Pendakian Argopuro Part 5 (pulaang)

Rabu, 17 April 2013


Suara teriakan beberapa orang di sekitar tenda kami membangunkanku pagi itu. Aku segera terbangun dan membangunkan Bimo yang saat itu sedang tertidur begitu pulasnya. Memang sudah menjadi rencanaku untuk pergi ke Danau lagi untuk mengambil foto – foto suasana sunrise di danau taman hidup. Tapi sial banget, sudah pukul setengah 7 pagi ketika aku bangun waktu itu. Bimo yang masih malas – malasan di dalam tenda pun aku tinggal karena ingin segera berfoto – foto ria di hari terakhir ini. Untungnya juga ada mas Dhimas (mas Jawa) dan Suryo, Dwi, dan Saprul juga yang ingin ke Danau juga.
Jalanan menuju Danau tetap seperti sebelumnya, becek penuh dengan lumpur, tetapi tidak aku perdulikan, bahkan aku setengah berlari melewatinya. Benar saja, matahari sudah cukup tinggi diatas kami. Tetapi masih ada momen kabut tipis diatas Danaunya yang menjadi incaranku saat itu. Dengan cekatan satu dua foto aku ambil. Yang lain juga demikian sama denganku. Beberapa anak Surabaya yang juga bermalam di camp kami semalam juga ikut berfoto sambil mereka mandi dan mengambil air.
Tak beberapa lama Bimo datang dengan tubuh besarnya serta gayanya yang sok cool itu. Sambiltersenyum dia kemudian minta foto juga. Pose yang lucu dengan dua tangan keatas sambil naik sebilah kayu sisa – sisa papan kayu menuju dermaga yang sekarang tinggal kayu pinggirannya saja. Momen yang indah mungkin ketika papan kayu itu masih utus sehingga kami bisa dengan mudah menuju dermaga tanpa kesulitan yang berarti.
Anak – anak dari Surabaya akhirnya selesai dan pergi ke camp meninggalkan dermaga dan danau taman hidup. Karena kondisi dermga yang kosong, akhirnya aku dan Bimo memutuskan untuk menuju dermaga untuk berfoto – foto ria di dermaga itu. Benar saja, dengan background danau yang diatas airnya tampak kabut tipis yang begitu indah. Hingga saat asik sedang berfoto – foto ria terdengan sedikit samar tetapi terekam jelas di otakku suara seperti auman harimau. Memang daerah ini masih alami dan banyak satwa yang hidup apalagi berdekatan dengan hutan basah yang terkenal menakutkannya.
Puas berfoto – foto ria kami memutuskan untuk segera kembali, sarapan dan packing untuk perjalanan pulang menuju desa Bermi. Kami bergegas karena tak sabar untuk pulang. Rasa rindu dengan rumah sudah menjalar ke seluruh tubuh. 5 hari di gunung memang bukan hal biasa. Perlu mental yang benar – benar kuat dan kami sudah melakukannya disini.
Sekitar pukul 9 kami segera berjalan menuruni gunung argopuro. Turunan yang sangat curam. Apalagi ditambah jalanan yang cukup licin. Tetapi kami terus berjalan dan berjalan menyusurinya. Mas Dodi sudah sangat jauh di depan kami. Akhirnya karena tidak tahan, aku memutuskan untuk berlari menuruni jalanan itu. Melompat – lompat seperti orang kesurupan dan berteriak seperti monyet hutan. Hahaha. Di belakang ku hanya ada Bimo dan Suryo yang sanggup mengejar gerakanku yang gila ini.
Sesekali kami berhenti untuk sekedar beristirahat dan mengambil nafas. Kemudian kembali berlari seperti sebelumnya. Beberapa kali terkena ranting dan pepohonan berduri aku hiraukan. Kami bergerak sangat cepat bahkan sanggup menyusul mas Dodui yang sedari tadi jauh ada di depan kami. Dia memasang beberapa pita – pita berwarna ungu sebagai tanda jejak. Kami sempat beberapa kali bergerak dan ketika mulai melihat mas dodi kami beristirahat sejenak. Kemudian kembali berlari seperti sebelumnya. Hingga kami tak lagi bisa melihat mas Dodi karena tak lagi bisa mengejar kecepatan berjalan dari Mas Dodi. Benar – benar orang yang mengagumkan.
Perjalanan kami terus lanjutkan, beberapa kali juga kami harus terpeleset. Kini jalanan tidak turun securam sebelumnya. Bahkan kami sudah bisa melihat kampong – kampong dan areal kebun mili penduduk. Benar – benar mengagumkan. Di belakang kami adalah gunung argopuro yang sangat mengagumkan dan didepan kami adalah sebuah peradapan manusia yang dibangun dengan kecerdasan manusia itu sendiri. Lama kami berjalan akhirnya kami sampai di kebun milik penduduk. Sebuah jalan setapak yang kecil yang kami lewati tadi kini berubah menjadi jalan berbatu yang cukup luas. Bahkan untuk sekali ini bunyi kendaraan motor pun aku rindukan. Aku tersenyumk ketika salah seorang penduduk yang menaiki sepeda motornya lewat di depanku.
Kami sempat beristirahat di sungai kecil untuk sekedar membasuh muka. Kemudian kembali melanjutkan perjalanan kami mencari mas Dodi. Hingga kami bertanya pada beberapa orang penduduk tentang seorang pendaki yang berambut gondrong memakai kacamata. Beberapa penduduk malah tertawa ketika kami bertanya. Tetapi kami akhirnya sampai di sebuah warung makan yang ada disamping jalan. Jalanan aspal memang sakit ketika dibuat berjalan diatasnya daripada berada di tanah, tetapi bahkan aku merindukan jalanan aspal yang keras ini. Setiap langkah aku nikmati walaupu berat.
Kami langsung bersih – bersih diri di sebuah sungai tak jauh dari tempat itu. Kemudian kami memesan makanan dan tak lama juga teman – teman yang lain yang berada jauh di belakang kami sampai di tempat kami. Walaupun kami tidak bisa pulang bersama mereka dan harus pulang duluan karena Bimo yang ada suatu urusan, kami tetap senang. Kami sedikit mengucapkan perpisahan kepada sahabat – sahabat kami. Sekali lagi momen yang indah.

LUMAJANG, Aku.. pulang…..

THE END



Thanks for :           Mak Bapak Gue yang jadi motivasi gue
                               Tokonya kang Udin yang tokonya gue rampok buat bekal
        Sahabat gue Bimo
                                Orang yang mengajarkan banyak dan mempertemukan kami Kang Dodi
                                Kakak yang jalannya cepet banget di gunung Mas Jimmy
                                Satu satunya orang Jakarta yang bisa Bahasa Jawa Mas Dhimas (Mas Jawa)
                                Orang yang selalu tertawa kalau naik gunung Mas Gembel
                                Agak pendiem tapi kalau jalan gila cepetnya Suryo
                                Ternyata loe masih adik kelas gue, tapi udah bisa sampai akhir dengan selamat Dwi
                                Koplak, agak ceroboh, rajin juga sih, Tapi lucu banget tingkahnya Saprul

Buat nama yang selalu gue tulis di setiap gunung. Makasih udah bisa nemeni gue meski gue kaya gini dan meski akhirnya kita pisah gini. Semoga loe bahagia dan dapet yang lebih baik.

THANKS ALL


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Lembah Shosenkyo, Jungle Track, Air terjun, dan Rope Way

Kawaguchiko, Fuji, dan Momiji

Mengapa Analisa Keruntuhan Bendungan Cirata dan Jatiluhur Begitu Kompleks? Bahkan Bisa Membutuhkan Ratusan Skenario yang Perlu untuk Dimodelkan