Bendungan dengan Inti Aspal Tidak Selalu Berakhir "Murah". Mengulas Asphaltic Concrete Cores for Embankment Dams Karya Kaare Hoeg, 1993 Sub Bab 6.2

 Bendungan dengan inti aspal menjadi salah satu alternatif tipe bendungan yang bisa diimplementasikan dan bahkan di Indonesia sendiri, Bendungan dengan inti aspal telah dilaksanakan di Bendungan Tamblang dan selesai pada tahun 2023 yang lalu. Tapi aku tidak akan membahas secara spesifik tentang bendungan Tamblang, namun aku akan sedikit mengulas dari diskusi dan pernyataan yang menyatakan bendungan Inti Aspal menjadi lebih "Murah". tentu saja dari kacamata engineering, terkadang akan memberikan konflik terhadap politik, sehingga harap bijak dalam membahas ulasan ini dan cermati dengan seksama.

Skema Bagaimana Ketersediaan Material Bisa Mempengaruhi Harga Aspal Concrete pada Bendungan Inti Aspal

BAB 6.2. Karya Kaare Hoeg, 1993

Merujuk langsung pada buku karya Kaare Hoeg tentang Asphaltic Concrete Cores for Embankment Dams yang diterbitkan pada tahun 1993, terdapat pembahasan yang cukup detail dari penggunaan dan bahkan proses desain untuk bendungan dengan inti aspal. tentu saja selain rujukan ICOLD, seringkali buku ini menjadi rujukan lain yang bisa digunakan. lalu jika melihat pada SUB BAB 6.2. disitu membahas Asphaltic Concrete Mix Design and Properties. aku akan menceritakan secara singkat sebelum masuk ke dalamnya. jadi penyusun dari inti aspal untuk bendungan secara umum terbagi menjadi:

  1. Bitumen
  2. Filler
  3. Agregat (Kasar dan Halus)

kemudian dengan komposisi agregat dan filler secara grain size biasanya mengikuti komposisi dari Fuller's Gradation Curve. pada buku dijelaskan telah dibuat 3 gradasi yang berbeda dengan gradasi agregat nomor 1 mengikuti Kurva Fuller, kurva 2 dan 3 tidak mengikuti kurva fuller untuk bitumen content yang sama sebesar 6.2%:

Fuller's Gradation (1); Curve Material 2 (2); Curve Material 3 (3)
Sumber: Kaare Hoeg, 1993, halaman 60

Pengujian selanjutnya dicoba dengna menggunakan 3 tipe gradasi seperti gambar diatas dari hasil yang ada ternyata hasil menunjukkan bahwa gradasi 3 susah untuk dipadatkan dengan void 3% sehingga semakin jauh dari Fuller's curve, maka hasil akan semakin lolos air, lebih rapuh, dan mempunyai kekuatan yang lebih rendah. artinya rekomendasi pertama yang muncul adalah:

Agar mendapatkan hasil yang maksimal (lebih kedap air, kekuatan lebih tinggi, kokoh, dan mampu menahan beban terbesar), penentuan gradasi direkomendasikan untuk mengikuti Fullers curve.

Pada bagian selanjutnya juga dijelaskan bahwa semakin jika pada kondisi kurva material 3, untuk mendapatkan aspal beton yang kedap air, dibutuhkan tambahan bitumen yang signifikan. 

Kondisi Material Lapangan VS Fuller's Curve Bisa Menggugurkan "Lebih Murah"

ini adalah bagian dari relativitas dari kata "MURAH" yang menjadi inti artikel ini. ditinjau dari bagian sebelumnya, kurva fuller menjadi syarat yang direkomendasikan karena pada prosesnya gradasi material tersebut harus sesuai dengan kurva tersebut atau hasilnya tidak akan memuaskan. lalu kondisi murah ini bisa terjadi apabila material yang ada di lapangan (dari sumber material seperti tambang pasir dll) harus sesuai ketika dilakukan gradasi dan jika ketersediaan material di lapangan tidak sesuai, ini akan menjadi masalah baru.

Material paling murah adalah material yang diambil di lokasi proyek karena akses yang lebih pendek dan umumnya biaya produksi lebih ringan. namun jika material yang ada di lokasi tersebut tidak sesuai dan harus mengambil dari sumber lain (diluar proyek) maka material tersebut akan menjadi lebih mahal. hal inilah yang bisa menaikkan harga inti bendungan. karena itu relatif lebih "MURAH" akan gugur jika ternyata material setempat tidak sesuai dengan kriteria grafik Fuller setelah dilakukan gradasi.

Pilihan lainnya tentu saja di bagian selanjutnya dimana bisa dilakukan dengan menambah bitumen, namun tentu kembali ke faktor penambahan bitumen dalam bentuk prosentase akan menambah biaya dan harga inti aspal tersebut.

Berlanjut ke Bagian II

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Lembah Shosenkyo, Jungle Track, Air terjun, dan Rope Way

Kawaguchiko, Fuji, dan Momiji

Mengapa Analisa Keruntuhan Bendungan Cirata dan Jatiluhur Begitu Kompleks? Bahkan Bisa Membutuhkan Ratusan Skenario yang Perlu untuk Dimodelkan