Ekapedisi Lawu Part 2 (Menghadapi Tanjakan Terjal)

Diluar dugaan, pos 3 menuju pos 4 bahkan jauh lebih mengerikan. Jalur yang lebih terjal dan berbatu menjadi santapan kaki - kaki yang ingin menuju puncak. Banyak orang yang umumnya akan menyerah di jalan ini. Angin sepoi masih menjadi teman dan dingin semakin menusuk. Matahari sudah tertutup oleh kabut walaupun sesekali masih terasa teriknya. Banyak pendaki yang mulai berhenti cukup lama karena lelah. Kami masih terus berjalan walaupun sangat jauh lebih lambat dari sebelumnya.

Di jalan kami bertemu dengan beberapa pendaki dari universitas lain. Kali ini dari universitas yogyakarta atau biasa disebut dengan UNY. Berbincang sambil beristirahat bisa menjadi salah satu cara menghilangkan stress akibat kelelahan. Rombongan dari UNY ini berjumlah 4 orang. Mereka juga ternyata baru pertama kali juga naik gunung lawu ini.

Kami mendahului mereka setelah dan tibalah kami di tanjakan paling ekstrim. Tanjakan ini berkelok - kelok dengan zig zag yang tujuannya sebenarnya mengurangi kemiringan dari medan yang kita tempuh. Sayangnya walaupun sudah didesain zig zag, jalanan masih sangat sangat terjal. Sesekali harus mengambil nafas panjang sebelum melompati sebuah batu atau tanjakan yang cukup terjal.

Perjalanan kami berjalan sedikit lebih lambat dari sebelumnya. Banyak juga pendaki lain yang mulai menyerah akibat dari kondisi jalan yang semakin menanjak. Pada kondisi seperti ini, dukungan dan support dari teman seperjalanan sangatlah diperlukan. Selain sebagai support, bepergian seorang diri juga kurang baik karena apabila terjadi sesuatu yang berbahaya tidak ada orang yang mengetahui dan dapat menolong kita maupun memberikan pertolongan pertama pada saat terluka.

POS 4

Semakin jauh kami menanjak, bau belerang semakin tercium. Warna batuan pun menjadi semakin cerah. Batuan belerang dan batuan kapur mulai menjadi pijakan kami. Di beberapa tempat bahkan sangat terlihat lapisan batuan khas gunung berapi tersebut. Di sini tanjakan dibatasi oleh besi yang berada pada samping trek. Besi ini sebagai penyangga dan juga sebagai pijakan tangan untuk berpegangan. Walaupun tidak disarankan terlalu bersandar pada besi ini dikarenakan masih ada kemungkinan besi tersebut longsor.

Hingga pada akhirnya kami sampai di sebuah tempat dengan batuan dan pasir yang berwarna putih. Batuan dan pasir kapur ini tepat berada di pos 4 dimana pos ini menjadi tempat istirahat beberapa pendaki lain. Pos ini tidak seperti pos - pos sebelumnya yang memiliki gubuk dan tempat istirahat yang teduh. Pos ini hanya berupa dataran yang berada pada daerah kapur. Ada rombongan lain yang juga berada di pos ini sedang beristirahat.

Tidak seperti rombongan kami, rombongan ini memiliki jumlah yang lebih dari 2 orang sehingga dari segi jumlah mereka jauh lebih banyak dari kami. Selain itu beberapa orang anggota dari rombongan itu tampak sudah pernah mendaki gunung lawu ini. Sehingga sepertinya kesiapan mereka dan pengenalan medan rombongan mereka jauh lebih baik dari kami berdua. Hanya masalah koordinasi yang menjadi kendala mereka dimana orang terdepan dan terbelakang memiliki jauh yang lumayan jauh.

POS 5

Karena mereka masih menunggu anggota rombongannya, kamipun memutuskan untuk berjalan duluan. Menurut informasi yang mereka berikan, jarak pos 4 ke pos 5 tidak terlalu jauh. Sehingga kami pun bergerak dengan semangat menuju pos selanjutnya. Jalanan masih sama hanya saja kali ini jalanan berbatu lebih tertata rapi dan tanjakan juga tidak seekstrim sebelumnya. Sesekali kabut masih menyelimuti dengan membawa perasaan dingin. Kami pun semakin cepat bergerak hingga akhirnya kami sampai di daerah dimana rumputnya terlihat sangat rapi dipotong dan disana terdapat 2 warung yang menghimpit jalan. Terlihat kepulan asap yang keluar dari warung tersebut bersamaan dengan itu terlihat pula tanda pos 5. Kami telah sampai di pos 5 dimana ini adalah pos terakhir sebelum puncak.

Melihat warung dengan gorengan yang masih hangat, kami pun memutuskan untuk beristirahat dan makan di dalam warung tersebut. Warung ini sangat rapi dengan atap dan alas yang tertata rapi yang sepertinya memang digunakan para pendaki yang tidak menginap di dalam tenda mereka. Ada pula beberapa pendaki yang sedang beristirahat di tempat itu ketika kami datang. Ada pula yang terlelap dan sepertinya memang mencoba menginap di tempat tersebut. Kami duduk sambil menikmati camilan gorengan kami hingga tak lama beberapa pendaki yang sedang tidur terbangun. Entah karena kedinginan, entah karena terganggu oleh aktifitas kami.

Pendaki yang sedang tidur itu sepertinya kedinginan. Dia bergerak ke warung untuk mengambil beberapa gorengan. Sedang teman satunya bertanya pada kami apakah kami sudah lama berada disitu. Perbincangan pun dimulai. Sepertinya mereka berdua adalah anggota rombongan terdepan dari rombongan yang sempat kita temui di pos 4 tadi. Mereka beristirahat disana sudah hampir 2 jam sehingga mereka ketiduran. Mereka juga berencana tidur di tenda yang akan didirikan sekitar sumber air yang ada di sini. Ternyata daerah pos 5 adalah daerah yang memiliki banyak sekali warung. Komplex warung - warung katanya.

tak lama kami berbincang, rombongan yang tadi kami temui di pos 4 sampai disini. Dan kami pun bersapaan kembali. Kemudian kami memutuskan untuk menjadi 1 camp dengan mmereka. Yah keputusan yang baik mengingat mereka lebih tau medan daripada kita. Setelah melakukan proses yang panjang, kami akhirnya memutuskan untuk mendirikan tenda berhimpitan. Tk jauh dari sumber air yang ada di bawah area tenda kami. Area tenda kami sedikit luas dan tidak terlalu jauh dari daerah sumber air dan warung di dekat sumber air.

Sumber air disini sedikit dikeramatkan. Yah memang tujuannya pun baik agar sumber air ini tidak rusak oleh tangan - tangan jahil manusia. Kita diwajibkan untuk melepas alas kaki jika mau masuk ke sumber air ini dan mengambil air. Dengan begitu kebersihan dan kualitas air disini pun akan lebib terjaga. Di depannya terdapat beberapa gua yang digunakan oleh beberapa orang pendaki untuk beristirahat. Selain itu terdapat pula warung yang tak jauh dari tempat kami mengambil air itu.

Usai kami mendirikan tenda kami. Kamipun memutuskan untuk memasak mie. Sambil menunggu air mendidih, kami juga membantu tetangga sebelah kami untuk mendirikan tenda. Sepertinya mereka sedikit kesulitan mendirikan tenda  lafuma mereka. Jenis tenda ini sebenarnya jauh lebih simpel daripada tendaku yang bisa dibilang jadul. Tapi tetap saja akan susah apabila pengguna masih kebingungan bagaimana pemasangannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Lembah Shosenkyo, Jungle Track, Air terjun, dan Rope Way

Kawaguchiko, Fuji, dan Momiji

Mengapa Analisa Keruntuhan Bendungan Cirata dan Jatiluhur Begitu Kompleks? Bahkan Bisa Membutuhkan Ratusan Skenario yang Perlu untuk Dimodelkan