Raung "east java last peak" Part 1
2 Februari 2017 dimana hari ini resmi ujian semester 5 ku
telah benar – benar usai. Ditandai dengan berakhirnya kegiatan PPL (Pengairan
peduli Lingkungan 2017) yang telah usai juga, maka liburanku pun dimulai juga
hari ini. Sudah ada janji? Sudah ada rencana? Tentu saja, kali ini rencana dan
janji ku untuk melengkapi sebuah pencapaian yang aku impikan sejak aku SMA.
Menyelesaikan penaklukan gunung – gunung yang berada di Jawa Timur. Walaupun
tujuanku adalah menaklukan gunung – gunung yang memiliki elevasi puncak lebih
dari +3000 mdpl. Sehingga gunung – gunung lainnya terhitung sebagai bonus.
Pendakian kali ini akan menuju ke puncak tertinggi ke 2 di
listku. Menjadi gunung dengan climbing menuju puncaknya, gunung ini menjadi
penutup list jawa timur yang cukup menantang. Untuk mempercepat cerita
persiapan yang sedikit rumit dan ribet, akhirnya tiket telah dipesan dan kereta
berangkat pada hari Jumat tanggal 3 Februari 2017. Kemudian kami semua juga
telah menyiapkan segala bekal yang akan dipergunakan untuk pendakian gunung
yang akan kami lakukan seperti tenda, kompor, dan peralatan climbing sudah siap
dan masuk ke dalam tas carrier kami masing – masing.
Oh iya, masalah personel yang akan berangkat mungkin lebih
baik aku sebutkan dulu satu – satu. Tentu saja aku Yuangga, biasa dipanggil
percing, membawa tas carrier berisi bahan makanan, frame tenda hi cook, kompor
dan beberapa perlengkapan pribadi lainnya. Sebagai penyedia perlengkapan
climbing dan beberapa perlengkapan lainnya serta perijinan dan perencanaan
perjalanan ada mbak favia veroni. Satu – satunya personel cewek yang akan
mengikuti pendakian kali ini. Ada Mas yahya muchaimin aji, atau lebih akrab
dipanggil mas cimin, di pendakian raung ini lebih mudah dikenali dengan tas
daypack dan carriernya. Jadi karena dia merasa membawa carriernya saja
masih kurang, maka dia membawa tambahan
daypack di depan untuk menambah muatan yang bisa dia bawa. Ada sang guide dan
leader pada pendakian kali ini adalah mas dhani, senior gunung raung pada
perjalanan kita kali ini. Kami berempat berangkat menggunakan kereta menuju
stasiun kalibaru di Banyuwangi.
Selain kami berempat ada mas Raya dan mas Eko yang berangkat
menuju stasiun Kalibaru di Banyuwangi dengan menggunakan motor. Setelah
mengantarkan kami semua ke stasiun Malang, kami berpisah dan mereka berdua
berangkat dengan menggunakan motor. Seperti biasa pengecekan sebelum naik
kereta dilakukan, kemudian kami mesti menunggu beberapa saat karena kereta
masih belum datang. Begitu kereta datang, aku dan mas dani segera naik lebih
dulu untuk menemukan tempat tas untuk masing – masing tas kami berempat
ditambah tas mas raya dan mas Eko yang dititipkan pada kami. Starteginya?
Sebelum orang datang maka kita ambil dulu tempat tas di atasnya, hehehe. Tapi
tak selang beberapa lama banyak orang yang sudah datang, sehingga terpaksa 2
tas ditaruh di bawah kursi kami.
Menunggu di Stasiun Malang (yang punya blog, mas cimin, mas dhani, mbak favia) |
“Sudah biasa orang Indonesia duduk tidak sesuai dengan
tiketnya” jelas mbak Favia saat aku tanya mengapa kita tidak duduk di kursi
kita masing – masing. Mungkin kata “tertib” masih kurang tertanam bagi bangsa
Indonesia walaupun di dalam kereta sebenarnya sudah sangat nyaman. Kemudian
tampak wajah yang tidak asing, ternyata adek – adek 2015 jurusan teknik
Pengairan. Mereka sedang liburan dan sangat kebetulan mereka berada di gerbong
yang sama dengan kami. Sama – sama menuju Banyuwangi, namun mereka turun di
stasiun yang berbeda. Kami pun bercakap – cakap di dalam hingga perlahan
matahari mulai terbenam. Di luar hanya gelap malam yang terlihat dihiasi
beberapa lampu – lampu rumah.
Di kereta bertemu dedek dedek kecut |
Tak terasa perjalanan kereta ini selesai. Kami akhirnya tiba
di stasiun Kalibaru sehingga kami harus mengucapkan selamat tinggal pada adek –
adek 2015. Sesampainya di Stasiun, banyak sekali tukang ojek yang menawarkan
tumpangan. Namun kami menolak karena kami harus menunggu mas Raya dan mas Eko
dulu. Kami pun memutuskan untuk makan di sebuah warung lalapan yang tak jauh
dari stasiun Kalibaru. Para tukang ojek tersebut masih saja menunggu kami. Yang
kami rencanakan adalah kami melakukan sistem imbal. Hehehe. Jadi dengan
menggunakan motor mas Eko kami satu – demi satu pergi ke basecamp mbah Soeto.
Selang beberapa saat setelah kami usai makan, mas Eko dan
mas Raya datang. Tampak wajah mereka lusuh karena perjalanan jauh dengan
dibumbui kehujanan sepanjang perjalanan mereka menuju stasiun kalibaru ini.
Akhirnya untuk menghemat waktu mas Cimin dan Mas Dhani lah yang pergi ke
basecamp mbah Soeto dulu. “agak lupa dulu jadi sambil diingat – ingat” kata mas
Dhani menaiki motor mas Eko. Akhirnya mereka pun berangkat dan kami semua
menunggu.
Justru menunggu menjadi malapetaka. Bapak – bapak ojek tadi
terus menerus meminta kami untuk menaiki ojek mereka. Kami bahkan sudah menolak
dengan halus tetapi sepertinya malah sifat premanisme mereka yang kumat. Mereka
bahkan sempat akan mencari mas Dhani dan mas Cimin kalau kami tidak mau ikut
ojek mereka (dalam bahasa Madura). Susah memang menghadapi orang – orang
seperti itu. Ibu – ibu penjual lalapan juga memperingatkan kita kalau orang –
orang tersebut mending dituruti saja daripada terjadi hal – hal yang tidak
diinginkan. Karena alasan tersebut, akhirnya kami menghubungi mas Dhani dan mas
Cimin yang sudah berada di basecamp mbah Soeto untuk tidak kembali. Akhirnya
kami pun memutuskan untuk naik ojek tersebut.
Sampai di Stasiun Kalibaru |
Kelompok yang naik motor (mas eko, mas raya) |
Perjalanan sebenarnya tidak terlalu jauh. Tapi melewati tebu
– tebu dan ladang kopi. Walaupun beberapa tempat datar dan tanpa terhalang
tanaman satu pun. Disaat itulah walau gelap malam, tapi malam itu begitu cerah.
Cahaya temaram bulan menyinari malam itu dengan cerahnya dibantu berjuta – juta
bintang yang terlihat. Disitu aku melihat akhirnya untuk pertama kali tujuan
kami. Bayangan gunung Raung yang begitu megah menjulang di tengah redup cahaya
malam. Jantungku berdebar dan aku sangat bersemangat untuk memulai perjalanan
kami.
Tak beberapa lama kami sampai di basecamp mbah Soeto.
Disambut oleh istri beliau, baru aku tau bahwa mbah Soeto sebagai orang penting
yang ada di jalur pendakian ini sudah meninggal 2 tahun yang lalu. Sungguh
mengharukan bagaimana terlihat banyak sekali foto di ruang tamunya tentang
berbagai wajah yang telah sampai dan berjuang di pendakian gunung tertinggi ke
2 di jawa timur ini. Kami beristirahat dan mempersiapkan diri kami untuk
perjalan esok hari. Malam itu hangat, cerah, dan mendebarkan.
To be Continued
Komentar
Posting Komentar