Stabilitas Lereng, Bagaimana #Engineerlife Membangun Rumah Dibawah Tebing?
Seperti kalian tahu, sebenarnya sudah lama masuk request tentang bagaimana aku menulis di blog ini, bagaimana banyak hitungan lucu dan dunia teknik yang mungkin bisa dibagikan sebagai pengalaman atau hiburan untuk dipost pula di dalam blog ini. Jadi selingan ketika aku tidak pergi berwisata mungkin aku akan tetap menulis dalam segi bidang keteknikan. Atau fisika. Hehehe. Terkait dengan keinginanku untuk terus belajar bahasa inggris serta membagikan pengalaman petualangan pada para bule, aku tetap menulis petualanganku dalam bahasa inggris, namun untuk label #Engineerlife ini akan aku tulis dalam bahasa indonesia.
Apa itu Stabilitas Lereng?
Tentunya kalian sudah tau tebing kan? Tebing batu, tebing pasir, tebing keraton di Bandung wkwk. Tebing, Lereng, bingung kan? Aku kutip dari KBBI, lereng adalah Sisi (bidang, tanah) yang landai atau miring. Jadi sisi miring itu lereng. Ketika lereng ini tidak stabil, maka lereng akan runtuh. Atau terjadi sebuah peristiwa bencana yang umum terjadi di indonesia. Sebuah kata gabungan dari 2 kata bahasa inggris yang artinya berlawanan. Bencana LongShort.
Jadi stabilitas lereng sendiri merupakan salah satu analisa teknik yang umumnya digunakan dalam analisa untuk kestabilan lereng sehingga kemungkinan lereng longsor menjadi kecil. Pada akhirnya kita manusia memang hanya bisa memperkirakan. Anyway, aku kasih gambaran langsung ya langkahnya di lapangan tentang bagaimana stabilitas lereng.
Jadi suatu hari aku nemuin tanah murah, dijual, dan mau aku bangun rumah. Eh dibelakangnya ada bukit yang yah, lumayan terjal lah. Jadi apa yang akan kalian lakukan pertama jika menjadi aku melihat potensi ini?
Bagi yang tidak tidak perduli tentang apa yang ada di belakang rumahnya dan memilih langsung bangun saja, aku rasa tipe ini merupakan tipe yang paling banyak di Indonesia, terbukti bagaimana kita masih sangat sering menjumpai rumah yang berlokasi di bawah tebing yang terjal. Sebenarnya BPBD (Badan Pemanggulangan Bencana Daerah) sudah membuat banyak rambu terkait lokasi rawan longsor, tapi faktor ekonomi selalu menjadi alasan.
Kembali lagi secara teknis, ada syarat dalam keamanan, akan aku jelaskan satu persatu. Langkah pertama adalah:
1. Pengukuran
Pegukuran ini sebenarnya adalah gambaran mudah untuk engineer dalam justifikasi geometri lokasi. Umumnya pengukuran melibatkan topografi, sehingga model tebing yamg berada di belakang rumah beserta ukuran dimensionalnya bisa digambarkan oleh engineer. Okey, aku datangkan orang pengukuran dan sketsa yang aku buatpun berubah sesuai data ukur yang sebenarnya
Hasil Pengukuran Topografi yang Telah Dilakukan |
Dari informasi yang diberikan tim pengukuran, tebing di belakang rencana rumahku ternyata lebih tegak dan memiliki tinggi 10 m. Apakah sudah saatnya membangun rumah disana setelah mengetahui itu semua? Jawabannya tidak, saatnya masuk ke tahap ke 2.
2. Investigasi Geologi dan Mekanika Tanah
Aku membicarakan tentang Engineer yang pintar menilai jenis batuan dan tanah dari sebuah investigasi khusus. Kali ini engineer di bidang geologi akan datang, memukul tebing belakang rumahku dengan palu khusus, beberapa area memunculkan suara nyaring dan beberapa hanya dentuman ringan. Kita biasa sebut mereka Geologist, orang yang membawa palu geologi dan terkadang membawa beberapa larutan kimia yang digunakan untuk menguji jenis batuan. Jika di masa SMA untuk yang masuk jurusan IPA sempat menjilat batu untuk merasakan tekstur batuan, mereka adalah 'the next level' dari itu.
Ah sayangnya wajah geologist kita mengatakan bahwa bukit tersebut bukan bukit batu yang utuh. Artinya bukit tersebut komponen utamanya bukanlah batu seperti breksi atau bahkan andesit. Kenapa memang kalau bukan batu utuh? Akan aku jelaskan berikutnya. Bapak Geologist memanggil timnya untuk datang, membawa karung, serta sampel untuk dibawa ke laboratorium. Aku tidak akan menjelaskan apa yang terjadi di laboratorium, tapi dari laboratorium mekanika tanah, maka akan muncul beberapa parameter yang berguna untuk analisa stabilitas lereng yaitu:
Parameter ini merupakan item utama yang akan dimunculkan oleh laboratorium untuk stabilitas lereng. Ada banyak parameter sebenarnya jika mau dibahas lebih dalam, namun untuk kali ini aku rasa untuk stabilitas lereng di belakang rencana rumahku sudah aman. Aku jelaskan satu satu pakai bahasa ku.
Berat jenis adalah berat per satuan volume sebuah benda. Aku bandingkan untuk 1 bak truk berisi kapas pasti lebih ringan daripada 1 bak truk berisi durian kan? Jadi berat jenis durian lebih besar daripada kapas. Semakin besar berat jenis benda, maka semakin berat pula benda itu untuk volume yang sama dengan benda lain yang berat jenisnya lebih ringan. Begitu pula tanah, batu dan lempung tentunya memiliki berat jenis yang berbeda dan ini mempengaruhi stabilitas suatu lereng. Semakin berat benda, maka benda tersebut akan lebih susah untuk digerakkan bukan?
Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan. Agak susah emang memahami yang satu ini, simpelnya kalo kamu adalah box indomie yang berada di jalan miring 10 derajat, kamu tidak merasa akan jatuh, tapi ketika kemiringannya bertambah menjadi 30 derajat, maka merasa akan jatuh, di 31 derajat km jatuh. Maka sudut gesermu adalah 30 derajat. Seperti ini kira kira.
3 parameter tersebut sangat berpengaruh pada analisa stabilitas lereng. Jika material tanah tebing ringan, maka akan lebih mudah longsor, jika material tebing sudut gesernya kecil, maka jika terlalu miring akan mudah longsor, jika material tebing banyak kandungan pasir, maka akan mudah longsor karena kohesinya kecil. Hasil lab sudah didapatkan dari geologist dan lab, kemudian apa yang selanjutnya aku lakukan?
3. Pengecekan Ada apa Diatasnya (dan Ada Apa di Dalamnya)
Setelah mendapatkan semua data itu, aku pergi ke atas bukit tersebut, sedikit kesulitan karena harus memutar dan mencari jalan yang pas menembus semak belukar. Sepertinya sore nanti tangan dan kakiku akan gatal - gatal. Tapi pada akhirnya aku sampai. Sebelum aku menjelaskan apa yang aku lihat dari sini, aku akan menjelaskan tentang mengapa aku harus naik bukit ini bersusah payah dan melihat ada apa diatasnya.
Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi dalam analisa stabilitas adalah beban yang terjadi di atas tebing. Aku akan langsung ambil contoh, Jika kalian sering berpergian ke daerah pegunungan, misalkan ke Batu, Malang, Lembang di Bandung dll. Atau Sembalun di Lombok, terkadang kalian akan melihat tanah longsor dan jalan yang ikut longsor. Penyebabnya bisa jadi apa yang diatas tebing tersebut dan atau apa yang di dalamnya. Aku misalkan diatas rencana rumahku ternyata ada jalan raya, kemudian jalan tersebut dilewati oleh truk Besar. Maka beban yang dibawa truk tersebut dan tentu saja beban truk itu sendiri juga besar.
Permisalan Apabila Terdapat Beban Diatas Tebing Seperti Contoh Jalan Raya yang Dilewati Oleh Truk Bermuatan |
Beban truk akan membebani tanah dan akan menambah kemungkinan terjadi longsor. Oleh karena itu sebenarnya ini pengetahuan umum, terkait batas maksimal beban yang bisa dibawa oleh truk sudah diatur dalam peraturan lalu lintas sehingga truk dengan beban yang melebihi muatan yang diperbolehkan dari suatu jalan, tidak boleh melewati jalan tersebut karena akan membahayakan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah faktor air tanah. Kita sudah tau bahwa kohesi adalah daya rekat antar butir tanah. Pada kondisi jenuh, celah antar butiran tersebut akan terisi air dan air menjadi pelumasnya. Simpelnya karena semakin licin, maka akan semakin mudah longsor. Faktor ini sulit untuk dilakukan studi karena harus menggunakan bor, geolistrik dll.
Namun berdasarkan 2 hal tersebut, kita menjadi tahu bahwa mengapa jalanan di pegunungan banyak longsor ketika pada musim hujan. Hal ini jelas dan semakin besar kemungkinannya karena pada musim hujan ataupu musim kemarau, kendaraan yang melintasi jalan tidak akan jauh berkurang atau berubah. Namun diperparah kondisi tanah yang basah karena hujan. Sehingga kondisi inilah yang bisa membuat mudah longsor.
Pada akhirnya aku sampai atas dan untungnya tidak ada truk, batu besar, atau apapun yang mungkin bisa berpotensi membahayakan. Kemudian aku kembali ke kantor dan mengambil laptop untuk mulai tahap selanjutnya yaitu:
4. Analisa Stabilitas Lereng
Sudah sejauh ini dan aku mengumpulkan data yang cukup baik dari laboratorium maupun pengamatan lapangan. Aku mulai melakukan analisa untuk perhitungan stabilitas lereng. Sebenarnya analisa ini secara konseptual cukup mudah yaitu membandingkan beban dari tanah itu sendiri maupun dari faktor lain diatasnya dengan daya tahan dari longsor itu sendiri. Umumnya engineer akan menuliskannya dalam bentuk safety factor (SF).
Lebih jauh, secara analisa sebenarnya ada sangat banyak cara dan program yang bisa digunakan seperti plaxis, geostudio, dll. Tapi secara konseptual, umumnya dihitung dengan membagi bidang longsor yang kita simulasikan dengan bentuk slice atau potongan kecil. Sebagai contoh aku mensimulasikan bentuk longsor seperti gambar di bawah ini.
Analisa Stabilitas Lereng dengan Slice Method |
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa apa yang aku hitung untuk bidang longsor tersebut berupa garis merah yang membentuk 1/4 lingkaran itu. Kemudian garis merah tegak adalah dimana aku membaginya menjadi bidang slice. Ini adalah konsep awal yang dikembangkan tentang analisa stablitas lereng. Selanjutnya masukkan data lab yang sudah kita uji dan hitung dengan metode analisa stabilitas lereng seperti fellenius, bishop, dll.
Sebenarnya yang paling susah adalah menentukan bidang longsornya (garis berbentuk parabola merah). Bidang longsor yang paling kritis adalah bidang longsor yamg memiliki nilai SF terkecil. Sehingga dengan cara manual tersebut, kita harus menghitung berbagai bidang longsor yang mungkin terjadi. Sudah dihitung pun belum tentu itu yang paling kritis. Disinilah peran program seperti geostudio, plaxis dll sangat bermanfaat. Program tersebut secara otomatis akan mensimulasikan berbagai bidang longsor yang mungkin terjadi.
Aku pun menggunakan program Geostudio dalam menganalisa berbagai bidang ealaupun untuk bidang sederhana saja. Lebih jauh ada faktor gempa, perbedaan tekanan pori, pemadatan pada timbunan dll yamg bisa mempengaruhi stabilitas lereng. Singkat cerita sangat sial ternyata hasil simulasi program yang aku lakukan pada lereng di rencana belakang rumah memiliki nilai SF 0.81. Pada kondisi jenuh air lebih parah yaitu di nilai SF 0.64. Sungguh hasil yang mengecewakan, akhirnya sebagai engineer aku melakukan simulasi program ke 2 yaitu
5. Perubahan Kemiringan Lereng
Salah satu cara untuk mengamankan tebing atau lereng adalah dengan memotong tebing atau lereng tersebut sehingga kemiringannya jauh lebih landai. Pembuatan Berm atau space datar juga perlu untuk dilakukan dalam mengantisipasi lereng. Pertanyaannya mengapa bisa dipotong bisa lebih aman? Jawabannya sebenarnya simpel, semakin landai lereng semakin aman. Jika kita bicara secara ekstrim yang tegak dan yang datar, selama ada gravitasi maka yang datar tidak akan pernah jatuh. Jadi lereng semakin tegak maka semakin rentan untuk jatuh atau longsor. Namun secara matematis aku gambarkan dalam bentuk hasil analisa yang aku lakukan.
Jadi tebing rencana yang aku kerjakan adalah yang berwarna biru. Hasil analisa model di program menunjukan nilai SF =1.62 untuk kondisi kering dan SF = 1.38 untuk kondisi jenuh air. Artinya karena SF > 1 tebing tersebut relatif lebih aman jika sudah kondisi dipotong. Hal ini dikarenakan pada garis longsor yang sama, arsiran biru lebih kecil daripada yang merah. Beban gaya longsor lebih kecil daripada yang menahan. Nilai inilah yang kemudian meningkatkan SF hitung. Lakukan coba coba sampai kemiringan lereng paling optimal sehingga nilai SF > 1. Jika ada data gempa dan data air tanah, masukkan juga sehingga simulasi dari program menjadi lebih akurat.
6. Bangun Rumahnya
Pada dasarnya setelah slope atau tebing tersebut aman, rumah dapat dibangun, sehingga aku mendatangkan exavator untuk memotong tebing sesuai kemiringan desain yang telah aku hitung. Kemudian rumah dikonstruksi seperti biasanya.
Komentar
Posting Komentar