belakangku. Setelah berdiskusi
dengannya, karena jalur yang masih terlalu terjal, kami memutuskan untuk
meninggalkan rombongan yang belakang, menunggu untuk sebuah tempat yang lebih
datar untuk menunggu mereka sambil beristirahat.
Angin di sini sudah semakin kencang. Mungkin jika kita
berdiam diri akan langsung menggigil, tapi karena kami terus bergerak,
mengikuti dan menapaki setiap jalan yang membentang, terus membakar kalori,
membuat tubuh kami menjadi panas dan dapat melawan hawa dingin ini. Ada beberapa
persimpangan selama perjalanan kami, ada pula beberapa tenda yang masih
terpasang tapi tidak ada orangnya, sepertinya mereka semua sudah menuju puncak.
Kami berdua terus berjalan hingga akhirnya kami sampai di sebuah tempat datar,
tepat di punggung gunung, tapi lebih tinggi daripada puncak tower yang ada di
persimpangan tadi.
Karena matahari sudah mau muncul dan kami rasa puncak juga
masih cukup jauh, selain itu juga anggota kelompok yang lain sedikit jauh di
belakang kami, kami berdua memutuskan untuk berhenti sejenak. Sekedar untuk
menikmati momen sunrise dan beristirahat sejenak sebelum melanjutkan. Ke tiga
orang tersebut sepertinya juga beristirahat bersama kami, mencoba menikmati
sunrise yang sama. Tak lama kemudian satu persatu anggota kami akhirnya sampai
di tempat datar tersebut. Setelah sejenak beristirahat, kami melanjutkan lagi.
SunRISE |
Tanjakan sudah semakin terjal dan terjal. Kami harus mulai
mengatur nafas di udara pegunungan yang tipis. Matahari sudah muncul
sepertinya, tapi karena kami berada di balik gunung, matahari masih belum
menyinari daerah kami. Udara juga masih terlalu dingin untuk melepas jaket yang
kami pakai.Kemudian kami sampai di tanjakan dimana itu berakhir dengan
persimpangan antara puncak Syarif dan puncak merbabu atau puncak kenting songo
(kalau tidak salah). Ada juga yang menyebut puncak tersebut adalah puncak
merbabu karena puncak itu adalah puncak tertinggi dari gunung merbabu. Beberapa
dari kami sudah cukup lelah karena perjalanan panjang ini. Karena hal tersebut,
mereka tidak menuju puncak syarif. Tapi mereka langsung menuju puncak merbabu.
Aku penasaran, benar – benar penasaran. Di dorong rasa
penasaran itu, aku meminta ijin untuk pergi dulu, menuju puncak syarif kemudian
menyusul mereka ke puncak merbabu. Dengan kondisiku yang prima seperti saat
itu, aku yakin aku bisa melakukannya bahkan jika harus membawa sebuah tas
dengan berat lebih 30 kilogram dipunggung, aku masih yakin. Kemudian aku
mempercepat langkahku, mendaki lebih cepat, meninggalkan mereka di belakangku.
Sesekali aku melihat ke belakang, masih tampak bayangan mereka yang semakin
lama semakin mengecil.
Sampailah aku pada persimpangan dimana disana terdapat 2
orang yang akan ke puncak syarif juga. sehingga aku pun memutuskan untuk
bersama mereka. Ternyata mereka berdua berangkat dari Selo dan kemudian akan
turun via selo juga. Tak jauh memang akhirnya aku sampai di puncak syarif,
dimana telah ada 2 orang yang semalam bersamaku. Sambil beristirahat, aku
menikmati puncak ini. Tampak di kejauhan, gunung merapi yang terkenal di jawa
tengah karena letusannya. Mungkin aku baru sadar, itu kali pertama aku melihat
gunung merapi dari dekat sejak aku datang ke Jawa Tengah kali ini. Yah, jalur
wekas memang berada di posisi dimana merapi ada di balik gunung merbabu yang
sedang kami daki.
Sudah Sangat Tepar ^^ |
Di kejauhan sudah tampak teman – teman langsung menuju ke
arah puncak merbabu ketika mereka telah sampai di persimpangan. Aku masih ingin
menikmati momen puncak ini sejenak, sehingga aku memutuskan untuk tetap tenang
dulu disini. Matahari sudah mulai menyengat. Jaket juga sudah terasa gerah
rasanya, tapi sesekali angin dingin dari puncak menyayat kulit ketika aku coba
membuka jaketku. Aku putuskan untuk tidak membuka jaketku dulu hingga kami
turun melalui jalur Selo.
Jalur Selo yang berada setelah puncak merbabu memang
mewajibkan kami untuk sampai di puncak merbabu. Melihat teman – teman dari PPNS
sudah berangkat menuju puncak Merbabu, akupun segera berlari turun dari puncak
Selo dan segera menuju puncak Merbabu. Tak beberapa lama setelah melewati
persimpangan tadi, aku akhirnya bertemu dengan rombongan dari PPNS yang masih
beristirahat karena mas Jeki yang masih kelelahan. Yah memang membawa tas
carrier dengan medan seperti semalam memang bukan hal mudah. Tentu saja itu
akan memakan banyak tenaga. Tapi cuaca masih cukup dingin karena pagi. Ketika
menjelang siang, matahari akan sangat menyengat dan akan menguras persediaan
air kami.
Selo adalah salah satu jalur menuju puncak merbabu dengan
kemiringan yang tidak terlalu miring apabila dibandingkan dengan jalur wekas.
Akan tetapi di jalur selo tidak ada persediaan air atau sumber air seperti yang
ada di jalur wekas. Sehingga perlu untuk kita menghemat persediaan air kita.
Karena perjalanan yang masih dirasa panjang, kami pun memutuskan untuk menggerakkan
kaki kita untuk menapaki puncak tertinggi dari gunung merbabu. Tak beberapa
lama, kami melihat sebuah bukit batu dan tentu saja, diujung dari bukit ini
adalah puncak tertinggi dari gunung merbabu.
Sebuah tanjakan curam menunggu untuk membuat lelah kaki –
kaki kami. Aku berada di paling depan memimpin pergerakan rombongan. Ada
beberapa rombongan lain juga yang bergabung dengan rombongan kami. Ketika
sampai di jembatan setan, disitulah kami harus berjalan satu demi satu.
Jembatan setan adalah sebuah jalur berbatu kecil dan sempit dimana di samping
kami tebing dan samping lainnya adalah jurang, sehingga ketika melewati
jembatan setan ini, tubuh kita harus terus didekatkan pada tebing agar tidak
terjatuh pada jurang yang ada di sisi lain. Dengan bantuan dari sebuah tali webbing yang disediakan sebagai
pegangan, kami melewati jembatan setan satu demi satu. Sedikit merinding dan
sedikit susah memang. Apalagi ditambah dengan membawa sebuah tas carrier besar
yang mengurangi keaerodinamisan ketika terkena angin. Butuh sebuah nyali dan
keseimbangan yang baik untuk melewati jalur satu ini.
Jika aku harus menunggu rombongan, maka akan terjadi antri
yang panjang di jalur jembatan setan dan itu akan menjadi lebih membahayakan,
oleh karena itu akhirnya aku berjalan dulu menuju puncak merapi, diikuti mas
robby di belakangku. Tak beberapa lama akhirnya sebuah bendera merah putih yang
berkibar karena angin terlihat oleh mata. Sebuah pemandangan menyejukkan
tentang sebuah pencapaian keberhasilan dari sebuah perjuangan. Puncak tertinggi
dari gunung Merbabu telah kami taklukan.
Di puncak sudah terdapat rombongan lain. Beberapa yang
melalui jalur yang sama dengan kami ada disana, beberapa wajah baru yang
melalui jalur selo juga tampak disana. Semua berkumpul demi tujuan puncak
tertinggi ini dan masing – masing dari mereka menunjukkan wajah bahagianya.
Sebuah kepuasan dan kebahagiaan tersendiri, sebuah keberhasilan untuk mereka
yang berjuang hingga akhir tanpa menyerah. Mengalahkan setiap rasa lelah dan
putus asa hingga akhirnya sebuah pemandangan indah yang disajikan sebagai hasil
perjuangan ini. Satu demi satu teman – teman rombongan pun akhirnya datang.
Sampai pada puncak seluruhnya.
Seperti biasa, di puncak kami berfoto ria, sempat bercanda
gurau. Kami juga mengeluarkan kompor kami untuk sarapan. Mungkin ini memang
tujuan dari perjalanan ini, tapi perjalanan belum selesai. Masih ada perjalanan
pulang yang menanti kami. Untuk itu asupan karbohidrat merupakan langkah paling
efektif untuk mengembalikan kondisi kami. Untuk menghemat waktu, roti yang kami
bawa, coklat, kwaci dan mie rebus menjadi menu makan kami pagi itu. Sejenak
pula mengistirahatkan kaki dan tubuh. Angin sepoi, cahaya matahari hangat, di
depan mataku gunung paling terkenal di jawa tengah memperlihatkan wujudnya di
cerahnya pagi ini. Benar – benar indah.
Background sih katanya Sindoro Sumbing |
Lihat Juga
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/09/atap-jawa-tengah-part-1-awal-perjalanan.html
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/09/atap-jawa-tengah-part-2-start-to.html
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/09/atap-jawa-tengah-part-3-perjuangan.html
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/10/atap-jawa-tengah-part-4-turun-hingga.html
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/10/atap-jawa-tengah-part-5-wisata-jogja.html
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/10/atap-jawa-tengah-part-6-sampai-jumpa.html
Komentar
Posting Komentar