5 Orang Lagi sampai puncak (BEROX In the hoy) Part 5


            Selangkah demi selangkah, nampak lampu kota lumajang yang seperti bintang – bintang dari kejauhan. Kini kondisi fisik kami yang terus berjalan dari tadi mulai terkuras. Baru kusadari juga bahwa jalan mulai naik dengan cukup curam sehingga menandakan bahwa kita telah melewati watu gede. Apalagi cuaca yang mulai berangin dan suhu yang semakin malam semakin turun.
            Ternyata fisik teman – temanku khususnya gahtan jauh dibawah apa yang aku perkirakan. Dia merengek untuk istirahat dulu. Karena tempat dan kondisi masih belum memungkinkan, kami mengerahkan sedikit lagi tenaga kami untuk berjalan sedikit ke atas sehingga kami bisa menemukan sebuah tempat yang cukup datar untuk kami istirahat. Seingatku ada tempat dimana ada guci yang agak datar disana. Kami menyebutnya pos guci. Itu sebenarnya yang ingin aku capai bersama teman – teman untuk tempat kami beristirahat. Tapi ternyata kondisi fisik kami kurang memungkinkan untuk mencapai tempat itu, sehingga kami duduk dan berusaha tidur di tengah jalan setapak yang kami lewati.
            Dingin mulai mendera, aku kenakan jaketku. Memang aku sudah memperingatkan mereka bahwa tempat yang kami tiduri ini akan sangat dingin karena angin berhembus cukup kencang disini. Tapi mereka memaksa, dan aku pun hanya menuruti mereka. Tetes air hujan mulai membasahi, melewati jaketku. Terkadang ada air yang masuk mengenai kulit dan dingin rasanya. Tapi tetap aku perintahkan diriku untuk beristirahat. Mencoba memaksa mata ini untuk terpejam. Dan tak butuh waktu lama, segera aku pergi ke alam mimpi.
---------------
            Sebuah tangan menggoyang tubuhku. Ternyata Dhimas membangunkanku karena haus. Memang sebagian besar persediaan air kami ada di tas carrier yang kami bawa. Kemudian Dhimas turun ke Anshor yang sedari tadi membawa tas carrier menggantikan aku sewaktu potong kompas. Kulihat jam tanganku. Pukul 11.30, kami tertidur satu jam setengah. Tampak di bawah kami, sorot lampu. Dan jelas lampu – lampu itu adalah lampu senter karena terus saja bergerak. Tapi anehnya, lampu itu terbagi menjadi 2 kelompok dengan 2 arah yang berbeda. Entah apa yang terjadi di bawah kami, yang jelas kami cukup tenang karena menandakan bahwa kami tak sendirian di gunung itu.
            Satu demi satu kami mulai bangun, sekali lagi Gahtan yang daritadi tidur mulai menggigil kedinginan. Memang hal itu sudah aku perkirakan karena lokasi kita dan kami yang tidak bergerak akan membuat kami lebih dingin lagi. Aku relakan jaketku dan aku hanya mengenakan raincoatku dan selembar kaos saja.
            Kami mulai berdiskusi lagi. Aku mengusulkan untuk kita lebih naik lagi menuju pos guci karena cuaca yang sepertinya akan lebih tidak bersahabat lagi. Akhirnya mereka mau dan kami pun bergerak. Jalanan berpasir dan berbatu masih kami lalui walau pelan – pelan dan cukup santai. Kemudian kami masuk ke dalam hutan. Tumbuh – tumbuhan lebih rapat disini daripada saat kita tidur tadi sehingga angin tidak terlalu kencang disini. Air hujan pun juga tidak terlalu deras menimpa kami. Hanya beberapa tetes saja karena sebagian terhambat oleh rindangnya pohon – pohon di atas kepala kami.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Lembah Shosenkyo, Jungle Track, Air terjun, dan Rope Way

Kawaguchiko, Fuji, dan Momiji

Mengapa Analisa Keruntuhan Bendungan Cirata dan Jatiluhur Begitu Kompleks? Bahkan Bisa Membutuhkan Ratusan Skenario yang Perlu untuk Dimodelkan