Atap Jawa Tengah Part 4 (Turun Hingga Jogjakarta)



Semakin siang, puncak semakin sepi. Satu demi satu orang yang berada di puncak sebelumnya mulai meninggalkan puncak dan bergerak turun. Tas carrierku sudah kembali berdiri. Kembali menantang punggungku untuk segera bergerak. Bukan jalan yang sama, kali ini kami pergi turun melewati jalur selo. Berada tepat menghadap gunung merapi, jalur selo memberikan pengalaman yang indah ketika turun. Menghadap langsung pemandangan indah dari gunung merapi, perjalanan pulang terasa lebih menyenangkan.

Jalur selo juga tidak terlalu terjal seperti jalur wekas yang sebelumnya kami lewati. Untuk seorang pendaki, aku memang sedikit lemah selama di jalanan menurun. Bukan karena kuat tidaknya, tapi sakit pada lutut karena menahan beban dan jalan yang terus menurun. Bukan pula karena coli. -- itu benar – benar anggapan yang sangat salah. Daripada jalanan datar ataupun menanjak, jalanan turunan memang memberikan beban yang lebih pada lutut manusia. Beban inilah yang sangat menguras. Biasanya sih pendaki menggunakan teknik turun dengan jalan miring, akan tetapi terlalu lama dan menurutku malah membuat capek, jadi tidak pernah aku lakukan.

Puncak Merbabu
 
Selama menuruni jalur selo, tidak banyak hambatan yang kami alami. Walaupun pada jalur ini tidak ada sumber air yang bisa mengisi ulang persediaan air kami, akan tetapi persediaan air kami lebih dari cukup apabila kami bisa saling berbagi. Masalah lain hanyalah panas terik matahari dan debu selama perjalanan. Berbeda dengan jalur wekas, jalur selo lebih banyak didominasi oleh padang sabana di kanan kiri kami. Sangat sedikit terdapat pohon tinggi dan rindang yang bisa melindungi kami dari sinar matahari langsung. Hal ini sangat menguras tenaga. Tapi walaupun demikian, kami bergerak dengan cukup cepat daripada beberapa orang yang kami temui di perjalanan pulang.

Pada sore hari, kami sudah sampai di pos selo. Kemudian cerita selanjutnya adalah pendakian menuju puncak merapi. Tapi karena terlalu membosankan dan oleh pihak pengelola tidak diperbolehkan untuk menuju puncak, hanya boleh pergi hingga pos terakhir sebelum summit attack. Selain itu jalur pendakian juga tidak sesulit yang aku bayangkan. Ditambah lagi males ngetik, hehehe. Udah 12 halaman juga. untuk menyingkat cerita, aku lanjutin cerita perjalananku ini di kabupaten Jogjakarta.

Pagi itu setelah pendakian yang melelahkan, aku akhirnya berniat untuk segera kembali ke kota jogja. Nasib baik menghampiri kita. Setelah sebuah mobil mengantar beberapa orang ke pos pendakian gunung merapi, dengan bahagia dia menawarkan kita untuk charter mobil dengan harga yang sangat miring. Sehingga dengan semangat kami semua menerima tawaran tersebut. Kami semua lelah, setelah menaiki mobil tersebut, kami langsung terlelap. Entah setiap mobil yang kami dahului, setiap jalan, rumah, sawah, lapangan dan tempat – tempat lain yang kami lewati. Kami masih terlelap.

Sebuah suara membangunkanku. Sopir ternyata bertanya padaku kita akan turun dimana karena posisi kita saat itu sudah dekat dengan kota jogja. Hari masih siang, jadi kami memutuskan untuk pergi dulu ke tempat wisata. Setelah berdiskusi cukup lama, ditambah dengan referensi dari internet, kami memutuskan untuk pergi mengunjungi taman sari yang berada di jogja. Katanya sih ada masjid unik di bawah tanah dan ada pula kolam yang dulunya digunakan pada masa kerajaan kerajaan gitu deh. Karena tertarik dan menurut informasi dari sopir bahwa tiket masuknya relatif murah daripada tempat – tempat wisata lainnya, kami memutuskan untuk pergi kesana.

Masih Sempat Masak Juga di Puncak. :-D
Memasuki kota jogjakarta, kami diturunkan di sebuah pasar tepat di depan taman sari. Setelah menurunkan tas carrier kami masing – masing, kami segera berangkat menuju taman sari. Walaupun sebelumnya kami memutuskan untuk makan siang dahulu di sebuah warung angkringan di pasar tersebut. Tentu saja, tujuan utamaku adalah tempe dan tahu bacem khas jogja. Selama ini di kota malang tempat aku kuliah, tempe dan tahu bacem tidak pernah sama rasanya seperti yang pernah aku rasakan di kota jogja maupun solo. Tempe dan tahu yang memiliki rasa manis khas dan empuk ketika dimakan itu benar – benar menjadi salah satu makanan wajib yang harus aku makan ketika aku sampai di kota jogja ini.


Sesampainya di warung, ternyata mereka tambah membuat bingung. Ada 3 menu yang benar – benar aku sukai. Menu yang pertama sudah jelas kelezatan tempe dan tahu bacem ditambah dengan nasi dan sambel bajak serta sayur manisa. Benar – benar kombinasi yang tak terkalahkan. Menu yang kedua adalah gudek. Makanan khas jogja ini sudah pernah aku rasakan sebelumnya, tapi tentu saja itu baru pertama kali, setelah sekian lama tidak berada di kota ini, tentu aku lupa bagaimana rasa gudeg itu. Ditambah dengan bumbu yang ketika ibu penjual aduk benar – benar menggiurkan. Menu ketika tentu saja makanan kesukaanku. Soto Ayam. Tapi kali ini sedikit berbeda. Soto yang biasa aku makan karena aku berdomisili di jawa timur,  tentu saja soto lamongan yang paling sering aku makan. Ketika aku berada di Jawa tengah dan dihidangkan salah satu makanan favoritku tetapi dengan cita rasa yang sedikit berbeda, tentu saja itu sangat menggoda.

Sedikit sulit untuk memutuskan makanan apa yang akan aku konsumsi untuk mengisi perutku siang ini. Tapi pada akhirnya, dompetlah yang menjawab semua pertanyaanku. Untuk menghemat pengeluaran, tempe dan tahu bacemlah yang akan menghiasi isi perutku siang itu. Dengan harga hanya 6000 plus minum air putih, tentu tidak bisa terelakkan bahwa itu adalah harga yang sangat memuaskan untuk cita rasa yang menyenangkan.

Lihat Juga
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/09/atap-jawa-tengah-part-1-awal-perjalanan.html
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/09/atap-jawa-tengah-part-2-start-to.html
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/09/atap-jawa-tengah-part-3-perjuangan.html
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/10/atap-jawa-tengah-part-4-turun-hingga.html
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/10/atap-jawa-tengah-part-5-wisata-jogja.html
http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2015/10/atap-jawa-tengah-part-6-sampai-jumpa.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Analisa Keruntuhan Bendungan Cirata dan Jatiluhur Begitu Kompleks? Bahkan Bisa Membutuhkan Ratusan Skenario yang Perlu untuk Dimodelkan

Day Hiking Fuji, Timeline, Kurang dari 5 Jam Sampai Puncak!!

Menyusuri Lembah Shosenkyo, Jungle Track, Air terjun, dan Rope Way