Atap Jawa Tengah Part 6 (Sampai Jumpa)

Tujuan utama yaitu puncak merbabu memang sudah terpenuhi. Tapi tentu saja, menurutku membuang waktu setelah jauh – jauh datang ke kota yang luar biasa ini sepertinya sangat disayangkan. Tapi tentu saja, aku baru sadar, kendalaku kali ini lebih besar. Aku baru sadar uang di dompetku hanya tersisa Rp. 20.000,00. Inisiatif pertama ku adalah menghubungi seluruh teman – temanku yang aku kenal di jogjakarta. Entah itu teman SMA maupun teman bermain, maupun teman yang lain. Untuk rombonganku dari PPNS memutuskan untuk pulang setelah melihat keraton Jogjakarta. Beberapa memutuskan untuk pergi ke saudaranya di Solo. Karena berbeda tujuan, sepertinya di keraton nanti memang akan menjadi akhir perjalanan bersama kami kali ini.

Masalah keuangan yang sedang aku alami memang sedikit tragis. Masalah lain adalah teman – teman SMA ku yang kuliah di Jogjakarta kebanyakan telah pulang karena saat itu adalah saat liburan anak kuliah. Hanya beberapa saja yang berada di Jogjakarta, tetapi ada kegiatan tersendiri. Kemudian ada satu orang yang bisa aku hubungi. Mas Dion, salah satu kenalanku dulu saat kami berada di kalimati. Yah kami memang bertemu di jawa timur, tapi dia memberikan nomornya dan sampai sekarang masih aku simpan. Setelah menghubunginya, ternyata dia mau membantu tapi dengan syarat aku harus mampir di angkringannya. Ya, mas Dion merupakan seorang pendaki yang memiliki usaha angkringan, semacam warung kopi di dekat malioboro. Dengan bantuannya, masalah keuanganku pun akan segera terselesaikan.

Jogja Last Meet

Aku dan teman – teman mandi di masjid tersebut. Kemudian sebelum matahari terbenam, kami berjalan menyusuri jalan sekali lagi dan kemudian sampailah di depan keraton jogjakarta. Gerbangnya sudah ditutup, tetapi masih ada beberapa wisatawan yang berjalan – jalan di depan lapangan keraton. Ada 2 beringin yang mengapit jalan di tengah – tengah lapangan di depan keraton. Setelah kami berfoto bersama untuk terakhir kali, kami memutuskan berpelukan. Disini kami berpisah, disini kami memulai perjalanan dan perjuangan pulang kami masing – masing.

Aku kembal ke arah kami tadi. Disana kemudian terdapat sebuah warung dari bambu di pojok jalan. Tampak mas Dion sedang bersih – bersih disana. Melihatku, mas Dion langsung menyambutku. Dia mempersilahkan ku masuk dan memberikanku makan malam. Kali ini aku makan gudeg. Setelah itu aku berbincang – bincang panjang dengan mas Dion tentang perjalananku kali ini. Dia benar – benar tertawa sangat keras ketika tau aku ke jogjakarta hanya membawa uang Rp. 200.000,00 dan hebatnya aku bisa sampai di puncak gunung merbabu. Dia mau memberikanku uang Rp,100.000,00 untuk pulang, tetapi tentu saja aku sungkan apabila hanya Cuma – Cuma, jadinya aku memutuskan untuk membantu sedikit di angkringan mas Dion itu.

Pendaki juga Manusia :D


Belum malam, angkringan sudah dipenuhi oleh orang – orang. Sepertinya angkringan yang bernama Angkringan Mbah Delman milik mas Dion memang sudah terkenal. Tidak lama setelah maghrib, pengunjung sudah sangat banyak. Tidak lama aku membantu juga sudah kewalahan. Kemudian di tengah pekerjaan, mas Dion menanyaiku kapan aku pulang, kemudian aku menjawab malam ini. Setelah itu dia memintaku untuk berhenti bekerja karena jika terlalu larut, aku akan kehabisan bus trans jogja. Jadi akhirnya aku berpamitan dan mengucapkan banyak terima kasih pada mas Dion.

Setelah itu aku kembali berjalan menuju keraton, masih jam 19.00 WIB. Seingatku daerah ini memang dekat dengan malioboro. Setelah berjalan menyusuri jalanan ramai malam itu, akhirnya sampai juga di Malioboro. Sebuah tempat persinggahan dimana banyak sekali orang – orang berjualan di kanan kiri jalan. Malioboro sendiri sebenarnya adalah sebuah nama jalan tersebut dan di sepanjang jalan itulah menjadi pusat perbelanjaan dan oleh – oleh wisatawan yang datang di kota Jogjakarta. Dilewati bus trans Jogja yang juga memiliki rute menuju terminal Jogjakarta, aku memutuskan untuk jalan – jalan sebentar di malioboro. Walaupun kali ini aku berjalan sendirian tanpa rombonganku sebelumnya. Tapi sekali lagi, tidak ada yang perlu ditakutkan, kota wisata yang benar – benar ramah, bahkan aku sesekali melihat beberapa rombongan membawa carrier lain yang juga sedang berjalan – jalan di malioboro.

Puas berjalan – jalan, aku akhirnya memutuskan membeli oleh – oleh dan dengan sisa uangku, aku naik bus Trans Jogja. Tidak perlu waktu yang terlalu lama aku pun sampai di terminal Jogjakarta. Mencari bus menuju Surabaya dengan harga termurah, akhirnya aku pun berangkat pulang menuju Surabaya. Meninggalkan kota yang penuh dengan kebahagiaan ini. Mungkin lain kali aku akan lebih lama di kota Jogja, tentu saja dengan membawa bekal keuangan yang lebih baik daripada ini. Sebuah perjalanan menyenangkan, sebuah pengalaman tak terlupakan, ya, pengalaman baru menyentuh atap jawa tengah. 

Jalan - jalan terakhir di Malioboro :-)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Analisa Keruntuhan Bendungan Cirata dan Jatiluhur Begitu Kompleks? Bahkan Bisa Membutuhkan Ratusan Skenario yang Perlu untuk Dimodelkan

Day Hiking Fuji, Timeline, Kurang dari 5 Jam Sampai Puncak!!

Menyusuri Lembah Shosenkyo, Jungle Track, Air terjun, dan Rope Way