Dandelion

Dandelion, putih dan berterbangan bibitnya dari bunganya.

Aku mungkin salah jalan, salah melangkah. Terlalu cepat tersenyum. Kini mungkin aku sedang di pantai. Gelombang pertama yang terjadi masih bisa kutahan. Tapi datang pula gelombang kedua, membuat tubuhku terhempas. terjatuh, terluka dalam. Sosok itu, ada temani aku yang sedang menggelepar di tanah. membuatku terasa nyaman. aman.

Perih itu kini semakin menjadi, apa kalian seperti dandelion? Satu demi satu pergi. terhempas, menyisakan aku yang tertatih berusaha tegap berdiri. Hingga layu dan terbunuh waktu. Sosok itu masih menemani. Menjaga mimpi, menjaga malam. Sempat kupaksa diri ini, tersenyum di tengah dingin, ketika rembulan dan bintang tak tampak.

Aku takut, ketika aku telah sendiri, mereka lepas dari dandelion itu, Aku hanya tersisa sebatang tubuh yang kemudian layu dan mati. Mungkin ini yang terjadi ketika cinta itu kuanggap tak salah. Sahabatku itu bilang tak masalah. Berikanku harapan tentang dirimu. Tapi dirimu bilang jangan, wanita itu, sahabatmu, ada di belakangku. Kini aku terapung - apung oleh setiap kalimamu. Perasaanku murni, tapi kepercayaanku masih penuh kabut. Takut, ketika kubenar - benar melangkah, ternyata ku salah membaca hatimu.

Bayanganku kelam. kadang suara - suara berbisik ringan, masa lalu itu kembali menghantui. Aku sadar sebenarnya aku tak senidiri. Aku, dandelion, masih ada rumput di sekitarku. Mereka mungkin tak seperti dandelion yang pergi, tapi aku taruh beribu percaya pada mereka.




Aku hanya berharap, dandelion itu mau mengerti. Dandelion mau terima ketika aku bersamamu. Dan berakhir bahagia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Lembah Shosenkyo, Jungle Track, Air terjun, dan Rope Way

Kawaguchiko, Fuji, dan Momiji

Mengapa Analisa Keruntuhan Bendungan Cirata dan Jatiluhur Begitu Kompleks? Bahkan Bisa Membutuhkan Ratusan Skenario yang Perlu untuk Dimodelkan