Malam Sabtu Paralayang
Saat
itu sekitar pukul 8 malam. Seperti malam – malam biasanya, hidupku mungkin kali
ini dipenuhi dengan gambar – gambar yang berhubungan dengan air. Kami berlatih
menggambar bangunan air bersama dengan asisten dosen seperti malam – malam
sebelumnya. Asistensi, begitu kami menyebutnya. Hanya saja kali ini kami
melakukan asistensi sembari menunggu apakah besok POMPA sebuah ospek mahasiswa
di tingkat jurusan akan terlaksana? Banyaknya sih harapan agar kegiatan
tersebut tidak terlaksana. Hehe. Males banget sebenarnya harus datang pada
sebuah acara yang isinya hampir 80% disuruh tunduk.
KPRI |
Ketika
jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, itu sudah waktunya bahwa asistensi
selesai. Beberapa saat setelah pengumuman bahwa POMPA pada keesokan harinya
tidak jadi. Segera aku dan beberapa temanku membuat acara bermain. Yah kami
sudah lama ingin pergi ke tempat yang namanya paralayang, gunung banyak yang
terletak di daerah kota batu kabupaten malang. Karena jadi mahasiswa Malang,
dan sayangnya menjadi anggota dari mahasiswa teknik yang kurang bersenang –
senang, kami memutuskan malam itu juga kami berangkat ke paralayang.
Sembari
berjalan menuju gerbang KPRI teknik Universitas Brawijaya, beberapa juga sedang
membahas studi ekskursi yang akan diselenggarakan dibawah himpunan mahasiswa
pengairan (HMP) kami merencanakan keanggotaan yang akan mengikuti acara kami
pada malam itu. Ada yudhis, cahyo, dan beberapa anak yang lain yang sepertinya
memang berniat untuk mengikuti kegiatan kami bersenang – senang di gunung
banyak paralayang.
Coffee Time |
Setelah
wacana dan rencana selesai, datanglah Yoga, salah satu temanku, kami memang
berencana untuk berangkat sekitar 2 malam. Karena itu, sambil menunggu waktu
berjalan, Yoga memutuskan untuk stay dulu di kontrakanku. Kami pun memutuskan
untuk segera nantinya berkumpul kembali di gerbang KPRI pada pukul setengah 2
malam. Kami pun segera kembali ke kosan dan kontrakan kami masing – masing.
Di
kontrakanku yah segalanya seperti biasanya. Masih ada mas aim di depan
laptopnya, kemuidan mas aji yang entah kemana dan mas adit yang seperti biasa
dengan acara keagamaannya. Jadi kontrakanku sedikit sepi malam itu. Yoga
memutuskan untuk tidur dulu menunggu waktu. Tapi karena aku tidak bisa tidur
malam itu, yaudah seperti biasanya aku habiskan waktu dengan bermain game.
Tak
lama pintu depan kontrakanku terbuka. Ternyata ada hafidh, salah satu temanku
sejurusan dan sekelas yang datang ke rumahku karena dia ingin ikut ke gunung
banyak juga. Yah bagus sih, menurutku sih tambah ramai tambah enak. Dan
hebatnya lagi, jam keberangkatan kami, kami majukan karena beberapa alasan
teknis. Jadi kami berkumpul di depan gerbang KPRI sekitar pukul 12 malam dan
langsung berangkat ke batu untuk menikmati kopi malam hari.
Sayang
banget terlalu banyak wacana mungkin, yah tapi baiknya sih kami masih tetap
berangkat walaupun hanya berenam. Dan ini dia anggotanya, ada aku, Yoga Okta
wardhana, Cahyo Wisnu Nugroho, Yudhistira Z.R, Hafidh burhan dan terakhir
chico. Kami berkumpul dan segera berangkat dari gerbang KPRI menuju alun – alun
kota batu. Perjalanan sih memang kagak terlalu lama, jadi setelah beberapa
menit mengendarai motor kami, kami pun sampai di alun – alun batu. Segeralah
kami mencari warung kopi dan ketan. Heheehe. Mantep deh pokoknya. Setelah
sekian lama melakukan perbuatan bahagia banget yang namanya ospek, sekarang
saatnya bersusah – susah dengan bermain. Hehehe.
Ada
yang unik dari acara kami malam ini, uniknya adalah kami pergi ke warung kopi
hanya memesan air putih panas. Sedang kopinya? Aku membawa satu perangkat lengkap
senjata lemburku. Sebuah toples besar berisi kopi dan gula. Sambil menghemat
sih. Hehehe. Jadi kami pun meminum kopi racikan dari kota Lumajang dan dijamin
100% itu adalah kopi asli tanpa bahan pengawet dan tanpa bahan – bahan tambahan
lainnya. :-D kalo yang asli Lumajang sih pasti tau gimana kualitas kopi mak
roos yang ada di jalan suwandak barat itu. Nah kopi itulah yang kami minum
bersama.
JUDI !!! -,- |
Alun - Alun Batu |
Di
kedai kopi, kami menghabiskan waktu dengan bercanda. Kami bermain kartu,
tepatnya sih bermain poker. Sedikit berbeda dengan poker yang biasa aku mainkan
di kota Lumajang, tapi pada dasarnya sama sajalah. Yang kalah ada hukuman
tersendiri tentunya. Yaitu harus bercerita tentang salah satu rahasianya. Yah
satu persatu dari kami pun harus kalah dan harus bercerita sesuai dengan
pertanyaan dari pemenang pertama. Dan hebatnya untuk permainan ini aku jarang
sekali sampai kalah. Hehehe. Ahli banget mungkin atau bisa jadi beruntung
banget dapet kartu bagus terus. Ahahaha.
Ketan!! |
Yoga Okta Wardana |
Sekitar
pukul setengah 2 malam, kami segera berangkat dari alun – alun kota batu menuju
paralayang di gunung banyak. Malam itu mungkin sangat larut. Hanya kendaraan
kami dan sesekali ada kendaraan lain yang melintas berpapasan dengan kendaraan
kami. Kemudian kami sampai di jalan gunung yang mulai berkelak – kelok. Hanya
ada gelap pada awalnya di depan kami. Tetapi kemudian sebuah pemandangan khas
gunung terlihat. Ada disana jutaan lampu yang bersinar, berkelap – kelip dengan
berbagai kombinasi warna terlihat dari jauh. Itu benar – benar indah. Yah walaupun
hanya sesekali aku sempat melihatnya karena aku harus fokus dengan jalanan
serta belokan yang sangat berbahaya sekali apabila kita kehilangan fokus kita
disini.
Jalanan
yang gelap dan berkelok tadi sekarang menjadi jalanan yang sedikit sempit dan
mulai dihiasi dengan rumah – rumah setelah kami berbelok di pertigaan dan
keluar dari jalan besar. Kini kami menyusuri jalan kampung yang ukurannya lebih
kecil dari jalan utama. Sesekali jalanan yang kami lewati menyusuri areal
persawahan. Di pagi hari ini, rumah – rumah masih tertutup rapat. Mereka
mungkin sebagian besar masih tertidur lelap disana. Udara yang semakin dingin
tak kami hiraukan. Kami terus memutar gas motor kami agar segera sampai pada
tujuan.
Hingga
akhirnya kami keluar dari jalan tersebut. Jalanan yang tadinya kecil tetapi
masih beraspal kini tergantikan oleh jalanan yang lebih kecil dan sekarang
tidak beraspal. Jalanan itu langsung menuju puncak gunung banyak tempat
olahraga paralayang biasanya dilakukan. Motor kami sedikit kesulitan menyusuri
jalanan tersebut karena rute yang harus kami lewati sangatlah terjal. Hingga
akhirnya ada sebuah pos yang menarik retribusi untuk masuk ke paralayang.
Pembayaran kami lakukan dan kami sampai di sebuah tempat parkir dimana banyak
sekali motor sedang terparkir disana. Mungkin banyak yang ingin refreshing sama
halnya seperti apa yang kita lakukan malam ini. Kemudian kami berjalan melewati
beberapa anak tangga dan sampailah kami di puncak gunung banyak. Luar biasa,
sebuah pemandangan mencengangkan menyambut kami.
Pengairan |
Kami
segera melihat pemandangan indah di bawah kami. Ribuan bintang – bintang berada
di bawah kami. Ya, kali ini kami berdiri diatas bintang – bintang. Bintang yang
bertabur di tanah. Berkelap kelip, sesekali ada yang bergerak. Ah itu sih lampu
motor yang bergerak. -- tapi tetap saja tidak mengurangi keindahannya. Di bawah
kami tampak begitu indah lampu – lampu kota batu yang menawan. Mungkin membuat
kita berfikir betapa indahnya sebenarnya dunia kita. Terkadang mungkin kita
menjadi berfikir, segala yang orang bilang sebuah pemborosan, mungkin tersimpan
keindahan di dalamnya.
Kemudian
kami duduk di sebuah meja di pinggir sebuah tebing. Dengan pemandangan
eksklusif tentang keindahan lampu malam itu, kami bercerita. Yah aku dan chico
dan Yoga duduk bersama. Sedangkan cahyo, yudhis, dan hafidh duduk di meja yang
tak jauh dari kami. Mungkin membicarakan hal – hal lain yang berbau dengan
wanita. Biasalah remaja pria jomblo, hehee. Sedangkan kami, aku, chico, dan
yoga bercerita tentang pengalaman – pengalamanku mendaki gunung.
Together sunrise |
Muhammad Chico Andriansyah |
Yuangga Rizky Illahi lagi |
Hafidh Burhan Anwar |
Yoga Okta Wardana |
Yudhistira A.Z.R |
Embel
– embel kancil gunung di twitterku ternyata memberi gambaran bagaimana hobiku. Tentu
saja disertai beberapa foto yang selalu aku update. Bukan untuk pamer, tetapi
itu semua kenangan. Bahkan aku menulis ini agar kelak ketika aku sudah dewasa,
mungkin saja dan kalau saja hingga akhir hayat internet masih ada bahkan
mungkin telah berkembang, aku masih bisa membaca semua cerita dan pengalaman
yang pernah aku tulis sebelumnya. Aku pun kembali bercerita pada chico dan
yoga, semeru, argopuro, arjuno, welirang, lamongan, ijen serta bromo menjadi
cerita andalanku. Memang itulah seven summitku selama ini dan terhenti
sementara karena kuliah. Tapi ketika ada waktu, aku pasti menyempatkan untuk
melanjutkannya ke jenjang selanjutnya.
Lama aku
bercerita tentang pengalamanku, adzan subuh terdengar. Ternyata sudah memasuki
waktu subuh. Kami pun menyempatkan untuk sholat subuh. Mengambil wudhu dan
melawan dingin yang membuat siapa saja menjadi malas untuk beribadah. Air disana
sangatlah dingin. ketika air menyentuh kulit tangan saja sudah sangat terasa
dinginnya. Tetapi kami harus melawan hal tersebut karena itulah kewajiban.
Usai
sholat, tak lama kemudian apa yang ditunggu – tunggu akhirnya muncul juga.
matahari dengan yang masih malu – malu perlahan menampakkan wujudnya. Menampakkan
kegagahan dan kemegahannya. Samar – samar terlihat, itu gunung semeru. Itu disana,
matahari muncul di balik gunung megah yang menjadi kebanggaan kampung
halamanku. Aku membayangkan segala hal yang aku rindukan dari kampung
halamanku. Sudah satu bulan lebih aku berada di sini, berusaha, dan terus
berusaha mengejar kesuksesan.
Arek - arek (yoga yang ngefoto) |
Matahari
yang sudah mulai cerah sudah semakin meninggi. Kami memutuskan untuk tidak
berlama – lama. Hari itu sabtu pagi. segera kami turun melalui jalan yang sama.
Berniat mencari sarapan untuk mengganjal perut yang sudah mulai meronta meminta
untuk segera diisi. Hingga di perjalanan pulang kami akhirnya menemukan sebuah
warung yang menjual nasi pecel dan kawan – kawannya. Agak mainstream sih kalau
beli nasi pecel di Malang. Harga yang jauh berbeda dengan proporsi nasi serta
lauk yang tidak seimbang membuatku sedikit kapok untuk membeli nasi pecel di
kota malang. Tetapi setelah ditanya ternyata harganya cukup terjangkaulah. Akhirnya
kami pun sarapan di warung tersebut.
Benar
– benar malam yang sangat indah. Malam yang menyenangkan.
By Yuangga Rizky Illahi |
iya iyaa pria gunung wkwk
BalasHapus