Jejak di Tambora, Part I Pertemuan
JEJAK di Tambora
Matahari masih tinggi dan udara cukup panas, udara
khas bulan September dimana menjadi pintu gerbang peralihan musim di Indonesia.
Ruang tunggu Bandar Udara Ngurah Rai Bali mulai terlihat ramai ketika pemerintah
akhirnya melonggarkan pembatasan. Setelah lama tutup, bagi pulau yang sebagaian
besar orangnya bekerja di bidang pariwisata ini . tak ingin menyia - nyiakan
kesempatan ini, Ikik duduk menunggu panggilan pesawatnya. sesekali melihat
jam dan handphonenya takut panggilan kerja akan menggagalkan rencana liburan
yang telah lama dia pendam. maklum negosiasi alot dengan bosnya beberapa hari
lalu masih mengambang dan satu panggilan kerja sebelum lepas landas akan
meruntuhkan semuanya.
Dia berkeringat di ruang tunggu pesawat yang telah dilengkapi AC. Bukan karena udara yang panas atau pun karena AC di bandar Udara International Ngurah Rai mati, namun karena banyaknya pesan yang masuk di hapenya. setiap kali notifikasi menggetarkan jam di pergelangan tangan kirinya selalu membuatnya bertambah berdebar. Ijin yang masih setengah - setengah ditambah beberapa pekerjaan yang ditinggalkan, dengan kondisi ini cukup dengan satu panggilan ketika sebelum take off mampu membatalkan perjalanan dia.
Tiket menuju Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin sudah di pegang. ada pesan singkat dari Rei yang mengatakan sudah menunggu di penjemputan bandara. sepertinya semua masih sesuai planning hingga sebuah panggilan telepon dari Ibu Susi salah satu koleganya di kantor.
Ruang Tunggu Bandar Udara Ngurah Rai Bali |
"Sedang dimana?" tanyanya singkat. sepertinya mendengar suara informasi penerbangan di Bandara.
"Sedang di bandara bu, sudah mau boarding, ada yang bisa dibantu bu?" suaranya sedikit gemetar, ada rasa takut disana.
"Hmm, mau tanya perihal soal klien yang kemarin sih. hari ini ya ambil cutinya?" Tanya Bu Susi
"Iya bu, sudah dapat ijinnya. sepertinya beberapa hari ke depan juga tidak ada sinyal bu." Jawab Ikik dengan keraguan. dia tahu di titik ini bu Susi sangat berpotensi membatalkan liburannya, seminimalnya dia berpotensi untuk mengganggu liburan yang telah dia planning.
"begini kik, sebelum ndak ada sinyal saya minta tolong untuk analisa segera dikirim ke saya? jadi nanti tidak ada beban sewaktu kamu tidak ada sinyal" Bu Susi memberikan instruksi.
"Baik bu, nanti akan saya kirimkan data analisanya." jawab ikik yang sebenarnya terlihat berat hari.
"Oke, terima kasih, saya tunggu ya hasilnya" jawab bu Susi dan dia menutup telponnya. Ikik langsung melihat jam boarding pada tiket pada pukul 10.20 WITA, kemudian melihat jam pada tangan kirinya sudah pukul 10.00 WITA. tidak lama panggilan untuk boarding pun datang. Terlihat raut wajah yang masih kesal sebenarnya tapi ada sedikit perasaan lega karena seminimalnya liburan yang telah dia rencanakan tidak gagal.
Penerbangan dari Bandara Udara Ngurah Rai sebenarnya ada beberapa pilihan untuk menuju Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin. Namun paling fleksibel adalah dari maskapai Wings Air karena memberikan cukup banyak jadwal dalam sehari. Memang Bandar Udara yang berada di kota Bima ini tidak terlalu besar, begitu pula landasannya yang tidak terlalu panjang. jika menggunakan penerbangan langsung, maka dibutuhkan waktu sekitar 2 jam dari Bali menuju Bima.
"Bang, sudah take off" chat Ikik pada bang Rei untuk terakhir kalinya sebelum dia kemudian mengganti mode pesawat pada Handphonenya. lalu ketika pesawat sudah benar - benar take off, dia tertidur. tak ada apapun yang menarik selama penerbangan 2 jam bahkan jika dia duduk di samping jendela pesawat terbang. Kemudian suara pemberitahuan pramugari untuk menegakkan kursi, membuka jendela, dan lain sebagainya karena waktu mendarat sudah dekat membangunkannya. dia melihat padang rumput kuning yang luas di bawah, beberapa hitam legam bekas terbakar. bahkan masih ada beberapa tempat yang mengeluarkan asap. beberapa tempat masih hijau dan seketika pesawat berbelok menembus sedikit awan.
Sesaat sebelum mendarat di Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin, kita akan disajikan dengan pemandangan unik ladang garam yang berada disekitaran landasan pacu. pesawat akan terbang diatasnya sebelum pada akhirnya benar - benar mendarat di landasan. pada siang hari, ladang garam yang terisi oleh air dan garam yang mulai terbentuk akan sangat indah terlihat dari dalam pesawat terbang. pantulan cahaya matahari oleh air yang berada pada petak ladang garam ditambah warna putih garam yang mulai terbentuk menjadikannya seperti kaca sehingga memberikan pemandangan menyejukkan. Tidak lama kemudian pesawat akhirnya benar - benar mendarat dan berhenti dengan aman. Tidak banyak penumpang, mungkin karena ketentuan rapid test dan lain sebagainya membuat orang sedikit malas untuk bepergian.
Keluar dari pesawat terbang, udara Bima benar - benar jauh berbeda dengan Bali. Terpengaruh oleh panas matahari yang terpantul dari ladang garam menjadikan udara terasa sangat panas. Sambil membawa tas kecil berisi laptop Ikik bergegas masuk ke dalam Gedung Bandara.
"Bang, udah mendarat dan sampai di Bandara." Ikik mengabari Bang Rei dari pesan singkat.
"Oke bang, saya tunggu di depan" balas bang Rei dalam pesan singkat.
Bandara ini tergorong kecil tapi cukup. walaupun terlihat dari beberapa orang cukup mengganggu karena pada saat sedang menunggu barang dari bagasi sampai, beberapa orang sudah mendekati Ikik menawarkan transportasi dan penyewaan kendaraan pada Ikik. Beberapa kali Ikik berkata tidak dengan mengangkat tangan kanannya namun orang - orang tersebut tidak juga menyerah. ketika tas semi carrier Ikik akhirnya datang, dia segera mengangkatnya dan bergerak ke pintu keluar bandara. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan bang Rei, melihat hal ini orang - orang langsung menyerbu seperti serigala yang mendapatkan mangsanya. Beruntung Ikik segera melihat bang Rei yang menuliskan namanya di sebuah kertas kecil.
Landasan Pacu Bandar udara Sultan Muhammad Salahuddin Bima |
Gedung Bandara |
"Bang Rei!" teriak Ikik dan sontak melihat hal tersebut kerumunan yang melancarkan serangan itu mulai bubar. Ikik berjalan ke arah bang Rei dan mereka pun berjabat tangan. Sepatu gunung dia kenakan dan tentu saja jaket outdoor. sangat khas untuk orang yang suka berkegiatan di alam. bang Rei akan menjadi manusia yang akan menemani Ikik dalam petualangannya.
"Seperti artis rasanya bang, keluar dari gedung langsung dikerumuni wartawan." ucap Ikik menjelaskan situasi yang baru saja terjadi padanya.
"Iya bang, seharusnya memang diberi pembatas atau peraturan tertentu untuk penyedia jasa transportasi agar tidak semrawut mencari penumpang. Apalagi di Bandara." kata Bang Rei menjelaskan pendapatnya.
"Sudah makan bang? kita kan masih jauh ke Calabai, mau makan dulu? saya juga sedang mau bereskan sedikit kerjaan bang." Ajak Ikik. masih terbebani dengan request bu Susi. dalam perjalanan selanjutnya dia juga tidak yakin apakah sinyal dapat mendukung. sehingga keputusan yang tepat untuk menyelesaikan pekerjaannya sebelum dia akan sulit dihubungi.
"Boleh bang hayuk, motor saya di depan sana dekat warung makan". bang Rei mengangkat tas semi carrier Ikik dan segera berjalan keluar areal parkir Bandara. Ikik mengikutinya dari belakang.
Satu hal yang unik dari bandara - bandara kecil adalah letaknya yang sangat dekat dengan jalan utama. bahkan lebih terlihat seperti terminal bus walaupun yang terparkir di belakangnya adalah pesawat terbang. dari Jalan utama tersebut bahkan terlihat pesawat yang baru saja digunakan Ikik untuk sampai di Bima. Ikik memperhatikan orang - orang yang kali ini sudah mulai masuk ke dalam pesawat yang telah mengantarkannya tersebut. Menyeberangi jalan utama di depan Bandara, terdapat warung - warung yang menyediakan berbagai jenis makanan. Soto, Bakso, Ikan bakar, Ayam goreng dan lain sebagainya. Bang Rei memarkirkan motornya dibawah salah satu pohon di dekat salah satu warung tersebut dan mereka berdua duduk di warung tersebut. ada asbak dan kopi yang sepertinya bekas bang Rei minum sembari menunggu Ikik landing.
Ini adalah kali pertama Ikik bertemu dengan bang Rei setelah berkenalan di forum pendakian. Bang Rei dan tim mengelola guiding pendakian gunung Tambora. Kondisi pandemi Covid 19 memang membuat pendakian sempat tertutup cukup lama. selain itu permasalahan kebakaran yang sempat melanda gunung Tambora juga mempengaruhi jalur pendakian. Namun itu masih cerita lain, dari posisi Bandar udara Sultan Muhammad Salahuddin menuju basecamp di Calabai masih membutuhkan waktu sekitar 4 jam. sehingga sebelum itu, akan menjadi perjalanan yang cukup panjang menuju basecamp.
Mereka berdua segera memesan makanan. sembari menunggu, Ikik membuka tas kecilnya dan mengelurakan laptopnya. Pekerjaan masih menghantui liburannya, namun lingkaran pekerjaan dan liburan adalah hal yang selalu berjalan paralel di hidup Ikik. Tanpa bekerja, maka tidak akan ada liburan bahkan pendakian gunung walaupun sejak 2018 dia sudah sangat menghindari pendakian di pulau Jawa. satu lagi cerita lain tentang dunia pendakian di Indonesia.
Melihat bagaimana penampilan bang Rei yang cukup kekar dengan penampilan sederhana membuatnya cukup yakin secara kemampuan pendakian bang Rei. Pengalaman buruk dengan beberapa guide pada pendakian lalu membuatnya lebih waspada dalam memilah guide. bahkan dengan seluruh barang yang disediakan oleh tim dari bang Rei dan bang Irfan, Ikik masih membawa hampir seluruh barang untuk survival pribadinya. alih - alih memasrahkan seluruh jaminan hidupnya pada orang yang baru saja dia temui. Lagipula dengan seluruh pengalaman ikik di dunia pendakian, bukan hal yang susah untuk mendaki secara mandiri. Namun teman berbicara dan berbagi cerita di pendakian adalah hal yang lain jika harus mendaki sendiri. selain itu masalah safety juga lebih terjamin jika mendaki lebih dari 1 orang saja.
pengalaman buruk itu datang ketika teman pendakian yang menawarkan pendakian ternyata memiliki kondisi yang kurang mampu untuk menemani Ikik berjalan. untuk kelas orang kantoran, Ikik cukup rajin menjaga staminanya sehingga ketika datang waktu dan kondisi yang tepat untuk berpetualang, kondisi tubuh bukan menjadi penghalang. Tentu saja itu sebuah modal murah bagi pegawai kantoran yang lebih susah untuk mencari waktu dan modal dalam berpetualang. menyempatkan 30 menit setiap hari untuk berolahraga bukanlah halangan untuk Ikik.
Kembali ke cerita utama petualangan Ikik, ah bahkan masih belum dimulai. Bang Rei masih menikmati makanannya dan dilanjutkan dengan menyalakan sebatang rokok sambil memesan satu lagi kopi. sedang Ikik di depan laptop yang sedang terbuka dengan raut wajah pusing membuka beberapa program excel. Es susu sudah berada di sampingnya namun makanannya masih utuh belum disentuh.
"Bang, kita kira - kira berapa lama sampai di Calabai?" tanya Ikik yang memulai pembicaraan. membiarkan bang Rei menunggu sepertinya sedikit mengganggu untuknya.
"Sekitar 4 jam bang, santai saja bang, disana sudah disiapkan oleh tim jadi tenang saja." jawab bang Rei.
"Aku harus menyelesaikan ini dulu bang, mungkin kita berangkat sekitar jam 2 Siang bang." Ikik kembali fokus pada laptopnya.
"Oke bang, aman, tamu selanjutnya masih seminggu lagi, jadi abang tamu kita pertama setelah kejadian kebakaran dan disusul pandemi Covid 19 itu bang. ada sih pendaki lokal atau pendaki lain yang tidak daftar dari tim kami." Kata bang Rei menjelaskan. kemudian mereka berdua mengobrol banyak hal tentang pengalaman pendakian yang pernah mereka lakukan. secara status, Ikik memang sebagai tamu dari bang Rei, namun secara pengalaman, sepertinya masih jauh unggul Ikik dengan berbagai pengalaman pendakiannya baik di gunung - gunung di Jawa dan di luar jawa.
Hal ini akhirnya lebih menenangkan bang Rei sendiri karena meringankan bebannya. di sisi lain Ikik juga merasa tenang bang Rei merupakan guide yang mudah diajak berbicara. satu kesepakatan yang mereka sepakati adalah untuk saling terbuka satu dengan lainnya. begitulah awal cerita petualangan Ikik dengan bang Rei bertemu. ketika Seluruh pekerjaan dirasa sudah teratasi, pukul 14.00 WIB Ikik dan bang Rei sepakat untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju Calabai.
"Mau pakai helm tidak bang?" tanya bang Rei sembari menunjukkan helm unik tanpa kaca helm. hanya ada kacamata disana.
"Tentu saja pakai bang, perjalanan 4 jam loh." jawab Ikik sedikit terkaget dengan pertanyaan dari bang Rei padanya.
di luar jawa, lalu lintas tidak terlalu ketat dan bahkan bisa dikatakan sangat longgar. semakin ke timur, maka hampir kendaraan yang berada di luar kota besar tergolong kendaraan yang kurang standar. begitu pula motor supra 100 cc bang Rei yang meningatkan Ikik pada motor pada masa - masa kuliahnya. Sebenarnya Ikik harus berangkat dari bandara dengan menggunakan bus menuju terminal manggalewa barulah di titik itu bang Rei akan menjemputnya. Namun bang Rei memilih menjemput Ikik lebih jauh 2 jam mengingat Ikik yang memiliki waktu libur sangat terbatas. Sehingga paket liburan yang seharusnya bisa dihabiskan untuk mengunjungi pulau Satonde yang berada di utara gunung tambora pun harus sirna.
Perjalanan menuju Calabai merupakan perjalanan yang sangat panjang dan pada dasarnya menggunakan motor akan sangat melelahkan. Bang Rei meletakkan tas semi carrier Ikik di bagian depan dan mengikatnya sehingga tali tas tidak akan mengenai knalpot maupun mesin dari motornya. matahari masih tinggi tapi kami berdua sadar dengan jarak tersebut, kami akan sampai pada saat malam. sehingga kami sempatkan untuk membeli air mineral terlebih dahulu dan mungkin akan berhenti sejenak di dompu untuk sekedar melepas lelah.
Udara panas seakan mulai menghilang ketika bang Rei mulai memacu motor dan terlihat Ikik mulai menikmati udaranya. tampak di sisi kanan jalan ladang garam yang sangat luas. beberapa pekerja terlihat mengangkut karung berisikan garam dan diletakkan di pinggir jalan utama untuk selanjutnya dibawa oleh pengepul. pada beberapa bagian lain ada penggembala sapi yang berjalan di pinggir jalan. Suasana khas pulau Sumbawa yang bahkan tidak akan ditemui jika berada di daerah barat Indonesia khususnya pulau Jawa. disini kehidupan tampak jauh lebih sederhana dan waktu tampak berlalu dengan lebih lambat. Suasana yang sangat disukai oleh Ikik. aroma rerumputan musim panas dan bahkan melihat bagaimana anak muda memacu motornya dengan kencang di jalanan kecil ini. disini motor supra 100 cc pun bisa menjadi motor balap tergantung bagaimana pengendara memacu motornya. aroma petualangan.
Motor supra bang Rei tampak sudah tua dengan pijakan kiri yang bengkok. mungkin ada cerita jatuh atau tertabrak. tapi bagaimana bang Rei mengendalikan motornya di jalanan rumit khas pulau Sumbawa membuktikan bahwa bang Rei sudah bersama motor tersebut untuk waktu yang lama. Raut wajah tegang tidak pernah hilang dari wajah Ikik, bagaimana tidak motor supra 100 cc itu digeber dengan kecepatan tinggi di jalanan berkelok yang terkadang sewaktu - waktu ada halangan di depannya. bukan tembok atau kendaraan perkir, namun seekor sapi yang dibiarkan berjalan di pinggir jalan. tanpa pengawasan dan kesigapan pengendara disini, kecelakaan karena menubruk sapi atau hewan ternak yang lain akan tinggi. Namun sekali lagi, ketika Ikik menjadikan hal tersebut pembahasan selama perjalanan panjang mereka berdua, bang Rei menjawab tanpa ragu bahwa kecil prosentase untuk orang menabrak sapi di Sumbawa.
Jalanan yang berkelok seolah tidak pernah berhenti. pada beberapa bagian dari jalanan tersebut sebelum masuk kabupaten Dompu tampak sangat menakjubkan. di beberapa tempat bahkan bisa melihat sisi lain jalan karena belokan yang mengitari beberapa bukit. selain itu dengan tidak banyaknya kendaraan yang berlalu lalang, bang Rei bisa menggeber motornya kencang untuk waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya bang Rei memutuskan untuk berhenti di sebuah kios jagung bakar di sebuah tebing dengan latar belakangnya berupa persawahan. tampak tebing mengelilingi areal persawahan tersebut dan matahari sudah semakin rendah, tertutup beberapa bagian bukit - bukit di sekitar kita.
"bang, kita berhenti dulu bang sekalian istirahatin motor." kata bang Rei memarkirkan motornya di depan salah satu warung yang menjual jagung bakar.
"Oke bang" jawab Ikik.
Mereka berdua sejenak memesan kopi di pinggir jalan. bang rei terlihat menyiram sedikit air pada cakram motornya dan suara mendesis karena pertemuan besi cakram yang panas dengan air. cukup berat memang medan jalanan menuju Dompu apalagi didominasi oleh perbukitan yang mengharuskan bang Rei untuk terus memainkan rem motornya. tebing di belakang sangat indah dengan latar belakang sawah. Ikik mengeluarkan kamera dari dalam tas dan mengambil beberapa foto. ada monyet liar juga di areal ini yang bisamenjadi salah satu obyek foto Ikik.
Persawahan pada saat matahari Terbenam pada Sebelum Dompu |
Setelah merasa bahwa rem motor sudah cukup dingin, bang Rei memasang lampu portabel pada motornya.
"kenapa bang harus ditambahkan lampu portabel?" tanya Ikik yang penasaran melihat bang Rei memasang lampu tersebut melekat pada spion kanan motor.
"Iya bang buat jaga - jaga karena kadang lampu depannya suka mati sendiri kalau terkena jalanan lubang. jadi kita tidak perlu sering berhenti apalagi sepertinya sampai di Dorocanga akan malam." jelas bang Rei.
Ikik melihat penuh nostalgia pada motor tersebut. mungkin kasus yang dialami oleh sebagian besar pengguna motor supra tua yang seringkali memukuli headlamp agar menyala ketika terkena jalanan yang berlubang. setelah semua terpasang dengan baik, bang Rei segera mengangkat kembali tas carrier Ikik dan menatanya di depan seperti sebelumnya dan mereka melanjutkan perjalanan.
sampai di kota Dompu, matahari sudah mulai menghilang. dari sini bang Rei terlihat memacu motornya dengan lebih keras. percakapan antara keduanya sudah mulai jarang dan hanya sesekali bang Rei menanyakan kondisi Ikik atau sekedar Ikik yang menanyakan tentang jalan. Dompu sendiri bukan kota yang besar namun terlepas dari jalanan keluar Bima yang dipenuhi perbukitan, jalan dompu lebih banyak didominasi oleh jalanan datar yang lurus hingga sampai di pertigaan antara menuju sumbawa besar dan Tambora. di Tambora sendiri terdapat 3 jalur pendakian dan mereka akan menuju desa Calabai dimana lokasinya dekat dengan jalur pendakian Pancasila.
Perkebunan Jagung Sepanjang Perjalanan |
Satu hal yang disepakati oleh hampir seluruh pengguna motor Supra adalah kehematannya dalam konsumsi bahan bakar. sekitar 2 jam setengah dari bandara di Bima tepatnya pada pertigaan bundaran cabang banggo barulah mereka mengisi bensin. Ikik sudah berkali - kali melirik jarum penanda untuk bahan bakar yang selalu berada di huruf E, ternyata memang jarum tersebut mati.
"Bagaimana bang Rei bisa tahu kalau bensinya sudah mau habis?" Tanya Ikik setelah melihat jarum yang masih saja menyentuh huruf E walaupun sudah 2 liter bensin masuk ke dalam tangki motor bang Rei.
"feeling bang" jawab bang Rei dengan sedikit tawa.
"Kalau tidak ada tamu atau pendakian sedang tutup, biasanya saya kerja sebagai pengantar barang ke Bima bang, jadinya sudah hafal kira - kira kapan bensin motor sudah habis." jelas bang Rei, kemudian dia menutup jok motor, menata tas dan perjalanan pun berlanjut. mereka berdua kemudian menyempatkan untuk berhenti di sebuah masjid yang tidak jauh dari bundaran tersebut untuk melaksanakan salat.
"setelah ini kita tidak akan berhenti lagi bang karena masuk ke areal taman Nasional susah mencari tempat berhenti yang enak." bang Rei menyalakan motornya sedang Ikik mengangguk mengerti.
setelah itu mereka masuk ke dalam 'bagian Tambora'. begitu sebutan dari bang Rei yang menjelaskan tentang bentuk khas lokasi gunung tambora di pulau sumbawa.
"seperti tanjung yang sangat besar tapi mungkin juga dulu sebelum gunung Tambora meletus besar, bagiannya tersambung dengan pulau mojo dan pulau sumbawanya sendiri." jelas bang Rei
Ikik kemudian membuka google map pada ponselnya. sedikit susah sepertinya mencerna penjelasan tentang topografi pulau sumbawa. memang bukan kali pertama Ikik datang ke pulau Sumbawa, tapi pada bagian jalur tambura memang sangat unik. ketika malam datang dan matahari benar - benar tenggelam, areal yang ebrada di pinggir pantai ini terasa cukup dingin. Jalur lintas Calabai sebutannya untuk jalanan yang mereka berdua lintasi malam itu. banyak sekali truk yang membawa pasir datang dan pergi. beberapa bagian jalan bahkana da yang rusak dan memaksa para pengguna jalan untuk memotong jalur masuk ke dalam jalur pasir di bahu jalan. beberapa bagian memiliki kerusakan parah pada lapisan aspalnya sehingga Bang Rei dan banyak ekndaraan lain harus mengurangi kecepatan pada bagian itu. masih ada cukup banyak kendaraan hinga akhirnya sampai pada Doro ncanga.
Jika berbicara tentang jalur pendakian gunung Tambora, doro ncanga adalah jalur pendakian terpanjang dari beberapa jalur menuju puncak tambora walaupun hanya jalur pancasila yang memiliki akses menuju puncak sejati gunung Tambora. itulah alasan Ikik memilih jalur ini. dari segi tempat wisata, Doro ncanga adalah gerbang Taman Nasional gunung Tambora yang terbilang baru. Taman nasional in baru terbentuk dan diresmikan pada tahun 2015. sebelumnya, gunung tambora terpecah menjadi beberapa bagian seperti cagar alam, suaka margasatwa, dan bahkan tempat berburu. doro ncanga sendiri merupakan padang rumput yang sangat luas. bukan sebuah kebetulan, berdasarkan cerita dari bang Rei, dulunya doro ncanga adalah hutan lebat sampai akhirnya berubah menjadi padang runput karena manusia yang serakah memotong habis hutan tersebut. beberapa bagian bahkan telah berubah menjadi gurun kecil.
di areal sepanjang jalan lintas Calabai itu uniknya sama sekali tidak ada penerangan jalan. bahkan untuk jalur sepanjang itu sangat jarang Ikik melihat rumah warga. hanya lampu portabel dari motor bang Rei yang masih menyayat gelapnya malam. lampu utama motor sudah lama mati entah kapan danbahkan Ikik tidak memperhatikan. dia kemudian melihat kelangit, sebuah faktor yang paling membuat manusia kesulitan melihat bintang adalah polusi cahaya. ketika satu - satunya cahaya datang hanya dari bagian depan motor bang Rei, Lautan bintang di langit tersaji dengan sangat indah. Ikik tak berhenti melihat keatas, terpesona dengan keindahan malam itu. sayup sayup terdengar suara burung hantu di beberapa bagian selain suara mesin 100 cc yang memecah keheningan malam. di sisi kiri merupakan laut, namun tidak kalah unik, di seberangnya adalah bagian dari pulau sumbawa sisi lain. jika di Bundaran sebelumnya berbelok ke kiri, maka jalur yang terlihat dari sisi Ikik itulah jalanan di seberang. sangat berbeda dengan jalan Lintas Calabai yang sedang mereka lalui, jalur utama tampak lebih terang karena lampu jalanan.
sayang sekali artis utama dari perjalanan ini masih belum tampak karena hari sudah malam. sesekali saja ketika berada di tengah doro ncanga terlihat gunung tamora dalam bentuk bayangan hitam. bang Rei menunjukkannya kepada Ikik beberapa kali di perjalanan. Namun itu hanyalah pembuka dari petualangan besar Ikik. sebuah perjalanan yang tidak pernah diduga sebelumnya. sebuah perjalanan yang penuh dengan makna dan arti.
Bersambung...
Next Part II (Klik)
Komentar
Posting Komentar