Terplintirnya Narasi Climate Change

 Saya rasa sekarang ini kalimat Climate Change sudah cukup populer dan diketahui oleh masyarakat. Bukan hanya akademisi maupun praktisi, masyarakat secara umum telah banyak mengetahui. tapi bagaimana arah pemahaman masyarakat? bagaimana media memberitakan? bagaimana arah politik terkait hal ini?


Aku menulis ini untuk edukasi dengan pembahasan seilmiah mungkin namun dengan Penyampaian seringan mungkin sehingga seluruh lapisan masyarakat bisa memahami. aku akan membagi pembahasan menjadi beberapa poin penting:

1. Media dan Masyarakat tentang Climate Change (Postingan Ini)

2. Climate Change Bukan Akhir Maupun Awal Sebuah Tragedi

3. Climate Change Tidak Melulu Tentang Karbon

4. Climate Change 


Terplintirnya Narasi  Climate Change

Pembahasan pertama tentu saja tentang bagaimana sih masyarakat secara umum menarasikan climate change? aku ingin mengulas sedikit tentang climate change atau dalam bahasa Indonesia adalah "Perubahan Iklim". Ulasan pertama adalah tentang bagaimana kalimat "perubahan iklim" bisa berkamuflase untuk menutupi masalah lainnya dan bahkan sempat dicoba menjadi bagian dari justifikasi sebuah kejahatan oleh pejabat tinggi di Indonesia.

Membuat Orang Prihatin Sehingga Melupakan Masalah Utamanya

Berita ini dari News Detik X (1) (link di bawah). "Pernah berjaya pada puncak keemasan tambak udang. Tiba - tiba surut ditelan abrasi dan kenaikan air laut. Di desa ini, di Samudra Jaya Bekasi, episode kecil dari PERUBAHAN IKLIM hadir setiap hari." kalian bisa lihat bagaimana narasi perubahan iklim ini seolah sangat berpengaruh pada desa tersebut khususnya dampak perubahan iklim akibat kenaikan muka air laut. di bagian selanjutnya ada pula kalimat "SDN Samudra Jaya 03 berusaha tegar melawan, membayar tukang untuk menguruk tanah lapang supaya anak anak bisa bermain bola". kalimat yang digunakan membuat orang akan merasa prihatin, namun hal ini akan menutup segala kemungkinan lainnya seperti pola gerak sedimen dan tanah dalam pola ini adalah abrasi dan sedimentasi. Kita Cek Lokasinya:

Lokasi SDN Samudra Jaya 03 (Citra Satelit)

Lokasi SDN Samudra Jaya 03

Aku menggunakan referensi google earth, pada gambar diatas dengan aku berikan tanda lingkaran merah merupakan lokasi SDN Samudra Jaya 03 dimana artikel tersebut dimuat. Mungkin kurang jelas aku berikan gambar ke 2 yang menunjukkan lokasinya. sedikit banyak lokasi ini menunjukkan beberapa fakta seperti:

  • Berada di sebelah sungai Cikeas yang artinya suplai sedimen dari sungai Cikeas akan membantu mempertahankan kestabilan tanah disana untuk melawan Abrasi
  • Terdapat gundukan (semacam tanggul) antara sungai Cikeas dan daerah bantaran sungai atau sekitaran sungai.
  • Berada di sekitaran Tambak

Nah dari sini saja kita bisa menarik beberapa kemungkinan permasalahan yang bisa ditimbulkan secara teknis:

  1. Aku pernah membuat postingan tentang jebolnya sungai Cisadane yang kemudian berdampak pada perubahan arah muara sungai. Hal ini seringkali terjadi yang selanjutnya membuat suplai sedimen berubah. Nah Poin 1 dan poin 2 saja sudah menjelaskan dengan adanya tanggul atau gundukan, maka ada kemungkinan suplai sedimen pada areal tersebut berhenti akibat dikonstruksi tanggul tersebut. satu satunya yang menghambat abrasi dan tanpa ada suplai sedimen, maka abrasi terjadi
  2. Kalian bisa lihat bahwa lokasi ada di tambak yang notabenya tanah disekitar pastinya pada kondisi Jenuh. Pada "Mekanika Tanah" kita belajar bahwa tanah yang jenuh mempunyai daya dukung yang lebih rendah daripada tanah yang kering. sehingga struktur retak, penurunan tanah, dan lainnya juga ada kemungkinan akibat kondisi sekitarnya.
Dari sini saja aku sudah bisa melakukan hipotesa ada beberapa masalah lain yang mungkin terjadi sebelum kemudian melangkah pada pola Climate Change. Namun bisa kalian lihat bagaimana narasi yang dibangun mengkambing Hitamkan Climate Change secara langsung dan dampaknya masyarakat akan teralihkan dengan isu lokal yang kemungkinan terjadi

Sumber Cuan dan Program Absurd Pemerintah

Krisis Iklim kerap kali menjadi alasan untuk pembuatan program yang berbasis lingkungan. Dana yang digelontorkan juga tidak kecil. dengan modal kalimat "Green" atau "Sustainability" kemudian dibumbui "krisis iklim", pola ini menjadi branding walaupun jika ditelusuri akhirnya tetap saja absurd. aku contohkan yang paling nyata dan melekat di kepalaku, masih ingat bapak ini?

Syahrul Yasin Limpo
Source: Wikipedia (2)

yang belum ingat, bapak ini Menteri Pertanian masa Covid 19 sampai akhir tahun 2023. tapi yang menyebalkan yang perlu aku bahas ini:

Kita pergi ke post berita dari Berita Tempo (3) (Link di Bawah) dimana ada pembahasan tentang kegiatan Penas Petani Nelayan XVI Tahun 2023. dia ngomong di Acara itu pada 9 Juni 2023 kayak gini "Acara Penas ini harus menjadi puncak komunikasi emosional kita, bukan sekedar konsepsi atau idealisme belaka. Kita harus siap menghadapi El Nino di masa depan dan menghadapi ancaman krisis pangan global karena cuaca ekstrem dan serangan hama yang meluas". Seperti apa yang aku bilang, ini menjadi pola dalam pemerintahan. Namun beda fakta dimana pada akhirnya beberapa bulan kemudian 12 Oktober 2023, dia menjadi TERSANGKA kasus korupsi di kementerian Pertanian.

Aku membawa ini karena dia membawa el Nino yang pernah terjadi di periodenya untuk kemudian disambungkan dengan krisis iklim (climate crisis) sebagai bagian dari climate change dan terakhir dia menerangkan di sidang pengadilannya bahwa justifikasinya melakukan korupsi perlu juga diingat bagaimana dia menyelamatkan Indonesia dari krisis pangan akibat krisis iklim. Untungnya pengadilan tidak segila itu untuk menyepakati justifikasi ini namun fakta bahwa justifikasi ini muncul dari pejabat tinggi benar - benar memberikan pertanda seberapa mengkhawatirkannya pemahaman tentang climate change di Indonesia.

Kemana Pemahaman Masyarakat?

Walaupun sudah dikenal secara luas, namun ditinjau dari segi partisipasi dan pemahaman masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Faktanya banyak yang beranggapan climate change sebuah wacana angan angan yang terjadi beberapa waktu kedepan dan belum tentu juga terjadi sehingga rasa peduli secara pribadi kurang tumbuh. Ditambah dengan media yang kurang bisa menarasikan secara obyektif serta pemerintah dengan program absurd dalam menerjemahkan mitigasi terhadap climate change. Faktanya kita sedang di periode dimana climate change terus terjadi dan tanpa kesadaran masyarakat, media yang menginformasikan dengan objektif, dan pemerintah dengan regulasi yang tepat, ah. Sejauh ini aku rasa Indonesia langkahnya masih berat dan jauh dalam hal ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembuatan Alat Tanam Hidroponik dari Botol Bekas

Malinformasi Narasi Selamatkan Raja Ampat

Panduan Pendakian Santai Gunung Takao