5 Orang Lagi sampai puncak (BEROX In the hoy) Part 2
Oke, kita sampai di kampung terakhir
dimana kita menitipkan sepeda motor kita di rumah kepala desa disini. Dengan
jaminan KTP aku (Kartu Tanda Pelajar). Akhirnya kita bisa segera berangkat dan
untungnya lagi, kita sampe sini hujan udah reda. Pukul 16.00 Kita jalan ke pos
rumah mbah citro. Jalanan masih lebar dan cukup nyaman. Mungkin memang awal
menuju pos mbah citro memang cukup enak dan dekat. Beberapa kali Gahtan dan
teman – teman yang lain bergurau. Sesekali aku ingatkan kalau jalan masih cukup
lama dan ini masih belum yang sulit. Tapi mau gimana lagi, terserah mereka
sajalah.
Dari
kejauhan tampak sebuah rumah besar yang berada sedikit lebih tinggi dari posisi
kami berada. “Itu rumahnya mbah citro!” Aku menunjuk pada rumah itu. Mereka
mulai bertanya – tanya gimana mbah Citro itu? Apa mbah Citro itu sakti? Tapi
manakutahu juga? Ketemu aja belom tahu, kali aja bisa di add di facebook.:P
Dari
arah rumah mbah citro itu, tampak gunung Lamongan atau Lemongan yang akan kami
daki, tampak begitu besar dan gagah. Sedikit berfoto di awal perjalanan kami
mungkin akan menambah motivasi kami. Rumah mbah Citro sedikit mistis
sebenarnya. Terdapat tulisan – tulisan jawa yang entah artinya apa. Terkadang
bulu kuduk tiba – tiba berdiri. Entah apa yang akan terjadi nanti, kita hanya
berdo’a saja. Tak lama kemudian kami melanjutkan perjalanan.
Sedikit
meninggalkan rumah mbah Citro kami berhenti sejenak dan berdo’a. Aku mengatakan
pada mereka bahwa medan mulai sekarang mungkin akan agak sulit, yang terpenting
adalah menjaga kekompakan tim dan selalu bersama. Itu yang terpenting. “Berox!
Budal Bareng Mulih bareng, bismillah” yel – yel penyemangat dan kami pun
bergerak. Tiba – tiba tampak sebuah bangungan yang tak begitu besar tapi sangat
jelas bahwa itu adalah sebuah makam dengan foto ukuran cukup besar seorang
nenek tua. Sedikit merinding memang, tapi kita terus melanjutkan perjalanan.
Sampailah
pada kami di pertigaan. Satu lurus dan satunya belok ke kiri. Memang aku hanya
pernah satu kali menuju puncak gunung ini, dan itu yang menjadi modal kami satu
– satunya karena yang lain masih belum pernah menuju puncak gunung satu ini.
Kembali ke pertigaan tadi. Kalau seingatku untuk menuju pos watu gede memang
harus lurus, tapi dengan tanda yang terbuat dari kayu besar dengan tanda panah
ke arah kiri, kami lebih yakin pada tanda tersebut. Kami pun mengikuti jalan
tersebut walau perasaanku memang tak menuntun kami ke arah jalan satu ini.
Kami
mulai masuk keluar hutan. Melewati bebatuan, sesekali kami berhenti untuk
beristirahat. Tak perlu memaksakan diri menurutku toh untuk bekal dan air
menurutku kami punya lebih dari cukup. Kami terus berjalan dan berjalan. Instingku
mulai berkata lagi kalau kita melewati jalan yang salah. Jalan ini menuntun
kita semakin ke arah kiri gunung, bukan ke arah tengah. Satu jam setengah kami
berjalan dan masih saja belum menemukan pos watu gede, tapi kami menemukan
sebuah daerah yang cukup datar dengan beberapa botol dan tisu berserakan serta
kayu bekas api unggun menandakan telah ada orang yang sudah melewati jalur ini.
Hatiku pun kembali tenang. Di beberapa batu juga tertulis nama al amri yang
sepertinya telah melewati jalur ini.
Komentar
Posting Komentar