Anak berbaju oranye


Keringat masih saja menetes walau udara malam yang dingin menyelimuti kota Lumajang. Masih banyak tugas dan berbagai hal yang harus dikerjakan. Kami anggota pelajar berbaju oranye masih harus berjuang dikala mungkin kisah lain sudah menikmati masa tidurnya. Tapi kami masih bergelut dengan pensil dan kertas yang tak pernah ada habisnya.

Orang bilang, kami anak berkualitas, orang melihat kami dari apa yang telah kami capai dan selama ini kesuksesanlah yang orang – orang perhatikan dari kami. Tapi pernahkah sadar dan paham orang – orang tentang perjuangan kami ini sebelumnya mencapai sukses itu? Perjuangan ketika orang lain telah mencapai rumahnya untuk menikmati hidangan rumah, tetapi masih ada beberapa dari kami yang harus menahan rasa lapar untuk sedikit menyelesaikan tugas sebelum dibawa pulang.

Lalu bagaimana dengan ketika kita harus mulai menghadapi ujian yang soalnya jauh diatas rata – rata soal semestinya sehingga kita belajar dan melakukan pengulangan berkali – kali? Bukankah itu hal yang sulit? Orang yang bukan berkepribadian oranye, tidak akan kuat dan mungkin akan mundur. Tetapi kami, anak oranye sejati, selalu menghadapi setiap masalah tersebut 6 hari dalam seminggu. Dan kami bertahan.

Kemudian, bagaimana kami menikmati masa senggang yang berkualitas? Beberapa dari kami menikmati dengan cara yang khas, ada beberapa yang refreshing, ada yang beberapa yang mengerjakan tugas ataupun kerja kelompok. Ada yang beberapa menikmati masa senggang tersebut dengan istirahat mempersiapkan dan menjaga kondisi fisik untuk hari selanjutnya. Tapi begitulah kami anak Berbaju oranye. Kumpulan anak yang berkualitas.

Kemudian malam sudah sangat larut, kami tutup buku itu dan segera pulang ke rumah masing – masing. Kusempatkan untuk melewati alun – alun sekedar menikmati pemandangan, ah, ada kumpulan anak – anak tertawa terbahak – bahak diatas motor mereka sambil membawa minuman alcohol. Oh, pasti bukan anak berbaju oranye. J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Lembah Shosenkyo, Jungle Track, Air terjun, dan Rope Way

Kawaguchiko, Fuji, dan Momiji

Mengapa Analisa Keruntuhan Bendungan Cirata dan Jatiluhur Begitu Kompleks? Bahkan Bisa Membutuhkan Ratusan Skenario yang Perlu untuk Dimodelkan