Ekspedisi Atap Jawa Tengah Mt. Slamet (Part 1 - Yuk dah Naik Motor!!)
Ketika tahun baru mulai mendekat,
maka yang terbayang oleh hampir seluruh kalangan pegawai dan pelajar adalah
masa liburan. Saya sendiri merupakan golongan pegawai kantoran yang sangat
senang sekali ketika libur panjang datang. Ketika libur panjang datang, hanya
ada 2 pilihan yaitu pulang ke kampung halaman? Atau bermain? Singkat cerita aku
memilih untuk bermain dengan plan naik gunung. Posisi saat ini mah belum
wisuda, jadi nanti pasti ada waktunya untuk kembali ke kampung halaman ketika
jadwal wisuda telah muncul.
Banyak sekali rencana khususnya
untuk predikat who dan where. Cerita klasik ketika kita naik gunung akan banyak
pertanyaan dengan siapa dan gunung apa yang akan kita daki? Kemudian
perkenalkan kandidat orang – orang yang menemani aku mendaki. Yang pertama
adalah mas hendri. Nama lengkap kalau gak salah sih Hendri Aprian. Satu kantor
dan dia berada di laboratorium kantor, masih pemula atau bisa dikatakan baru
pertama kali mencoba naik gunung tapi lumayanlah karena diajak ke gunung Gede
Pangrango oleh dia dan teman – temannya. Kandidat kedua adalah M. Fachrul. Sama
– sama engineer tapi dia jagonya di laut. Sesuai dengan dia yang mengerjakan
project Perla (Perhubungan Laut). Ngomongin gelombang laut mah dia jagonya.
Sejauh ini mas Fachrul bukan abal – abal. Hobi mounteneering dan diving menjadi
modal yang cukup menjanjikan.
Yuangga Rizky Illahi, ST. |
Fachrul Fitrah Nursamsi, S.Kel. |
Mendekati hari H, semua berjalan
tidak tentu. Tiba – tiba saja Gede Pangrango cancel, sehingga mas hendri pun
cancel. Selanjutnya kami merubah haluan ke SSP (Sindoro, Sumbing, dan Prau).
Sayang sekali karena waktu tanggal 26 Desember 2018 mas fachrul harus sudah
berada di bandung, akhirnya kami memutuskan untuk satu gunung saja. Pada
tanggal 21 pagi ketika aku baru pulang dari Jakarta pun akhirnya fix. Berdua
dengan mas Fachrul dan berangkat pada tanggal 23 pagi menuju puncak tertinggi
jawa tengah. Mt. Slamet.
Posisi sekarang saya berada di
bandung. Sehingga untuk pendakian menuju gunung slamet dari bandung mungkin
tulisan ini bisa menjadi sebuah referensi. Rencananya kami akan berangkat
menggunakan angkutan umum berupa bus. Dari bandung bisa menuju terminal
cicaheum. Namun perlu diingat, bus menuju kabupaten Purwokerto dari terminal
Cicaheum hanya ada pada saat pagi, sore, atau malam saja. Pada saat pagi hari
bus ada pada jam 6 – 8 pagi, pada sore hari pada jam 3 – 5 sore dan malamnya
dari jam 6 – 8 malam saja. apabila diluar itu masih bisa menuju purwokerto
namun harus menggunakan bus yang oper dulu. Kemudian sampai di purbalingga
menggunakan angkot menuju pertigaan serayu. Selanjutnya bisa menggunakan
kendaraan yang bisa mengantar menuju basecamp gunung slamet bambangan.
Minggu 23 Desember 2018
Begitulah plan yang kami
rencanakan awalnya, namun minggu pagi ketika kami hendak berangkat menuju
terminal, mas fachrul yang rencananya subuh menuju kos nyatanya tidak nampak
batang hidungnya. Pada pukul 9 pagi barulah dia sampai di depan kos.
Ketinggalan bus pagi sedangkan pada tanggal 26 dia harus sudah sampai di
Bandung, kami memutuskan untuk berangkat menuju pos pendakian menggunakan
sepeda motor. Wkwkwk agak gila sih sebenarnya. Gimana tidak, kalau ditarik
sesuai google map, jarak antara kos – basecamp pendakian slamet via bambangan
sekitar 250 km. yah karena sudah niat pun akhirnya kami jalani saja.
Gunung – gunung jawa tengah
memilki rute yang relatif pendek daripada gunung – gunung di jawa timur. Jalur
pendakian gunung slamet via bambangan pun merupakan jalur pendakian dengan rute
terpendek daripada rute via tempat lain. Sehingga dengan memperhatikan waktu
dan jarak tempuh, kami berdua memutuskan untuk mendaki dengan model lightpack.
Packing 3R ringan, ringkes, rapih. Dengan packing tersebut kami berdua tidak
menggunakan tas carrier dan menggunakan daypack saja sehingga memudahkan kami
untuk bergerak dan bisa bergerak lebih cepat sehingga bisa menghemat waktu dan
tenaga.
Perjalanan motor menuju base camp
melalui jalur utara. Menuju Brebes kemudian bergerak ke selatan memotorng jalur
dan langsung sampai di basecamp pendakian via bambangan. Wah simpel sekali yah
kalo dijadikan cerita dan tulisan. Nyatanya dari bandung kami menempuh waktu 8
jam broooh baru sampai di pos pendakian. Sekitar sore hari ketika aku yang
menyetir, tiba tiba mbak mbak google map mengarahkan ke jalan kebon,
kondisinya? Berkabut dan berangin kencang serta disertai hujan yang lumayan
deras. Tentu saja dia bilang “welcome to slamet part 1”. Disambut dengan badai
tropis kami pun akhirnya sampai di basecamp bambangan.
Pendakian gunung slamet memiliki
basecamp yang lumayan luas. Berada di perkampungan dengan lokasi paling atas
diatas masjid dan dikelilingi warung yang ramai dengan pendaki. Disini banyak
pendaki yang sedang menunggu hujan maupun yang baru datang seperti kami. Selain
itu banyak pula pendaki yang sedang menunggu barengan untuk naik kendaraan
menuju terminal Purwokerto dari basecamp bambangan. Kami sampai di basecamp
pada saat maghrib dan pada kondisi hujan, sehingga kondisi nya sedikit rusuh
memang.
Simaksi di basecamp via bambangan
tidak begitu susah. Tidak menggunakan sistem online sejauh ini maupun sistem
booking. Namun wajib membawa kartu tanda penduduk (asli) dan surat keterangan
sehat dari dokter. Mengisi daftar hadir dan identitas pendaki kemudian selesai
sudah. Cukup simpel menurutku untuk sekelas gunung yang menjadi puncak
tertinggi ke dua di pulau jawa. Selanjutnya kami dibebaskan untuk berangkat
kapan pun, entah mau memilih perjalanan malam maupun pagi yasudah selama sudah
melengkapi administrasi bebas – bebas saja. diberikan peta perjalanan dan
peraturan peraturan, kami pun istirahat di dalam basecamp. Di samping ruang
kecil yang menjadi mushola. Banyak pendaki lain yang ada disana.
Tepat di depan basecamp ada
sebuah warung. Warung ini menjadi idolaku, kenapa? Ambil sendiri cuuuy. Sesuai
porsi makanku yang lumayan banyak, aku mengambil nasi..... bum. Mengambil
lauk...... telor, tahu, tempe bum. Mengambil sayur ..... bum gunung slamet
diatas piring. Ditambah es teh. Dibandrol harga 12000 rupiah saja semuanya,
saya sebagai pendaki ala ala tas ringan sangat rekomen banget untuk makan
disini. Satu lagi, air disini dimasak dengan menggunakan kayu bakar, tungku
sepertinya. Sehingga air teh masih ada rasa rasa abu yang ada di air. Rasa yang
sedikit mengingatkan kenangan masa kecil dahulu.
Perut yang sudah terisi penuh
akhirnya mulai menyerang mata. Sedikit demi sedikit mata mulai terasa berat.
Kami bersandar di tembok dengan berbantal tas kami berdua sembari sedikit
berbicara dengan pendaki kanan kiri kami. Tiba tiba saja sebuah kantong mayat
masuk dan berada di depan kami. Kaget bukan kepalang, kami pikir seorang
pendaki yang meninggal mengingat betapa dingin nya suasana diluar disertai
hujan. Tak salah ketika memperkirakan diatas sedang ada badai. Namun tiba tiba
terbuka. Mas – mas sekitar 25 tahun an muncul, sedikit meringis kesakitan. Tak
banyak berbicara dan tak ada yang mengajak berbicara, tim penyelamat
menyeduhkan teh panas di samping mas – mas itu, barulah ketika kaki kirinya
muncul aku baru sadar ada perban di kaki kirinya. Korban jatuh sepertinya dan
dilihat sekilas sepertinya kakinya mengalami patah tulang.
Simaksi pos pendakian gunung slamet via bambangan |
suasana bascamp pendakian gunung slamet |
Belum selesai kejadian welcome to
mt slamet hari itu, tak lama ada wanita yang dibawa masuk ke dalam basecamp.
Wanita muda, mungkin masih SMA, kali ini sedikit jauh dari tempat kami berdua
duduk namun masih bisa terlihat dengan jelas. Yah kali ini sudah jelas,
hipotermia. Bahkan sampai mengigau dan berteriak. Apa yang saya comment disini
adalah orang – orang penolong atau orang yang penasaran saja. dengan posisi
mbak – mbak hipotermia, bukan langsung dihangatkan malah dikerumuni hanya untuk
melihat, kemudian asap rokok dari orang yang melihat. Bersenda gurau di sekitar
orang yang sakit? Ah anjing. Generasi pendaki 5 cm yang pintar bercuap cuap
ketika ada masalah. Sebagai pembelajaran saja, prioritaskan keselamatan. Banyak
orang yang mungkin penasaran, mungkin ingin ikut membantu, tapi dalam ilmu
PPGD, jika ada yang sudah mengangani kemudian kita ingin ikut ikutan? Maaf kita
hanya akan menjadi beban. Apalagi mereka yang hanya melihat dan bersenda gurau
begitu saja.
Tak lama kami akhirnya tertidur,
lelah mungkin setelah perjalanan jauh. Masih berada cukup jauh di bawah, namun
di basecamp ini aku merasa tidak terlalu dingin. Cuaca mungkin? Tapi hipotesaku
karena banyak nya orang yang berada di sekitar kami berdua. Basecamp slamet
kala itu penuh. 100% nyenyak, aku terbangun karena adzan subuh dan kami berdua
pun sholat subuh di masjid yang tepat berada di bawah basecamp Slamet via
bambangan. Matahari belum memunculkan wujudnya dan kabut masih tebal. Cukup
untuk membuat menggigil ketika berjalan menuju masjid. Perlahan tapi pasti
matahari pun akhirnya mulai terlihat. Kabut perlahan mulai menipis. Kami
memutuskan untuk sarapan dahulu sebelum mulai melakukan pendakian kami pagi
itu. ~tobecontunued
Komentar
Posting Komentar