Mahameru Lagi (Last Part - Kenangan yang kuhapus)
Sabtu 29 Juni 2013
Angin
masih berhembus kencang disini, di puncak mahameru ini. Aku mendekat ke arah
tebing. Terletak di depan sang kawah gunung semeru. Kawah jonggring saloka yang
masih mengeluarkan kekuatannya. Angin berhembus kencang disini. Mungkin telah
lupa, tetapi aku membawanya. Sebuah kain yang aku bawa hampir setahun yang
lalu. Tepat Oktober tahun lalu. Kain yang membawa kenangan itu, kenangan indah
yang menjadi pahit itu. Mungkin ini sudah waktunya melupakan semuanya. Semua
yang pernah ada bahkan sebelum aku bisa menjadi sedewasa ini.
Kulihat
untuk terakhir kalinya. Sesak didadaku masih saja menusuk. Bukan lagi karena
dingin, bukan karena udara yang tipis di ketinggian ini. Semuanya karena hal
lain yang mungkin bukan berasal dari sini. Jauh di lubuk hatiku, aku bisa
mencinta, bisa menyayangi, tetapi semuanya semakin semu. Kulihat langit yang
biru….
Angin
kembali berhembus, semakin kencang. Kain itu, kain putih itu, ingatan dan
kenangan itu kini lepas. Terbang terbawa angin, jauh entah kemana. Jatuh entah
dimana. Hanya membawa dan menyisakan sesak di hati. Aku diam. Terasa sunyi
sekali, terasa sangat damai. Entah, hanya setetes air mata yang jatuh. Tapi aku
tersenyum. Entah juga, entah apa aku tersenyum bahagia..
…….
Semua
anggota yang telah berjuang kini telah sampai puncak dengan selamat semua.
Banyak yang masih saja berfoto mengabadikan momen indah ini. Hingga beberapa
dari kami memutuskan untuk segera kembali ke kalimati. Sempat kami menyadari
hanya tersisa mas Rega yang di awal kami tinggalkan jauh di belakang belum
sampai di puncak bersama kami. Sehingga kami harus menunggunya. Tetapi karena
ada Tyas Juga yang masih menunggu di Kalimati, aku memutuskan untuk kembali
membagi menjadi 2 tim. Tim yang merasa tidak kuat dan merasa tidak fit akan
segera ke kalimati. Dan sisanya menunggu mas Rega di Puncak.
Akhirnya
terbagi menjadi 2 tim. Dan Aku menjadi salah satu orang yang masuk di dalam tim
yang harus menunggu mas Rega bersama anshor, Bimo, Roni, Zainul, dan Lubis.
Cukup lama kami menunggu mas Rega masih saja belum menampakkan sosoknya.
Akhirnya kami berasumsi bahwa mas Rega tidak akan menuju puncak mengingat waktu
yang telah sangat siang ini. Cukup disayangkan ketika tinggal sedikit, ada lagi
yang gagal menuju puncak. Kami pun memutuskan untuk turun menuju kalimati.
Belum
seperempat jalan kami turun dari puncak, akhirnya mas Rega menampakan sosoknya.
Tampak wajahnya yang menunjukan betapa lelahnya dia. Kami pun memberinya sisa
air kami. Ternyata dia tak menyerah, semangatnya masih berkobar meski matahari
telah tinggi. Zainul pun menemaninya untuk naik. Setiap langkah yang dia buat,
menunjukkan semangatnya yang tinggi dan luar biasa.
Kami
menunggu mereka berdua yang menuju puncak di tengah jalan. Duduk berurutan
menikmati semilir angin dingin dan hangat matahari yang menjadikannya sensasi
yang menyegarkan. Mengamati awan yang bergerak jauh lebih cepat diatas dan
bawah kami. Menikmati pemandangan yang indah yang disediakan tuhan untuk selalu
kita syukuri. Beberapa pendaki lain juga telah turun. Tetapi masih ada satu dua
yang masih menuju puncak karena semangatnya yang membara. Beberapa menutup
mulut mereka dengan masker karena debu yang berterbangan.
Sambil
sedikit mengisi waktu dengan canda, kami masih tetap menunggu dengan sabar.
Memang jatah persediaan konsumsi kami mulai menipis dan perjalanan menuju
kalimati bisa dibilang masih cukup jauh. Perut pun sudah mulai meronta meminta
untuk diisi. Akan tetapi kami seorang pendaki, kami menaruh loyalitas kepada
sesama diatas ego kami masing – masing. Itulah prinsip pendaki gunung sejati.
Sempat
pula beberapa kali aku tertidur. Sempat pula beberapa kali aku terbangun, entah
karena seorang pendaki yang lewat atau karena sekedar mengubah posisi tidur di
kemiringan tanah gunung semeru. Tapi kami tetap bersabar. Dan kesabaran kami
pun berbuah hasil yang memuaskan. Mas Rega menampakan senyum bahagianya ketika
bisa mencapai puncak mahameru dengan perjuangannya.
Kondisi
fisik, mental dan bahkan perbekalan yang menipis membuat kita tak bisa berlama
– lama lagi di tempat tersebut. Kami pun segera turun menuju kalimati bersama
yang lainnya. Kembali menuju ranu kumbolo dengan semua keindahannya. Hingga
akhirnya kami kembali bersama keluarga kami masing – masing. Membuat semua yang
pernah kami lalui, perjalanannya, keindahannya, puncaknya, semuanya terasa Cuma
mimpi. Tapi disanalah kami pernah berada. Di puncak tertinggi pulau jawa.
Membawa kenangan indah dan meninggalkan semua yang lalu. Puncak yang indah…..
TAMAT
Komentar
Posting Komentar