Mahameru Lagi (Part 3 - menuju puncak)
Jum’at, 28 Juni 2013 – Sabtu 29 Juni 2013
Dingin
menjadi teman tidur kami malam itu. Tetapi beberapa suara sudah mulai terdengar
diluar tenda kami. Tenda yang kami bawa memang cukup besar dan mampu memuat ke
13 anggota yang tersisa. Malam itu kami memaksimalkan jam tidur kami yang cukup
singkat dengan cukup baik dan hasilnya kami bangun cukup segar sekitar pukul
23.30. kecuali Tyas yang masih tidur karena dia memutuskan hanya sampai
kalimati saja. Awalnya cukup berat meninggalkan Tyas di kalimati sendirian,
akan tetapi karena kondisi, dia kami tinggalkan dan aku titipkan pada beberapa
pendaki lain yang malam itu tidak naik.
Setelah
mempersiapkan diri kami masing – masing dan mengenakan segala pakaian hangat
serta jaket kami, kami pun mengawali pertarungan dan perjuangan ini dengan
berdoa bersama. Beberapa pendaki lain tampak sudah berangkat dan menembus gelap
malam dengan senter mereka di belakang kami. Usai berdoa, kami berteriak
meneriakan yel – yel yang memecah heningnya kalimati malam itu. Kami siap, kami
kuatkan hati kami, kami berjuang.
00.00
WIB kami berangkat dari kalimati. Selangkah demi selangkah kami menembus malam
sembari memegang senter yang menjadi senjata utama kami menghadapi perjuangan
kali ini. Sempat sesekali berhenti untuk mengambil nafas dan minum seteguk air.
Ternyata langit masih berkompromi pada kami, bintang – bintang indah menghiasi
langit malam itu. Menambah semangat kami karena sepertinya tak aka nada badai
yang menyulitkan kami malam ini. Sempat pula kami mendahului beberapa pendaki
lain. Dan luar biasa cepatnya kami sampai di arcopodo lebih cepat dari dugaan.
Ternyata
kami memulai terlalu cepat, setelah jalur sebelum arcopodo kami lalui. Kami
mulai terpecah – pecah setelahnya. Kami terbagi menjadi 3 tim kecil. Di depan
dipimpin fauzi, di tengah ada aku dan di belakang ada Bimo dan mas Rega.
Semakin tinggi, udara semakin tipis dan kami semakin sulit mengambil nafas.
Akhirnya kami sampai di batas vegetasi gunung semeru. Batas antara daerah yang
di tumbuhi pepohonan dan daerah yang tidak ditumbuhi pepohonan.
Kami
memutuskan untuk menunggu tim belakang sebelum kami mulai meninggalkan batas
vegetasi dan memulai pertarungan berat kami semua. Tak beberapa lama, semua
sudah berkumpul, kecuali mas Rega yang ada di belakang Bimo. Dia tidak bisa
bergerak secepat kami tetapi nanti akan menyusul kami. Akhirnya kami pun
berangkat. Jalan batas vegetasi dibatasi oleh jalan yang hanya selebar satu
meter dengan beberapa memoriam (seperti nisan) yang ada di sekitar jalanan tersebut.
Jalanan yang cukup seram itu kami lewati dengan hati – hati.
Aku dan
Khafidz memutuskan untuk jalan terlebih dahulu meninggalkan yang lainnya karena
jalanan tinggal satu. Naik. Yang lain terbagi menjadi beberapa tim kecil yang
jalan beriringan. Hanya aku dan Khafidz saja yang jalan berdua. Diikuti tim
dari Fauzi dan Adip yang jalan dibelakang kami berdua.
Jalan
berpasir dengan kemiringan lebih dari 45 derajat menjadi tantangan dan ujian
kami. Mental dan fisik teruji dengan sedemikian rupa melalui tanjakan berpasir
menuju puncak mahameru ini. Konon ada yang berkata kalau naik 5 langkah turun 3
langkah, akan tetapi malam ini sedikit berbeda. Tanah yang kami injak sedikit
padat, mungkin karena badai dan hujan yang mengguyur tanah ini pada malam
sebelumnya. Dengan tanah yang mendukung ini memudahkan kami untuk menanjak
dengan cukup cepat.
Aku dan
Khafidz meninggalkan seluruh anggota jauh di belakang. Kami bergerak dengan
sangat cepat sampai akhirnya kami sadar hanya tinggal seperempat jalan lagi.
Aku dan Khafidz pun memutuskan untuk berhenti dan bersembunyi di balik batu
karena waktu yang kami tempuh luar biasa cepat. Pukul 3 pagi kami berdua sudah
menyisakan tak sampai seperempat jalan menuju puncak,
Kami
merasa terlalu pagi kalau kami berdua sampai puncak saat itu. Belum lagi hawa
dingin yang akan menerjang kami diatas sana. Keputusan yang terbaik adalah
tidur dan bersembunyi di balik batu menunggu matahari sedikit menampakan
wujudnya.
Duduk
bersila di bawah batu ternyata membuat tubuhku semakin dingin. Sempat beberapa
kali cuaca memburuk dan awan kabut datang bercampur dengan pasir sedikit
menambah dingin. Tubuhku mulai menggigil tetapi dengan mata yang tetap
terpejam. Disampingku, Khafidz mulai beranjak dan terus bergerak ke atas agar
gerak dapat menambah dan memompa panas di dalam tubuhnya.
Satu
persatu anggota yang lain mulai menghampiriku yang duduk di bawah batu. Dengan
tubuh kedinginan dan setengah tertidur, aku melihat Edo dan Fauzi serta Adip
menghampiriku. Cukup lama setelah aku duduk diam disana. Entah tersisa siapa,
tetapi aku mulai terbangun ketika langit timur mulai kemerahan. Sang surya
sudah bersiap menampakan wujudnya. Aku segera bangun, memaksa tubuh kaku yang
beberapa jam diam di bawah batu menantang dingin untuk bergerak. Hanya terlihat
Edo dan Fauzi yang juga tertidur sedikit diatas tempatku diam sebelumnya. Aku
pun membangunkan mereka berdua untuk mengejar sunrise di puncak mahameru.
Waktu
kami tak banyak sampai sang surya benar – benar muncul. Kami menambah cepat
langkah kami. Tubuh yang kaku pun kami paksa untuk memompa tenaga kami.
Menggerakkan seluruh anggota gerak kami menuju puncak. Usaha kami pun tak sia –
sia. Setelah belokan terakhir, kami sampai di puncak sebelum sang surya
menampakkan wujudnya. Dengan sedikit senyum aku menoleh ke belakang, ada Edo,
Hakim, Fauzi, dan tanpa aku sadari Zainul juga mengikutiku. Kami semua sampai
puncak.
Di
puncak angin berhembus sangat kencang. Dingin juga masih menusuk – nusuk
menembus tulang. Tampak Adip dan Khafidz yang sampai di puncak terlebih dahulu
dan disertai juga ada Lubis dan Bimo yang entah kapan telah sampai puncak.
Matahari mulai menampakan cahayanya, mulai menampakan wujudnya. Indah. Sekali
lagi indah.
Kami
berfoto – foto ria sambil menikmati indahnya karunia tuhan ini. Puncak
tertinggi pulau jawa, 3676 mdpl ada di bawah kaki kami. Sangat indah, sangat
mengesankan. Deretan pegunungan tengger, dataran rendah, kota malang, kotaku
Lumajang, Mungkin Pasuruan? Bahkan laut dan samudra Hindia tampak dari puncak
ini. Suasananya, aroma puncaknya, dinginnya, pasirnya, batunya, dan indahnya.
Semua kami gapai dengan perjuangan. Perjuangan melawan alam, mental dan diri
kami sendiri. Perjuangan untuk mengerti seberapa kuat kami, seberapa pantas
kami untuk berdiri di sini. Di puncak mahameru ini. Dan kami berhasil pagi itu.
Disambut sang surya membawa kehangatannya.
Komentar
Posting Komentar