Kecewa? Mari Downhill :-) (Part 2)
Aku tak paham
tempatnya. Jadi maaf pembaca, yang aku bisa jelaskan, ini melewati gunung kapur
jember, kemudian jalanan berubah dari berasapal menjadi berbatu kemudian
berlumpur hingga kami sampai di sebuah desa dekat pesisir. Di sekitarnya ada
perbukitan yang cukup lebat dan disanalah trek kami. Kemudian kami sampai di
sebuah warung. Disana aku melihat banyak pesepeda lain yang sudah siap.
Beberapa sudah mulai melakukan trekking. Sepertinya ini memang basecamp bagi
para penggila sepeda gunung. Yah sebagian besar memang sudah seperti bapak –
bapak. Kami langsung menuju warung setelah menurunkan perlengkapan dan sepeda
kami.
Kami memesan minuman
sambil sepeda kami disiapkan. Jika downhill, kesalahan sedikit pada sepeda atau
perlengkapan yang lain bisa sangat fatal. Jadi ketelitian dan kekuatan (untuk
mengencangkan baut hehe) harus dioptimalkan. Beberapa yang kami dengar sedang
membahas jalur yang ditempuh. Sepertinya memang ada beberapa trek yang bisa
dilalui disini dan hanya rizal yang tau.
Sepeda kami telah
siap, dan inilah kami mulai mengayuh. Sebuah trek datar berbatu awalnya dan
berubah bertahap naik dan naik. Cukup lama kemudian sampai akhirnya kami berada
di sebuah puncak bukit. Ini babak pertama. Kata rizal yang kemudian melesat
menuruni bukit. Jika boleh aku katakan, disana tidak ada jalan lagi, hanya
tanah dan sepertinya turunan itu jalan pintas untuk kembali menuju warung awal
tadi. Yah rizal turun tanpa ragu, hanya itu yang aku didit dan kiki hanya
menatap kagum. Lama tak menghadapi hal seperti ini cukup menyulitkan, tetapi
pada akhirnya aku mengumpulkan semua keberanianku dan mulai turun.
Apa yang anda
bayangkan dengan hal itu? Sebuah aksi gila? Akan aku gambarkan bagaimana
rasanya. Ketika turun, sepeda langsung bergetar, ada beberapa teknik yang
dipakai, tapi yang jelas pantat langsung ke bagian belakang tempat duduk.
Menyeimbangkan sepeda agar tidak terjungkal ke depan. Ini adalah teknik dasar
downhill yang aku ingat dan reflek aku praktikan. Hal yang selanjutnya adalah
getaran yang luar biasa yang harus anda tahan sambil mengatur kecepatan karena
semakin tinggi kecepatan, semakin besar pula resikonya, tapi siapa sih yang
bisa menghambat kecepatan jika turunan terjal gini? – memang beginilah
downhill, olahraga ekstrim.
Dua tiga empat pohon
hampir saja aku tabrak, tetapi akhirnya kami berdua sampai di akhir turunan
dengan selamat. Sepertinya didit dan kiki tidak turun karena masih takut. Baru
sesaat kami berdua meremehkan, mereka terlihat turun dengan sedikit kesulitan
dan hampir satu pohon terakhir tertabrak oleh kiki. “oke pemanasan” kata rizal
yang kemudian kami mengayuh ke arah yang berbeda. Yah semakin cepat dan semakin
cepat akhirnya berakhir menjadi sebuah kompetisi. Kami berempat beradu mengayuh
sepeda sampai akhirnya hampir saja menabrak seorang petani yang membawa banyak
sekali rumput di sepedanya. Kemudian “janc*k” teriak petani itu ketika kami
berempat mendahuluinya. Kami hanya tertawa. Hahaha.
Ronde kedua sedikit
lebih ekstrim. Jalurnya terlihat, hanya saja berakhir di sebuah jalan kecil
dengan sungai kecil di kanan kirinya. Perlu ekstra skill sekarang. Dimulai dari
didit yang mengayuh sepedanya seperti orang kesetanan, yah tentara kita satu
ini dengan tubuh hitam kekarnya mengayuh tanpa takut dan akhirnya Krak Krak
srooot.. dia keluar jalur dan hampir saja menabrak pohon, kami diatas
melihatnya sambil tertawa. Kemudian giliranku, aku mengayuh tidak secepat
didit, biarkan saja sepedanya melakukan akselerasi dengan bantuan gravitasi
sudah cukup cepat, satu dua pohon hampir saja. Sedikit kacau dan kemudian
sebuah jalan menanjak aku lompati dan wuuuush. Finish. :-D sebuah pencapaian
luar biasa menurutku setelah lama tidak merasakannya.
Apa yang aku rasakan
mungkin sangat menakjubkan. 3 menit yang luar biasa, jantung berdetak sangat
kencang. Nyeri otot lengan menahan getaran dan hentakan sepeda, kaki yang menahan
tubuh, serta mata yang mengawasi jalur dengan seksama. Semua masalah dan beban
seakan hilang selama 3 menit itu. Masalah pagi ini, masalah sekolah, masalah
belajar, masalah tidur, orang tua. Semuanya lenyap. 3 menit itu, hanya aku,
sepeda dan adrenalinku. Hanya aku dan duniaku sendiri. Ya, itu duniaku. Aku
bisa merasakannya.
Rizal mulai menyusul
di belakangku, tentu saja seakan terlihat mudah melihat rizal meliak – liukan
sepedanya melintasi tikungan demi tikungan dengan kecepatan tinggi seperti itu.
Bukan hal yang sulit baginya. Dan kontestan terakhir kita adalah kiki. Yang
paling muda diantara kita berempat. Dengan yakinnya dia mengayuh pedal, satu
dua tiga pohon dan terakhir srak srak byur.. -- kami tertawa sangat keras
ketika melihatnya keluar jalur hingga menabrak semak sebelum akhrnya masuk ke
sungai. Kami segera berlari menolongnya, “ah ah kakiku” teriaknya. Kami buka
sepatunya dan eh, kuku kakinya yang patah. Kami pun segera menuju base camp
awal untuk beristirahat sambil mengambil kotak obat yang ada di mobil kami.
Mungkin sebutan warung
sebenarnya kurang pas. Ditengah suasana kampung ini, warung ini menyediakan
free Wifi. Benar – benar tempat yang memukau. Sambil meminum es teh, kami
beristirahat sejenak. Bersiap untuk ronde selanjutnya. Yah mungkin memang belum
puas ketika belum benar – benar jatuh. Hahaha. Kiki sepertinya sudah tidak
sanggup untuk menjalani ronde selanjutnya. Kami kemudian bertemu dengan salah
seorang pesepeda juga yang akan downhill juga. Akhirnya kami bertiga karena
kiki memutuskan untuk internetan disana, berangkat bersama bapak tersebut.
2 orang bapak – bapak
dan 3 remaja pecinta kegiatan ekstrim mulai menyusuri kebun seseorang. -- entah
ini kebun siapa kami lewati begitu saja. Katanya sih bapak yang memakai topi
dengan tulisan eiger itu mengetahui satu jalur yang cukup ekstrim yang cocok
buat anak – anak muda. -- mungkin bisa dicoba. Akhirnya keluar kebun kami masuk
ke daerah hutan sengon dan dibawahnya ada semacam hutan bambu. Kami mulai
mengayuh sepeda kami sedikit lebih keras karena jalanan yang semakin menanjak.
Hingga pada akhirnya kami sampai di puncak bukit tersebut.
“anda sanggup?” kata
salah seorang bapak pada bapak satunya. Kemudian mereka langsung menginjak
pedal sruut sruuut sruuut. --" sial banget suara rem yang ditekan terus
menerus itu mengiris telinga. “ah kurang ekstrim tuh orang” kataku. Segera
setelah dirasa mereka menjauh dari kami bertiga, rizal melejit dengan sepedanya
mendahului kami berdua. Tak lama aku segera mengejar dan didit tepat berada di
belakangku. Mungkin sedikit lebih cepat aku karena aku bisa merasakan didit
semakin menjauh di belakangku, hingga akhirnya aku mendengar suara bruk dan
disusul dengan terakan “janc*************k” sesaat aku mengalihkan perhatianku
pada suara tersebut dan srak bruk. Sebuah pohon besar hampir saja aku tabrak,
bahu kananku menyerempet pohon besar itu, kemudian sempat aku masih bisa
mengembalikan keadaan tapi kemudian ada sebuah akar kayu yang menghambat dan
wuuush bruk, akhirnya aku terpental dan jatuh ke tanah.
Kemudian aku segera
bangkit dan memeriksa asal suara itu, ternyata rizal yang menabrak sebuah batu
besar :-D. tak lama didit datang dan kami tertawa bersama. Yah, bukan
menertawakan kecelakaan kami, tetapi menertawakan kesenangan ini. Jatuh adalah
resiko setimpal dari kesenangan yang kami alami ini. :-D mungkin bukan sekedar
kesenangan, mungkin tak sesenang bagi orang lain, tetapi ini lah kesenangan
kami, inilah gaya hidup kami. Ketika orang dekat dengan kematian itu sangat
menyenangkan. Sangat mendebarkan dan mungkin gila bagi sebagian besar orang.
Tapi disanalah titik serunya. Itulah mengapa disebut olahraga ekstrim bukan.
Bahu kananku terasa
sedikit sulit diangkat, mungkin terkilir, kaki kiriku juga engkel karena
menahan sepeda. Rizal juga demikian. Kakinya mengeluarkan darah. Sepertinya ini
akhir dari ronde dan dimenangkan oleh didit. Hahaha. Kami segera mengayuh
sepeda kami, tidak puas sebelum trek habis, kami mempercepat laju seperti
biasanya. Untung saja sisa trek sekitar 2 menitan itu tidak lagi memakan
korban. Kami segera menuju warung dimana kiki sudah menunggu. 2 orang bapak –
bapak tadi juga sudah ada disana dan ketika melihat kami terluka bapak – bapak
itu tertawa kemudian membelikan kami 3 gelas the. :-D hehehe. Masih ada juga
sisa kemujuran kami.
Tak lama kami segera
packing barang – barang kami. Hari juga sudah mulai sore. Kami harus segera
pulang. Bahu kananku juga sepertinya benar – benar cedera sekarang. Usai
mengangkat sepeda diatas mobil, kami berpamitan pada penjaga warung. Bersama
dengan beberapa pesepeda lainnya, kami pulang melewati jalan yang kami lalui
tadi. Kali ini didit sebagai pemenang ronde mendapatkan hadiah menjadi sopir.
Hahaha. Habisnya dia kagak kenapa – kenapa sih.
Perjalanan pulang ke
Lumajang sedikit pelan, kami juga masih menyempatkan ke sangkal putung di
daerah dawuhan wetan kabupaten Lumajang di rumah pak kesro. Memang bukan lagi
pak kesro nya tetapi anaknya, tapi lumayanlah pijat – pijat menghilangkan lelah
dan tegang. Ini mungkin sebagian kecil dari olahraga ekstrim yang bisa kita
lakukan. Bukan karena ekstrimnya, karena kesenangannya. Bolehlah anda takut
pada sesuatu, tetapi jangan takut untuk mencoba. :-)
baca juga :
anadventureinmylife.blogspot.com/2014/06/kecewa-mari-downhill-part-1.html
baca juga :
anadventureinmylife.blogspot.com/2014/06/kecewa-mari-downhill-part-1.html
Komentar
Posting Komentar