Ikan Bakar PPI Sangsit, Saksi Bisu Kejayaan Singaraja di Masa Lampau

 Masih di seputaran Buleleng, udah agak lama aku tidak posting karena sibuknya kerjaan. menjelang bulan ramadhan yang sudah mendekati akhir ini, aku ingin mereview tempat makan ikan yang sedap di Buleleng. sebenernya ini sih lokasi tempat untuk buka puasa beberapa hari ini. tapi karena berada di dalam sebuah tempat wisata, gaskanlah ya reviewnya.

Pertama jika kalian pergi ke pulau Bali, kemudian melancong ke bagian paling utara bali, terdapat sebuah kota yang bernama kota Singaraja. dulu pada masa jayanya, ketika bali masih bagian dari sunda kecil, Kota Singaraja merupakan kota terbesar di Bali. menjadi kuat dan terkenal karena pelabuhannya entah pelabuhan sangsit, pelabuhan singaraja, dan lain sebagainya. menjual kopi, ikan, dan berbagai sumber daya alam. namun ditinjau lebih detail sepertinya mengubah ibukota Provinsi ke selatan merupakan keputusan yang tepat. Bagaimana tidak, menimbang bahwa secara sumberdaya alam dan cuaca, bagian utara bali relatif jauh lebih kering sehingga pengembangan pemerintahan akan jauh lebih mudah jika dilakukan di sisi selatan. lucu informasi ini tidak banyak diketahui oleh mereka yang asli singaraja dan besar di singaraja.

Pelabuhan Sangsit Singaraja
(Shoot by Yu, Samsung Galaxy Note 20, Ultra Wide Lens)

Pelabuhan - pelabuhan itu masih menjadi ikon kota singaraja yang penuh dengan sejarah. salah satunya adalah eks pelabuhan yang menjadi saksi bisu dari besarnya kota singaraja di masa lalu. namun semuanya sudah jauh berubah, baik pelabuhan sangsit, pelabuhan eks singaraja, maupun pantai lovina yang menjadi terkenal karena atraksi berlayar dengan lumba - lumba semakin sarat akan makna sejarah. sekarang bahkan ketika aku duduk disana, mencoba berbincang dengan pemuda - pemudi yang menghabiskan sore menikmati matahari terbenam, mereka tidak mengetahui tentang sejarah yang ada dikota mereka. beberapa bahkan seolah tidak peduli.

"Singaraja adalah kota mati" ucap salah seorang pengunjung yang aku temui ketika aku bertanya tentang perkembangan dan kondisi kota Singaraja. memang jika dibandingkan dengan gemerlap dan megahnya kota Denpasar, seperti membandingkan Lumajang dengan Surabaya atau Kudus dengan Semarang. sangat jauh berbeda, 2 tahun aku berada di sini, sepertinya tak banyak berubah juga. ditambah dengan Wabah Covid 19 sebelumnya maka bisa dipastikan bahwa pembangunan untuk daerah yang APBD nya sebagian besar dari pariwisata ini akan terhambat. aku sudahi tentang singaraja, fokusku kali ini adalah bekas pelabuhan itu yang kemudian menjadi tempat makan ikan bakar yang cukup aku rekomendasikan.

Aku tidak hanya sekali atau dua kali menikmati ikan bakar di pulau dewata. ikan bakar menjadi salah satu makanan favorit untuk setiap lokasi dengan pemandangan laut yang memukau. di Singaraja, salah satu tempat favorit adalah ikan Bakar Sangsit. Bekas pelabuhan itu kini menjadi markas dari salah satu wisata kuliner favorit ikan Bakar.

Lokasi Ikan Bakar PPI Sangsit

Lokasi Ikan Bakar PPI sangsit tepatnya berada di sebelah pelabuhan sangsit. Pelabuhan yang konon katanya menjadi cerita kemegahan Singaraja. Kini pelabuhan itu hanya menjadi tempat singgah kapal kecil yang mengirim ikan dan beberapa perlengkapan lainnya dari dan ke Madura. bahkan masih ada pom bensin yang sudah tidak terpakai di sebelahnya bekas pom yang digunakan untuk mengisi solar kapal. Kapal itu pun tak datang setiap hari, terkadang seminggu sekali, seminggu dua kali, dan bahkan ketika ombak sedang besar, kapal tidak terlihat sama sekali disana.

Lokasi Ikan Bakar PPI Sangsit (Google Maps) ---> Click!!

Ikan bakar PPI Sangsit berada tepat di pantai dengan sebuah bangunan semi permanen sebagai tempat makan. selain itu ada juga pilihan untuk duduk di beberapa gazebo yang langsung menghadap ke laut. dengan pasir hitamnya, lokasi ini menjadi tempat favorit beberapa pengunjung lokal. untuk pengunjung manca negara sepertinya tempat ini kurang menarik. satu hal yang perlu diperhatikan adalah tempatnya yang bersebalahan dengan tempat beberapa perahu sehingga untuk beberapa alasan, tempat ini terlihat cukup kumuh sebagai tempat makan. bagiku secara penataan tempat makan juga tempat ini jauh dari kata baik. 

Sunset di Pelabuhan Sangsit
(Shoot by Yu, Samsung Galaxy Note 20, Ultra Wide Lens)

Review Menu dan Makanan

Membahas makanan disini, sebenarnya masuk kelas street food. pertama alasan kebersihan dan bagaimana menyajikan makanan disini yang cukup sederhana. ketika anda duduk, anda tidak akan melihat menu di meja, tapi mereka akan mengarahkan anda untuk memilih ikan di tempat penyimpanan yang tak jauh dari dapur. kemudian harga ikan akan dipengaruhi oleh besar kecil ikan walaupun untuk jenis yang sama. namun untuk menu selain ikan, seperti udang dan cumi langsung tersedia tanpa kita harus memilihnya terlebih dahulu.

sayur akan disediakan terpisah, jadi seperti plecing dan sambal harus dipesan terpisah. ada 3varian sambal yang tersedia yaitu sambal bawang (mentah), sambal merah tomat, dan sambal kacang. kemudian jika memesan ketiga jenis sambal ini, maka akan muncul juga kacang goreng sebagai pelengkapnya. cukup menarik namun kembali disayangkan, aku harus memahami mekanisme pemesanan disini setelah beberapa kali makan di tempat ini, tanpa menu yang tersedia di meja, tentu saja pengunjung akan sedikit kebingungan dengan apa yang akan dan bisa mereka pesan.

Makan di PPI Sangsit 
(Shoot by Someone)

Rasa

"Ikan dan Sup"

Bagian ini menjadi bagian paling mendebarkan namun perlu diawal aku berikan disclaimer bahwa rasa merupakan hal yang paling subyektif. setiap dari insan yang merasakan akan memiliki sudut pandang yang berbeda. pada bagian ini, aku tidak akan menyebut ini enak atau tidak enak. namun yang bisa aku katakan adalah rasa disini tidak konsisten. bukan karena jenis ikan yang berbeda. pada suatu waktu, aku datang bersama dengan beberapa temanku untuk menikmati ikan bakar ditempat ini, namun untuk 2 ikan yang sama namun piring yang berbeda bisa memiliki perbedaan rasa yang cukup signifikan. khususnya di bagian bumbu. 

Ikan bakarku lebih terasa kurang bumbu sedangkan ikan bakar temanku lebih terasa bumbunya. keduanya padahal disajikan dalam waktu yang sama dan dengan jenis ikan yang sama. Artonya tingkat konsistensi rasa masakan disini terbilang kurang. begitu pula dengan sup ikannya yang sempat sesekali pernah sup nya terasa sangat enak, namun pernah juga ketika pengunjung ramai sup terasa hambar. 

"Cumi dan Udang Asam Manis"

satu lagi menu yang kami pesan, selain ikan yang sebenarnya terasa sedikit kurang menyegarkan terakhir kali aku ke tempat ini, selanjutnya menu yang kami makan adalah cumi dan udang asam manis. bagian ini menjadi bagian yang sepertinya sangat dan paling tidak konsisten dari tempat makan ini. udang digoreng tepung terlebih dahulu kemudian selanjutnya dicampur dengan bumbu asam manis. cuminya dipotong memanjang kemudian direbus atau dibakar (sepertinya) dan dicampur dengan bumbu asam manis. sayangnya pada udang, bumbu sama sekali tidak meresap. sehingga di bagian dalam udang hanya terasa tepung saja. 

cuminya berada di level selanjutnya dari kata keras. aku bahkan menyerah untuk mengunyahnya. padahal pada waktu sebelumnya, cumi ini dimasak dengan sangat enak dan bumbunya meresap sempurna. namun tidak untuk udangnya. aku memesan udang berharap akan ada peningkatan rasa, namun sepertinya memang seperti itu standar udang disini. jika cukup beruntung seperti sebelumnya, maka anda dapat merasakan cumi yang enak di tempat makan pinggir pantai ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Lembah Shosenkyo, Jungle Track, Air terjun, dan Rope Way

Kawaguchiko, Fuji, dan Momiji

Mengapa Analisa Keruntuhan Bendungan Cirata dan Jatiluhur Begitu Kompleks? Bahkan Bisa Membutuhkan Ratusan Skenario yang Perlu untuk Dimodelkan