Asistensi Ilmu Ukur Tanah Universitas Brawijaya Teknik Pengairan (Gambar Eror)
BAB I
Dalam hal ini
yang akan kita pelajari adalah ilmu geodesi dengan maksud praktis. Jadi ilmu
geodesi yang kita pelajari adalah peta. Artinya bagaimana kita melakukan
pengukuran di atas permukaan bumi yang mempunyai bentuk tidak beraturan karena
adanya perbedaan tinggi antara tempat yang satu dengan tempat yang lain.
1. Pada pengukuran suatu bidang dianggap
datar bila memiliki ukuran lebih kecil atau sama dengan 50 km.
2. Bidang bola bila bidang tersebut mempunyai
ukuran terbesar 100 km.
3. Bidang elipsoide apabila daerah tersebut
meliputi wilayah lebih dari 5500 km.
1.3. Batasan masalah
Agar dapat lebih fokus, penulisan laporan tugas besar Ilmu
Ukur Tanah dan Pemetaan ini mengambil batasan masalah sebagai berikut:
1.
Perhitungan jarak antar pesawat ukur ( sipat datar )
dengan titik pengukuran .
2.
Perhitungan
beda tinggi antara titik pengukuran.
3.
Perhitungan
elevasi masing-masing titik pengukuran .
4.
Perhitungan
potongan memanjang dan melintang saluran.
5.
Perencanaan dimensi saluran rencana.
6.
Perhitungan volume
tanah.
7.
Perhitungan
data hasil praktikum situasi
8.
Penggambaran
poligon dan garis kontur
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka
adapun rumusan masalah yang dapat disampaikan penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
teknis pengukuran jarak, beda tinggi, dan elevasi pada saluran tertentu?
2. Bagaimana
perhitungan volume galian dan timbunan akibat perencanaan saluran baru ?
3. Bagaimana
perhitungan potongan memanjang dan melintang saluran ?
4. Bagaimana
teknis penggambaran poligon dan garis kontur ?
1.5. Maksud dan Tujuan
1.5.1. Maksud
Maksud dari pemberian tugas Laporan Praktikum Ilmu
Ukur Tanah dan Pemetaan ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih kepada
mahasiswa Teknik Pengairan tentang hal-hal yang dipelajari dalam Ilmu Ukur
Tanah dan Pemetaan. Dengan demikian mahasiswa diharapkan dapat menerapkan
cara-cara sekaligus mengaplikasikannya di lapangan secara implisit dan konkrit.
1.5.2.
Tujuan
Tujuan Praktikum
Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan yaitu :
1.
Untuk memperkenalkan kepada mahasiswa
tentang pemahaman alat-alat ukur tanah dan pemetaan dan cara mempergunakannya
di lapangan.
2.
Untuk menentukan dan mengukur beda
tinggi antara dua titik atau lebih pada jarak jauh dengan teliti.
3.
Untuk mengetahui cara penggambaran
koordinat titik dan garis kontur.
4.
Untuk mengetahui cara-cara menentukan
besarnya volume melalui teori perhitungan volume.
5.
Untuk mengetahui cara pengkuran dan
rumus dasar sipat datar dan sekaligus membuat skema pengukurannya.
6.
Untuk menentukan dan mengukur elevasi
dari beberapa titik dan cara perhitungannya.
7.
Untuk mengetahui hasil perhitungan
melintang dan memanjang saluran dari hasil praktikum yang dilakukan.
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Alat Sipat Datar
Alat
ukur penyipat datar yang sederhana terdiri dari dua tabung gelas yang berdiri
dan dihubungkan dengan pipa dari logam. Semuanya ini dipasang di atas statif.
Tabung dari gelas dan pipa penghubung dari logam diisi dengan zat cair yang
berwarna. Di dalam kedua tabung gelas, permukaan zat cair akan sama
tingginya dan dalam keadaan mendatar. Bila alat ini ditempatkan mendatar maka
akan diperoleh garis bidik yang mendatar, bila mata ditempatkan sebidang dengan
kedua permukaan zat cair di dalam kedua tabung gelas itu. Akan tetapi
ketelitian membidik kecil, sehingga alat ini tidak digunakan orang.
Perbaikan alat ini adalah dengan mengganti pipa logam
dengan selang dari karet dan kedua tabung gelas dalam skala milimeter. Alat
dengan selang karet ini banyak digunakan dalam pembuatan jalan-jalan, jembatan,
kanalisasi, serta pembangunan gedung-gedung. Setelah selang diletakkan pada
tabung gelas dengan panjang yang diperlukan, alat diisi dengan air yang telah
dihilangkan dari gelembung-gelembung udara. Kedua tabung gelas ini dipasang
tegak lurus dan berdekatan unutk melihat apakah ada perbedaan tinggi kedua
permukaan air di dalam tabung itu. Dengan demikian bila perlu dapat ditentukan
koreksi titik nol (0) skala pada tabung gelas.
Kedua tabung gelas selanjutnya ke dua titik yang telah
ditentukan beda tingginya, ditunggu beberapa menit hingga permukaan air dalam
keadaan tidak bergerak lagi, baru kemudian tinggi permukaan air di dalam kedua
tabung dibaca lagi.
Macam-macam alat ukur Penyipat Datar berdasarkan
konstruksinya dapat dibagi dalam 4 macam, yaitu :
1.
Alat ukur penyipat
datar dengan semua bagiannya tetap.
Nivo tetap ditempatkan diatas teropong, sedang teropong
hanya dapat diputar dengan sumbu ke satu sebagai sumbu putar.
2. Alat ukur
penyipat datar dengan Nivo Reversi dan ditempatkan pada teropong. Dengan demikian teropong selain dapat diputar dengan
sumbu kesatu sebagai sumbu putar, dapat pula diputar pada suatu sumbu yang
arahnya searah dengan garis bidik. Sumbu putar ini dinamakn sumbu “mekanis”
teropong. Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar.
3.
Alat ukur
penyipat datar dengan teropong yang mempunyai sumbu mekanis, tetapi Nivo tidak
diletakkan pada teropong melainkan di bawah lepas dari teropong. Teropong dapat diangkat
dari bagian bawah alat ukur penyipat datar.
4.
Alat ukur penyipat datar yang dapat dingkat dari bagian
bawah alat ukur penyipat datar dan diletakkan di bagian bawah dengan landasan berbentuk
persegi, sedangkan Nivo ditempatkan pada teropong.
Untuk selanjutnya yang
akan dibahas adalah mengenai sipat datar, namun sebelumnya perlu kita kenal
istilah-istilah berikut :
§ Sipat datar : merupakan suatu cara untuk
mengukur beda antara dua titik.
§ Bidang Persamaan Tinggi : suatu bidang lengkung dimana
tiap-tiap titik selalu tegak lurus terhadap bidang vertikal. Bidang persamaan
ini mendekati bentuk lengkung bumi. Untuk daerah yang kecil, bidang persamaan
tinggi ini dianggap sebagai bidang datar.
§ Datum : suatu bidang persamaan tinggi yang dipakai sebagai suatu
pedoman referensi untuk menentukan ketinggian suatu titik. Biasanya untuk datum
diambil permukaan laut rata-rata (Mean
Sea Level).
§ Mean Sea Level : tinggi rata-rata dari
permukaan air laut pasang dan air laut surut berdasarkan pengamatan tiap-tiap
jam dalam waktu yang lama.
§ Elevasi : jarak vertikal suatu titik dihitung terhadap datum.
§ Bench Mark (BM) : suatu titik tetap
yang telah diketahui duganya terhadap datum. Titik ini dapat berupa patok, dll.
Duga dari BM ini dapat berupa duga yang sebenarnya (terhadap muka air laut)
maupun duga anggapan (duga lokal).
Syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh semua alat ukur penyipat datar adalah :
a. Syarat utama
Garis bidik teropong
harus sejajar dengan garis arah nivo.
b.
Syarat kedua
Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu ke
satu.
c.
Syarat ketiga
Garis mendatar
diafragma harus tegak lurus pada sumbu ke satu.
Sebelum alat ukur
penyipat datar digunakan untuk mengukur, maka syarat-syarat ini harus dipenuhi
terlebih dahulu. Dengan kata lain alat ukur penyipat datar harus diatur
terlebih dahulu supaya tiga syarat tersebut dapat dipenuhi.
2.1.1
Pengukuran
Penyipat Datar ( Waterpassing )
Pengukuran dengan sipat datar ini merupakan pengukuran yang umum
dipakai dibandingkan dengan cara lain. Pengukuran ini juga memberikan hasil
yang paling teliti.
Bagian-bagian
alat sipat datar :
1. Lensa dan teropong.
2. Alat Visir.
3. Niveau (Nivo).
4. Konstruksi sumbu,
penggerak halus dan klem (pengunci).
5. Alat-alat pembaca kunci.
6. Statif (kaki tiga).
a. Cara Mengatur Alat
Jenis
benang silang :
1. V = benang vertikal
2. a = benang atas
3. b = benang bawah
4. t = benang tengah
Garis arah nivo tegak
lurus sumbu I, cara mengatur dengan ketiga sekrup penyetel. Penyimpangan dapat
dihilangkan dengan sekrup koreksi nivo. Benang silang horizontal tegak lurus
sumbu I, diperiksa dengan mengarah ke suatu titik pada tembok dan ujung kiri
benang silang dibuat berimpit dengan titik ini. Jika benang silang ini tegak
lurus sumbu I, maka alat ukur ini akan selalu berimpit dengan titik tersebut,
jika teropong diputar dengan sumbu I sebagai sumbu putar.
Garis nivo sejajar
dengan garis visir. Untuk memeriksa syarat ini, diadakan penyelidikan terhadap
beda tinggi antara dua titik.
b. Membaca Benang Diafragma
Cara membaca benang difragma adalah sebagai berikut:
1. Baca benang atas yang
menunjuk angka pada bak ukur.
2.
Baca benang tengah dan juga benang bawah pada angka di bawah bak ukur.
3.
Apabila setengah dari jumlah pembacaan benang atas dan
benang bawah sama dengan pembacaan pada benang tengah, maka pembacaan diafragma
sudah benar.
2.1.2
Rumus Dasar Sipat Datar dan Perhitungan Luas
Dengan menggunakan pertolongan nivo, garis visir yang
dibuat horizontal itu diarahkan ke dua bak atau rambu yang didirikan tegak pada
titik yang akan ditentukan selisih atau beda tingginya.
Gambar 2.1. Garis visir horisontal terhadap bak ukur
Dimana : hAB = beda tinggi antara A dan B
hA = pembacaan bak di A (bak belakang)
hB =
pembacaan bak di B (bak muka)
Jadi, untuk
memudahkan mengingat, maka beda tinggi didapat dari pembacaan bak belakang
dikurangi dengan bak muka. Ada dua kemungkinan harga hAB, yaitu :
1.
Jika hA > hB maka hAB =
positif (naik)
2.
Jika hA < hB maka hAB =
negatif (turun)
|
Untuk suatu jarak yang cukup jauh, terdapat penyimpangan sebesar W.
Maka didapat rumus sebagai berikut :
Dimana : S = jarak alat dengan titik yang dituju
R = jari-jari bumi
Gambar
2.2. Terdapat penyimpangan sebesar W untuk jarak yang jauh
Berbagai Kemungkinan Posisi Alat
Gambar
2.3. Kemungkinan posisi alat kesatu
Gambar 2.4.
Kemungkinan posisi alat kedua
Dimana : hA =
pembacaan bak di A
hB
= tinggi alat di B, identik dengan pembacaan bak di B
Penentuan elevasi dengan garis bidik
Bila beda tinggi sudah diketahui, maka elevasi suatu
titik dapat dicari bila elevasi titik yang lain sudah tertentu pula. Cara lain untuk
menentukan elevasi suatu titik dengan cara cepat, yaitu dengan tinggi garis
bidik. Tinggi
garis bidik dapat ditentukan sebagai berikut :
1.
Alat di titik sudah diketahui elevasinya.
Tgb
hA
A
Gambar 2.5. Alat
diluar titik yang tertentu
Dimana : hA = tinggi alat di A
Tgb
= tinggi garis bidik
2.
Alat di luar titik yang diketahui.
Bak ukur
Tgb hA
A
Gambar 2.6. penentuan
tinggi elevasi dengan bak ukur
Dimana : hA = tinggi alat di A
Dengan diketahui Tgb
dengan salah satu cara tadi, maka dengan segera dapat dicari pula elevasi di
suatu titik x, yaitu :
Bak ukur
Tgb hX
X
Gambar 2.7.
Penentuan elevasi dengan cara tinggi garis bidik
Dimana : hx = pembacaan bak di sembarang titik.
Penentuan elevasi dengan cara tinggi garis bidik
ini, bila harus menentukan sejumlah elevasi titik dengan tepat.
Misal :
El. 1 tertentu
Maka :
El. 2 =
El. 3 =
El. 4 =
Perhitungan
Luas
Untuk
merencanakan bangunan - bangunan, ada kalanya ingin diketahui keadaan tinggi
rendahnya permukaan tanah. Oleh sebab itu dilakukan pengukuran sipat datar luas
dengan mengukur sebanyak mungkin titik detail. Kerapatan dan letak titik detail
diatur sesuai dengan kebutuhannya. Apabila makin rapat titik detail
pengukurannya maka akan mendaptkan gambaran permukaan tanah yang lebih baik.
Bentuk permukaan tanah akan dilukiskan oleh garis-garis yang menghubungkan
titik - titik yang mempunyai ketinggian sama. Garis ini dinamakan kontur.
Pada jenis
pengukuran sipat datar ini yang paling diperlukan adalah penggambaran profil
dari suatu daerah pemetaan yang dilakukan dengan mengambil ketinggian dari
titik - titik detail di daerah tersebut dan dinyatakan sebagai wakil daripada
ketinggiannya, sehingga dengan melakukan interpolasi diantara ketinggian yang
ada, maka dapat ditarik garis - garis konturnya diatas peta daerah pengukuran
tersebut.
Cara pengukurannya
adalah dengan cara tinggi garis bidik. Agar pekerjaan pengukuran berjalan
lancar maka pilihlah tempat alat ukur sedemikian rupa, hingga dari tempat ini
dapat dibidik sebanyak mungkin titik - titik di sekitarnya.
2.1.3 Langkah-Langkah
Pengukuran Sipat Datar
Pengukuran sipat datar
ada 3 macam, yaitu :
1. Sipat
Datar Memanjang
Suatu pekerjaan sipat
datar unutk memperoleh rangkaian atau jaring-jaring suatu titik. Misalkan akan
diukur dari A ke B, dimana jarak antara A dan B cukup jauh (merupakan titik
tetap). Untuk menghitung beda tinggi antara A dan B, tidak bias dihitung
sekaligus. Untuk itu dibagi sebagai
berikut :
a.) Jarak A-1 (jarak bak
belakang sampai bak muka) disebut satu slag.
Panjang satu slag tergantung :
1. Perbesaran teropong atau
kondisi alat.
2. Kondisi cuaca pada saat pengukuran
b.) Panjang seksi
Panjang
seksi yaitu kemampuan mengukur satu hari (pergi sampai pulang) yang terdiri
dari beberapa patok slag. Patok seksi agak dibuat permanen (digunakan untuk
pengukuran berikutnya).
c.) Panjang satu trayek
Arah
pengukuran
|
|
|
A
Gambar 2.8. Panjang satu trayek
Panjang satu trayek
yaitu pengukuran dari satu titik tetap ke titik lainnya. Untuk menghitung beda
tinggi A dan E dihitung beda tinggi masing-masing slag kemudian dijumlahkan.
2. Sipat Datar Profil
Profil =
irisan = penampang dari suatu lapangan. Profil dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Menentukan sumbu dan
ketinggian dari rencana pekerjaan yang hendak dibangun.
2. Menentukan pemindahan
tanah. Untuk tanah atau lapangan yang agak mendatar dengan profil memanjang. Bila tanahnya bergelombang diperlukan profil
melintang.
3. Untuk menentukan lebar
jalur tanah yang hendak dibeli.
3. Sipat
Datar Luas / Lapangan
Bertujuan untuk
menentukan beda tinggi dari titik-titik di lapangan sehingga didapatkan
gambaran tentang kedudukan tinggi dari lapangan.
Sipat datar lapangan diperlukan untuk :
1. Penentuan rencana
pembuangan air di lapangan.
2. Meratakan lapangan dengan pemindahan tangan minimal.
3. Menentukan banyaknya tanah yang diperoleh dari lapangan, untuk
penimbunan
suatu bangunan.
Pada umumnya selain
menentukan tinggi-tinggi di lapangan juga untuk menentukan letak titik
tersebut. Untuk itu beberapa cara
antara lain sebagai berikut:
1. Metode jaring-jaring garis.
Suatu lapangan dibagi
dalam jaring-jaring garis dengan jarak tertentu dengan bantuan yalon. Dengan
satu atau lebih tempat kedudukan alat, titik potong garis-garis tersebut
dipotong. Perhitungan tinggi dapat dilakukan dengan sistem tinggi garis bidik.
Kejelekan dari metode ini adalah didapatkan tinggi dari titik sembarang.
Angka-angka tinggi yang diperoleh kurang cocok untuk menggambar garis-garis
tinggi dari lapangan tersebut. Metode
ini hanya sesuai untuk meratakan tanah.
2. Metode profil.
Cara kerjanya hampir sama dengan metode
jarring-jaring garis, hanya disini diukur profil-profil sejajar pada tiap
diadakan sipat datar profil, sehingga didapat gambaran yang sebenarnya dari
lapangan.
3. Metode koordinat kutub.
Umumnya cara ini tidak baik menggunakan alat sipat datar, tetapi alat theodolit.
Titik di lapangan diukur sudut miring dan sudut horizontalnya, serta jarak
optisnya dari setiap kedudukan alat dapat mencakup sejumlah titik di lapangan.
Titik ini kemudian digambar kedudukannya dari koordinat kutub, dan didapat pula
gambar garis-garis tingginya (garis kontur).
2.2 Teori Perhitungan Volume
Suatu daerah atau lokasi akan ditentukan besarnya
pemindahan tanah, maka dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Bagi
daerah dalam bentuk-bentuk segiempat, segitiga, atau bentuk lainnya.
2. Mengukur
tiap-tiap titik potong (sesuai elevasi muka tanah)
3. Membuat
patok-patok referensi yang tidak terganggu selama pekerjaan penggalian.
4. Setelah
penggalian selesai, buat kembali patok-patok dalam susunan yang sama dengan
patok-patok semula.
5. Menghitung volume dengan prinsip :
V = luas penampang x tinggi
Pada
dasarnya menghitungan volume adalah menghitung isi dari bagian tanah yang
dibatasi oleh penampang-penampang melintang. Ada beberapa macam cara untuk menghitung isi dari tubuh
tanah, yaitu :
1. Dengan penampang-penampang
melintangnya.
2. Dengan waterpassing dan penggalian.
3. Dengan garis-garis kontur (tranchis/garis-garis tinggi).
2.2.1 Menghitung Volume Dengan Penampang Melintang
Untuk menghitung volume tanah total yang dipindahkan,
saluran dibagi menjadi beberapa
titik, dan dihitung volume tiap-tiap bagian antara dua titik yang berdekatan. Langkah awalnya adalah menggambar potongan melintang dan menghitung luas penampang
pada tiap titik. Dari pengukuran beda tinggi pada titik-titik yang diperlukan,
elevasi dapat diketahui.
Dari elevasi-elevasi dan lebar saluran, dimensi penampang saluran dapat
digambar, kemudian dihitung luasnya. Menghitung luas penampang bisa secara
biasa, yaitu dengan mengurangi elevasi satu dengan yang lainnya, atau dapat
dengan koordinat.
Y1
Y2
Y3
Y4
X4 X2 X1
X3
Gambar
2.9. Menghitung luas penampang dengan koordinat
Luas bentuk 12341 adalah :
Sehingga
Sumbu diambil pada dasar saluran atau muka jalan. Pada
penampang yang terdiri dari galian dan timbunan, perhitungan harus dilakukan
sendiri-sendiri. Sumbu vertikal dari perpotongan dasar jalan dan lereng,
dan digunakan untuk menghitung luas penampang yang digali, dan bagian yang
ditimbun. Jika galian, hasil hitungannya negatif, dan jika timbunan hasil
hitungannya positif.
Setelah luas penampang didapat, maka selanjutnya
adalah menghitung volume antara dua penampang melintang. Bentuk-bentuk tubuh
yang dibatasi dua penampang adalah prismoidia, yaitu bentuk yang dibatasi oleh
dua bidang datar sejajar. Prismoida dapat berupa prisma, baji, atau limas.
Untuk menghitung volume prismoida, rumus standar
untuk pemindahan tanah dan memberikan hasil yang cukup akurat adalah :
Dimana : Va = volume antara titik
satu dan dua.
A1
= luas penampang saluran di titik 1
A2
= luas penampang saluran di titik 2
L = jarak antar titik 1 dan 2
Untuk lebih teliti dapat ditambahkan angka koreksi yang besarnya :
2.2.2 Menghitung Volume Dengan Waterpassing dan Penggalian
Metode ini banyak dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan penggalian yang besar.
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut : Suatu daerah (lokasi)
seperti skema di bawah ini untuk menentukan besarnya pemindahan tanah dapat
dilakukan dengan cara :
Gambar
2.10. skema untuk menentukan besarnya pemindahan tanah
·
Bagi daerah dalam bentuk segiempat,
segitiga, dan lain-lain disesuaikan dengan bentuk daerahnya.
·
Ukur
elevasi tiap titik potong sebagai elavasi tanah.
·
Buat patok-patok referensi yang tidak
terganggu selama penggalian.
·
Setelah penggalian selelsai, buat lagi
patok-patok dalam susunan yang sama dengan patok-patok semula.
·
Hitung volume dengan prinsip luas
penampang kali tinggi.
Sebagai contoh diambil pias satu :
Luas = L x L1
= A
·
Beda tinggi antara elevasi muka tanah
dengan kedalaman galian masing-masing h1, h2, hg,
h10.
·
Cari
harga rata-rata kedalaman
maka
volume (V) :
Bila
pias sama, maka :
Keterangan
:
Ø
h1 = kedalaman yang mewakili
satu pias
Ø
h2 = kedalaman yang
mewakili satu dua pias
Ø
h3 = kedalaman yang mewakili
satu tiga pias
Ø
h4 = kedalaman yang mewakili
satu empat pias
Ketelitian luas penampang
tergantung :
1. ketelitian pembuatan peta (kontur)
2.
ketelitian pengukuran dengan planimeter,
tergantung dari :
a.
Tidak tepat terhimpitnya titik mula dan
akhir sewaktu planimeter berputar berkeliling.
b. Ketidaktelitian pembacaan tromel.
c. Ketidakteraturan perputaran tromel.
d. Ketidaktelitian
dalam mengikuti batas dari pensil
2.3. Alat Theodolit
Theodolit adalah instrument / alat
yang dirancang untuk pengukuran sudut yaitu sudut mendatar yang dinamakan
dengan sudut horizontal dan sudut tegak yang dinamakan dengan sudut vertikal.
Dimana sudut – sudut tersebut berperan dalam penentuan jarak mendatar dan jarak
tegak diantara dua buah titik lapangan. Berbeda dengan waterpass yang hanya
memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang dapat di baca bisa
sampai pada satuan sekon (detik).
Theodolit merupakan alat yang paling canggih diantara
peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah
teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang
dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut
horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua
dan dapat diputarputar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan
sudut vertikal untuk dibaca.
Kedua sudut tersebut
dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Farrington 1997). Survei dengan menggunakan theodolite
dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk
diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau perbedaan
ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau
gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien (Farrington 1997)
Instrumen pertama lebih seperti alat
survey theodolit benar adalah kemungkinan yang dibangun oleh Joshua Habermel
(de: Erasmus Habermehl) di Jerman pada 1576, lengkap dengan kompas dan tripod.
Awal altazimuth instrumen yang terdiri dari dasar lulus dengan penuh lingkaran
di sayap vertikal dan sudut pengukuran perangkat yang paling sering setengah
lingkaran. Alidade pada sebuah dasar yang digunakan untuk melihat obyek untuk
pengukuran sudut horisontal, dan yang kedua alidade telah terpasang pada
vertikal setengah lingkaran.
Nanti satu instrumen telah alidade
pada vertikal setengah lingkaran dan setengah lingkaran keseluruhan telah
terpasang sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan sudut horisontal secara langsung.
Pada akhirnya, sederhana, buka-mata alidade diganti dengan pengamatan teleskop.
Ini pertama kali dilakukan oleh Jonathan Sisson pada 1725. Alat survey
theodolite yang menjadi modern, akurat dalam instrumen 1787 dengan
diperkenalkannya Jesse Ramsden alat survey theodolite besar yang terkenal, yang
dia buat menggunakan mesin pemisah sangat akurat dari desain sendiri.
Di dalam pekerjaan – pekerjaan yang
berhubungan dengan ukur tanah, theodolit sering digunakan dalam bentuk
pengukuran polygon, pemetaan situasi, maupun pengamatan matahari. Theodolit
juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti Pesawat Penyipat Datar bila sudut
verticalnya dibuat 90º. Dengan adanya teropong pada theodolit, maka theodolit
dapat dibidikkan kesegala arah. Di dalam pekerjaan bangunan gedung, theodolit
sering digunakan untuk menentukan sudut siku-siku pada perencanaan / pekerjaan
pondasi, theodolit juga dapat digunakan untuk mengukur ketinggian suatu
bangunan bertingkat. Di dalam pekerjaan – pekerjaan yang berhubungan dengan ukur
tanah, theodolit sering digunakan dalam bentuk pengukuran polygon, pemetaan
situasi, maupun pengamatan matahari.
Gambar 2.11. Kontruksi Theodolite
Konstruksi
instrument theodolite ini secara mendasar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Bagian
Bawah, terdiri dari pelat dasar dengan tiga sekrup penyetel yang menyanggah
suatu tabung sumbu dan pelat mendatar berbentuk lingkaran. Pada tepi lingkaran
ini dibuat pengunci limbus.
2. Bagian
Tengah, terdiri dari suatu sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung dan diletakkan
pada bagian bawah. Sumbu ini adalah sumbu tegak lurus kesatu. Diatas sumbu
kesatu diletakkan lagi suatu plat yang berbentuk lingkaran yang berbentuk
lingkaran yang mempunyai jari – jari plat pada bagian bawah. Pada dua tempat di
tepi lingkaran dibuat alat pembaca nonius. Di atas plat nonius ini ditempatkan
2 kaki yang menjadi penyanggah sumbu mendatar atau sumbu kedua dan sutu nivo
tabung diletakkan untuk membuat sumbu kesatu tegak lurus. Lingkaran dibuat dari
kaca dengan garis – garis pembagian skala dan angka digoreskan di permukaannya.
Garis – garis tersebut sangat tipis dan lebih jelas tajam bila dibandingkan
hasil goresan pada logam. Lingkaran dibagi dalam derajat sexagesimal yaitu
suatu lingkaran penuh dibagi dalam 360° atau dalam grades senticimal yaitu satu
lingkaran penuh dibagi dalam 400 g.
3. Bagian
Atas, terdiri dari sumbu kedua yang diletakkan diatas kaki penyanggah sumbu
kedua. Pada sumbu kedua diletakkan suatu teropong yang mempunyai diafragma dan
dengan demikian mempunyai garis bidik. Pada sumbu ini pula diletakkan plat yang
berbentuk lingkaran tegak sama seperti plat lingkaran mendatar.
Gambar
2.12. Sistem sumbu / poros
pada Theodolite
Syarat-Syarat Theodolit
Syarat – syarat utama yang harus
dipenuhi alat theodolit sehingga siap dipergunakan untuk pengukuran yang benar
adalah sbb :
1.Sumbu kesatu benar – benar tegak / vertikal.
2.Sumbu Kedua haarus benar – benar mendatar.
3.Garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua / mendatar.
4.Tidak adanya salah indeks pada lingkaran kesatu.
2.Sumbu Kedua haarus benar – benar mendatar.
3.Garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua / mendatar.
4.Tidak adanya salah indeks pada lingkaran kesatu.
Macam-Macam Theodolit
Dari konstruksi dan cara pengukuran, dikenal 3 macam
theodolite :
1.Theodolite Reiterasi
Pada theodolite reiterasi, plat lingkaran skala (horizontal)
menjadi satu dengan plat lingkaran nonius dan tabung sumbu pada kiap. Sehingga
lingkaran mendatar bersifat tetap. Pada jenis ini terdapat sekrup pengunci plat
nonius.
Gambar 2.13. Konstruksi Theodolite
Type Reiterasi
2.Theodolite Repetisi
Pada theodolite repetisi, plat lingkarn skala mendatar
ditempatkan sedemikian rupa, sehingga plat ini dapat berputar sendiri dengan
tabung poros sebagai sumbu putar.
Pada jenis ini terdapat sekrup pengunci lingkaran mendatar dan sekrup nonius.
Pada jenis ini terdapat sekrup pengunci lingkaran mendatar dan sekrup nonius.
Gambar
2.14. Konstruksi Theodolite
Type Repetisi
3. Theodolite Elektro Optis
Dari konstruksi mekanis sistem susunan lingkaran sudutnya
antara theodolit optis dengan theodolit elektro optis sama. Akan tetapi
mikroskop pada pembacaan skala lingkaran tidak menggunakan sistem lensa dan
prisma lagi, melainkan menggunkan sistem sensor. Sensor ini bekerja sebagai
elektro optis model (alat penerima gelombang elektromagnetis). Hasil pertama
sistem analogdan kemudian harus ditransfer ke sistem angka digital. Proses
penghitungan secara otomatis akan ditampilkan pada layer (LCD) dalam angka
desimal.
Gambar 2.15 Theodolite Electo
Optis
Pengoperasian Theodolit
1. Kendurkan sekrup pengunci
perpanjangan
2. Tinggikan setinggi dada
3. Kencangkan sekrup pengunci perpanjangan
4. Buat kaki statif berbentuk segitiga sama sisi
5. Kuatkan (injak) pedal kaki statif
6. Atur kembali ketinggian statif sehingga tribar plat mendatar
7. Letakkan theodolit di tribar plat
8. Kencangkan sekrup pengunci centering ke theodolit
9. Atur (levelkan) nivo kotak sehingga sumbu kesatu benar-benar tegak / vertikal dengan menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur tersebut.
10.Atur (levelkan) nivo tabung sehingga sumbu kedua benar-benar mendatar dengan menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur tersebut.
11.Posisikan theodolit dengan mengendurkan sekrup pengunci centering kemudian geser kekiri atau kekanan sehingga tepat pada tengah-tengah titik ikat (BM), dilihat dari centering optis.
12.Lakukan pengujian kedudukan garis bidik dengan bantuan tanda T pada dinding.
13.Periksa kembali ketepatan nilai indeks pada sistem skala lingkaran dengan melakukan pembacaan sudut biasa dan sudut luar biasa untuk mengetahui nilai kesalaha indeks tersebut.
2. Tinggikan setinggi dada
3. Kencangkan sekrup pengunci perpanjangan
4. Buat kaki statif berbentuk segitiga sama sisi
5. Kuatkan (injak) pedal kaki statif
6. Atur kembali ketinggian statif sehingga tribar plat mendatar
7. Letakkan theodolit di tribar plat
8. Kencangkan sekrup pengunci centering ke theodolit
9. Atur (levelkan) nivo kotak sehingga sumbu kesatu benar-benar tegak / vertikal dengan menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur tersebut.
10.Atur (levelkan) nivo tabung sehingga sumbu kedua benar-benar mendatar dengan menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur tersebut.
11.Posisikan theodolit dengan mengendurkan sekrup pengunci centering kemudian geser kekiri atau kekanan sehingga tepat pada tengah-tengah titik ikat (BM), dilihat dari centering optis.
12.Lakukan pengujian kedudukan garis bidik dengan bantuan tanda T pada dinding.
13.Periksa kembali ketepatan nilai indeks pada sistem skala lingkaran dengan melakukan pembacaan sudut biasa dan sudut luar biasa untuk mengetahui nilai kesalaha indeks tersebut.
2.4. Poligon
Poligon
digunakan apabila titik - titik yang akan dicari koordinatnya terletak
memanjang sehingga terbentuk segi banyak (poligon). Pengukuran dan Pemetaan
Poligon merupakan salah satu pengukuran dan pemetaan kerangka dasar horizontal
yang bertujuan untuk memperoleh koordinat planimetris (X,Y) titik - titik
pengukuran. Pengukuran poligon sendiri mengandung arti salah satu metode
penentuan titik diantara beberapa metode penentuan titik yang lain. Untuk
daerah yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran cara poligon merupakan
pilihan yang sering di gunakan, karena cara tersebut dapat dengan mudah
menyesuaikan diti dengan keadaan daerah/lapangan.
Penentuan
koordinat titik dengan cara poligon ini membutuhkan,
Koordinat Awal : Bila
diinginkan sistem koordinat terhadap suatu sistim tertentu, haruslah dipilih
koordinat titik yang sudah diketahui misalnya: titik triangulasi atau titik -
titik tertentu yang mempunyai hubungan dengan lokasi yang akan dipatokkan. Bila
dipakai system koordinat lokal pilih salah satu titik, BM kemudian beri harga
koordinat tertentu dan tititk tersebut dipakai sebagai acuan untuk titik -
titik lainya. Koordinat Akhir : Koordinat titik ini di butuhkan untuk
memenuhi syarat Geometri hitungan koordinat dan tentunya harus di pilih titik
yang mempunyai sistem koordinat yang sama dengan koordinat awal. Azimuth Awal
: Azimuth awal ini mutlak harus diketahui sehubungan dengan arah
orientasi dari system koordinat yang dihasilkan dan pengadaan datanya dapat di
tempuh dengan dua cara yaitu sebagai berikut :
§
Hasil hitungan dari koordinat titik - titik yang
telah diketahui dan akan dipakai sebagai tititk acuan system koordinatnya.
§
Hasil pengamatan astronomis (matahari).
Pada
salah satu titik poligon sehingga didapatkan azimuth ke matahari dari titik
yang bersangkutan. Dan selanjutnya dihasilkan azimuth kesalah satu poligon
tersebut dengan ditambahkan ukuran sudut mendatar (azimuth matahari).
2.4.1. Dasar Perhitungan Koordinat Titik
Kerangka dasar horisontal adalah sejumlah titik yang
diketahui koordinatnya dalam satu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat
yang dimaksudkan adalah sistem koordinat kartesian bidang datar. Metode-metode
yang digunakan untuk menentukan posisi horisontal ini dikelompokkan ke dalam
metode penentuan titik tunggal (satu titik) dan metode penentuan banyak titik.
Metode yang termasuk penentuan koordinat titik tunggal antara lain :
§ metode polar
§ metode perpotongan ke muka
§ metode perpotongan ke
belakang
Sedangkan yang termasuk
penentuan koordinat titik banyak antara lain :
§ metode polygon
§ metode triangulasi
§ metode trilaterasi
2.4.2 Cara Menentukan Koordinat Titik
Dalam penggambaran poligon titik-titik kontrol, metode-metode
yang dipakai untuk meletakkan posisi detail pada peta tergantung pada prosedur
yang dipakai untuk menentukan lokasinya, dan bentuk dimana data itu berada.
Bila catatan lapangan adalah sudut dan jarak, pusat batas dan titik-titik
penting diatas dimana pekerjaan konstruksi sudah terjadi tergantung padanya,
digambar dengan metode koordinat. Sedang untuk jarak digambar dengan skala dari
puncak, untuk menggambar detail jelasnya tentang cara-cara membuat detail
dengan busur.
Pada
ujung awal poligon diperlukan satu titik yang telah diketahui koordinat dan
sudut jurusannya. Karena untuk menentukan koordinat titik yang lain diperlukan
sudut mendatar dan jarak mendatar, maka pada pengukuran di lapangan data yang
diambil adalah data sudut mendatar dan jarak mendatar di samping itu diperlukan
juga penentuan sudut jurusan dan satu titik yang telah diketahui koordinatnya.
Sudut
mendatar pada setiap stasiun dan jarak antara dua titik kontrol perlu diukur di
lapangan. Data ukuran tersebut, harus bebas dari sistematis yang terdapat (ada
alat ukur) sedangkan salah sistematis dari orang atau pengamat dan alam di
usahakan sekecil mungkin bahkan kalau bisa ditiadakan.
Berdasarkan
bentuknya poligon dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu :
Poligon berdasarkan visualnya :
Poligon berdasarkan visualnya :
poligon tertutup
Gambar 2.16. Poligon Tertutup
poligon terbuka
Gambar 2.17. Poligon Terbuka
poligon bercabang
Gambar 2.18. Poligon Bercabang
Poligon berdasarkan
geometriknya :
- poligon terikat sempurna
- poligon terikat sebagian
- poligon tidak terikat
Untuk
mendapatkan nilai sudut - sudut dalam atau sudut-sudut luar serta jarak jarak
mendatar antara titik-titik poligon diperoleh atau diukur di lapangan
menggunakan alat pengukur jarak yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi. Poligon
digunakan apabila titik - titik yang akan dicari koordinatnya terletak
memanjang sehingga membentuk segi banyak (poligon). Metode poligon merupakan
bentuk yang paling baik di lakukan pada bangunan karena memperhitungkaan bentuk
kelengkungan bumi yang pada prinsipnya cukup di tinjau dari bentuk fisik di
lapangan dan geometriknya.
Berbagai
bentuk poligon mudah dibentuk untuk menyesuaikan dengan berbagai bentuk medan
pemetaan dan keberadaan titik – titik rujukan maupun pemeriksa. Tingkat
ketelitian sistem koordinat yang diinginkan dan kedaan medan lapangan
pengukuran merupakan faktor - faktor yang menentukan dalam menyusun ketentuan
poligon kerangka dasar. Tingkat ketelitian umum dikaitkan dengan jenis dan atau
tahapan pekerjaan yang sedang dilakukan.
Sistem
koordinat dikaitkan dengan keperluan pengukuran pengikatan. Medan lapangan
pengukuran menentukan bentuk konstruksi pilar atau patok sebagai penanda titik
di lapangan dan juga berkaitan dengan jarak selang penempatan titik.
2.5. Garis Kontur
Garis
kontur adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik dengan ketinggian
yang sama atau garis kontur adalah garis kontinyu diatas peta
yang memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan ketinggian yang
sama. Nama lain garis kontur adalah garis tranches, garis tinggi dan
garis tinggi horizontal. Garis kontur + 25 m, artinya garis kontur ini
menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama + 25 m
terhadap tinggi tertentu. Garis kontur disajikan di atas peta untuk
memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah. Aplikasi lebih
lanjut dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi
slope (kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang atau
melintang permukaan tanah terhadap jalur proyek (bangunan)
dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill) permukaan tanah
asli terhadap ketinggian vertikal garis atau bangunan. Garis kontur
dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis perpotongan
bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta. Karena
peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka untuk garis kontur ini
juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta. Salah satu unsur
yang penting pada suatu peta topografi adalah informasi tentang tinggi suatu
tempat terhadap rujukan tertentu. Untuk menyajikan variasi ketinggian suatu
tempat pada peta topografi, umumnya digunakan garis kontur (contour-line).
Gambar 2.19. pembentukan garis
kontur
2.5.1. Sifat dan Karakteristik Garis Kontur
Sifat dan
karakteristik garis kontur diantaranya adalah :
1. Garis kontur ketinggian yang lebih rendah selalu mengelilingi garis
kontur yang lebih tinggi.
2. Garis
kontur ketinggian tidak
akan saling berpotongan dan tidak bercabang.
3. Garis
kontur ketinggian merupakan kurva tertutup sehingga tidak akan ada yang
terputus.
4. Garis kontur ketinggian pada daerah landai/datar akan tergambar renggang/berjauhan sebaliknya garis kontur di daerah curam/terjal
akan tergambar
rapat.
5. Garis
kontur ketinggian yang ujungnya melengkung keluar menjauhi puncak
berbentuk “U” menggambarkan punggungan.
6. Garis
kontur ketinggian yang ujungnya melengkung kedalam mendekati puncak
berbentuk “∩” menggambarkan lembah.
7. Garis kontur ketinggian untuk
daerah yang cekung digambarkan garis berbulu.
8. Garis kontur ketinggian antara
digambarkan dengan garis
terputus-putus.
9. Perbedaan ketinggian antara dua garis
kontur yang berurutan (interval kontur)
merupakan bilangan tetap.
10.Interval kontur sama dengan skala
peta dibagi 2000. Rumus ini tidak berlaku apabila peta tersebut telah di
fotokopi perbesar atau perkecil. Jadi cara yang paling mudah mencari interval kontur adalah selisih antara
dua indeks kontur yang berdekatan dibagi spasinya adalah harga interval
kontur.
2.5.2. Pemakaian Garis Kontur
Garis
kontur disajikan di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan
permukaan tanah. Aplikasi lebih lanjut dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi slope (kemiringan
tanah rata-rata), irisan profil memanjang atau melintang permukaan tanah
terhadap jalur proyek (bangunan) dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill) permukaan tanah asli
terhadap ketinggian vertikal garis atau bangunan.
2.5.3. Penggambaran Garis Kontur
Garis
kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis perpotongan
bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta. Karena peta
umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka bentuk garis kontur ini juga akan
mengalami pengecilan sesuai skala peta. Dengan memahami bentuk-bentuk tampilan
garis kontur pada peta, maka dapat diketahui bentuk ketinggian permukaan tanah.
Cara penggambaran garis kontur adalah dengan cara :
§ Garis
kontur merupakan garis lengkungan yang tertutup dan tidak bercabang atau
terputus.
§ Untuk
daerah yang berbukit atau terjal, garis kontur makin rapat, bahkan cenderung
menjadi suatu garis tebal.
§ Untuk
daerah datar, maka garis kontur tampak menjadi jarang atau jaraknya renggang.
§ Garis
kontur yang melewati sungai diarahkan pada nilai kontur yang lebih tinggi
kearah hulu sungai
§ Garis
kontur yang melewati bangunan gedung, maka garis mengelilingi bangunan tersebut.
2.5.4. Data Terkoreksi
Koreksi kesalahan sangatlah diperlukan dalam analisa
data, sebab data yang dianalisa tersebut memerlukan ketelitian. Beberapa hal
yang perlu dikoreksi dalam analisa data yaitu:
1. Kontrol
tidak terkoreksi.
2. Jarak titik
kontrol terlalu besar.
3. Titik-titik
kontrol tidak dipilih.
4. Pemilihan
titik-titik untuk penggambaran kontur tidak baik.
5. Kontur yang
diambil tidak cukup.
6. Kontur
horizontal dan vertikal tidak cukup.
BAB III
PERALATAN YANG DIPAKAI
3.1. Peralatan Utama
Alat
utama adalah faktor yang terpenting dalam melakukan pengukuran dan jika alat
tersebut tidak ada maka pengukuran tidak dapat dilaksanakan.
3.1.1. Macam Peralatan Utama
Alat Utama terdiri dari :
1. Alat Ukur Sipat Datar
Berfungsi
untuk mengukur beda tinggi antara dua titik, jarak antara dua titik, dan sudut
horizontal.
Sumber: Dokumentasi praktikum kelompok 1, 13
April 2013
Gambar 3.1. Water Pass / Sipat Datar
2. Alat Ukur Theodolit
Theodolit adalah salah satu alat ukur
tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan
sudut tegak. Berbeda dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja.
Di dalam theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon
(detik).
Sumber: Dokumentasi praktikum
kelompok 1, 14 April 2013
Gambar 3.2. Theodolite
3.1.2. Bagian dan Fungsi Peralatan
Utama
1.
Waterpass /
Sipat Datar
Waterpass digunakan
untuk mengukur beda tinggi suatu titik di atas permukaan bumi. Bagian-bagiannya
antara lain :
a. lensa teropong
b. cermin
c. nivo
d. alat penggerak
halus
Waterpass terdiri atas dua lensa, yaitu lensa obyektif
dan lensa okuler. Di samping itu terdapat lensa pembalik yang membuat jalannya
sinar dari obyek ke pengamat lurus. Fungsi cermin dipakai untuk mengawasi nivo
oleh pengamat sambil mengarahkan teropong ke obyek yang dituju. Untuk
mengontrol posisi pesawat apakah sudah datar atau belum digunakan nivo.
Sedangkan untuk mengatur teropong sehingga pembacaan titik menjadi jelas
digunakan alat penggerak halus.
Sumber: www.google.com
Gambar 3.3.
Bagian – bagian waterpass
Keterangan gambar waterpass :
1. Sekrup
penggerak lensa teropong
2. Lensa okuler
3. Cermin
pemantul bidang nivo tabung
4. Nivo tabung
5. Sekrup
penyetel
6. Klem pengunci
7. Penyetel arah
sudut
8. Lensa obyektif
2. Theodolit
Konvensional / Theodolit 0 (T0)
Pada dasarnya alat theodolit
konvensional sama dengan theodolit
digital, hanya pada alat ini pembacaan sudut azimuth dan sudut zenith
dilakukan secara manual. Theodolit 0
(T0) dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Bagian bawah terdiri atas
sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung, di atasnya terdapat alat pembaca nonius. Di tepi lingkaran terdapat alat
pembaca nonius. Bagian atas terdiri
dari bagian mendatar. Di atasnya terdapat teropong dilengkapi dengan
sekrup-sekrup pengatur fokus dan garis-garis bidik diagfragma.
Cara penggunaan theodolit
0 (T0) :
1.
Alat dipasang di atas patok. Untuk
mengetahui as pesawat tepat di atas patok atau belum, digunakan pendulum dan
diusahakan ketelitiannya 3 mm. Jika alat belum tepat di atas patok, maka perlu
digeser sehingga pendulum tepat berada di atas patok.
2.
Sebelum digunakan alat diatur
sedemikian rupa sehingga alat berada dalam posisi mendatar. Pengaturan
dilakukan dengan bantuan sekrup pengatur instrumen dan nivo kotak. Setelah
dilakukan pengaturan dengan tepat, alat dapat digunakan.
Sumber: www.google.com
Gambar
3.4. Theodolit
Konvensional ( T0 )
Keterangan gambar theodolit
0 (T0) :
1.
Plat dinding pelindung lingkaran
vertikal di dalamnya
2.
Ring pengatur lensa tengah
3.
Pengatur fokus benang silang
4.
Alat baca lingkaran
vertikal/horisontal
5.
Lensa obyektif
6.
Klem vertikal teropong
7.
Penggerak halus teropong
8.
Klem alhidade horisontal
9.
Penggerak halus horisontal
10. Nivo kotak alhidade
horisontal
11. Plat dasar instrumen
12. Nivo tabung alhidade horisontal
3. Theodolit Digital
Theodolit terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian bawah, bagian
tengah, dan bagian atas. Bagian bawah terdiri dari skrup penyetel yang
menyangga suatu tabung dan plat yang berbentuk lingkaran. Bagian tengah terdiri
dari suatu rambu yang dimasukkan ke dalam tabung, dimana pada bagian bawah
sumbu ini adalah sumbu tegak atau sumbu pertama (S1). Di atas S1
diletakkan lagi plat yang berbentuk lingkaran yang berjari-jari lebih kecil
daripada jari-jari plat bagian bawah. Pada dua tempat di tepi lingkaran dibuat
alat pembaca yang disebut nonius (N0).
Suatu nivo diletakkan pada atas plat
nonius untuk membuat sumbu tegak lurus. Bagian atas terdiri dari sumbu
mendatar atau sumbu kedua (S2), pada S2 diletakkan plat
berbentuk lingkaran dan dilengkapi skala untuk pembacaan skala lingkaran. Pada
lingkaran tegak ini di tempatkan kedua nonius
pada penyangga S2.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ada dua perbedaan
antara lingkaran mendatar dengan lingkaran vertikal. Untuk skala mendatar titik
harus ikut berputar bila teropong diputar pada S1 dan lingkaran
berguna untuk membaca skala sudut mendatar. Sedangkan lingkaran berskala
vertikal baru akan berputar bila teropong diputar terhadap S2.
Pembacaan ini digunakan untuk mengetahui sudut miring.
Cara
penggunaan theodolit digital :
1. Cara setting optis
a.
Alat diletakkan di
atas patok, paku payung terlihat pada lensa teropong untuk centering optis.
b.
Pengunci kaki statif
dikendurkan, kaki statif ditancapkan ke tanah dan dikunci atau di kencangkan
lagi.
c.
Gelembung nivo diatur
berada tepat pada tengah lingkaran.
d.
Mengatur salah satu
nivo tabung dengan mengatur sekrup pengatur nivo.
e.
Mengatur nivo tabung
yang lain.
f.
Mengatur nivo
teropong dengan sekrup pengatur nivo teropong.
2. Cara penggunaan
alat
a.
Memasukkan baterai ke
dalam tempatnya kemudian melakukan centering
optis ke atas.
b.
Menghidupkan display dan atur sesuai keperluan.
c.
Untuk membaca sudut
mendatar, arahkan teropong pada titik yang dikehendaki kemudian membaca pada display.
d.
Untuk membaca
sudut vertikal, teropong diarahkan secara vertikal dan kemudian dibaca pada display.
Sumber:
www.google.com
Gambar 3.5. Bagian – bagian Theodolit Digital
Keterangan gambar theodolit digital ( DT 20 ES ) :
1.
Nivo kotak
2. Klem pengunci
3. Penggerak halus
4. Tempat battery
5. Klem pengunci
lingkaran horisontal
6. Penggerak halus
lingkaran horisontal
7. Klem pengatur nivo
tabung
8. Handle / pembawa
9. Lensa okuler
10. Klem pengatur fokus benang
11.
Tombol ON / OFF
12.
Nivo tabung
13. Display
14. Keyboard ( papan tombol )
15.
Plat dasar
3.2. Peralatan Bantu
3.2.1. Macam dan Fungsi Peralatan
Bantu
1. Statif (kaki tiga)
Berfungsi sebagai tempat bertumpu alat utama. Alat
ini terbuat dari besi yang cukup ringan, sehingga mudah dibawa. Alat ini
mempunyai tiga kaki yang diatasnya dipasang kepala statif dengan perantara baut
dan mur sayap. Alat ini disebut juga dengan Tripot.
Pada konstruksi baru tiga kaki tersebut
digabungkan pada kepala statif dengan engsel yang berbentuk silinder. Engsel
ini dapat menggerakkan kaki dengan arah yang tegak lurus pada kepala statif.
Sumber:
Dokumentasi praktikum kelompok 1, 13 April 2013
Gambar 3.6. Kaki Tiga / Statifp
2. Bak Ukur
Berfungsi
sebagai penunjuk angka yang akan terlihat pada penyipat datar bila bak ukur
tersebut diletakkan pada suatu titik yang telah ditentukan.
Sumber: Dokumentasi praktikum kelompok 1, 13 April 2013
Gambar 3.7. Bak Ukur
3.
Patok
Berfungsi sebagai tanda di
lapangan untuk memudahkan mencari suatu titik (titik sementara). Alat ini
terbuat dari kayu/pipa besi dengan ukuran panjang 2 m samapi 3 m dan diberi
warna supaya mudah terlihat.
Sumber: www.google.com
Gambar 3.8. Patok Kayu
4. Payung
Sumber:
Dokumentasi praktikum kelompok 1, 13 April 2013
Gambar 3.9. Payung
Dipergunakan untuk melindungi alat
terhadap sinar matahari dan hujan. Penyinaran secara langsung dapat
mengakibatkan nivo pecah karena penguapan cairan, mengerasnya
klem-klem/pengunci, dan mengubah pengaturan alat. Air hujan dapat membahayakan
lensa apabila mengenai lensa, akibatnya lensa atau pengelihatan menjadi tidak
jelas atau kabur.
5. Roll Meter
Sumber: Dokumentasi
praktikum kelompok 1, 14 April 2013
Gambar 3.10. Roll Meter
Berfungsi untuk mengukur jarak secara langsung di
lapangan. Alat ini dapat terbuat dari plat baja (meet veer)/ kain khusus (meet
band) dengan panjang 30 m sampai 50 m. Sedapat mungkin selalu digulung setiap
mengukur jarak.
6. Pendulum/ Unting -
Unting
Sumber: Dokumentasi praktikum kelompok 1, 13 April 2013
Gambar 3.11. Pendulum/Unting – Unting
Unting
unting atau sering juga disebut dengan pendulum, adalah
salah satu alat tukang yang biasanya dipergunakan untuk mengukur ketegakan
suatu benda atau bidang. Alat ini cukup sederhana dimana terbuat dari bahan
besi dengan permukaan berwarna besi putih, kuningan dan juga besi biasa,
bentuknya biasanya berbentuk prisma dengan ujung lainnya dibuatkan penempatan
benang kait. Namun dapat juga dijumpai dalam berbagai bentuk lainnya
daimana salah satu ujungnya tetap dibuat runcing. Beberapa pemakaian yang sering dijumpai
dalam pekerjaan bangunaan adalah untuk pengukuran ketegakan bekisting,
pembuatan benang horizontal pemasangan dinding bata, penarikan titik pusat
suatu jarak dan beberapa jenis pekerjaan lainnya.
BAB IV
PELAKSANAAN PENGUKURAN
4.1. Persiapan Pelaksanaan Ilmu Ukur
Tanah
Salah
satu fungsi dari survei pendahuluan terhadap lapangan adalah untuk
memperkirakan mobilisasi manusia, waktu, dan propertinya. Agar pelaksanaan
pengukuran berjalan lancar, maka dibutuhkan tenaga yang cukup agar hasilnya
dapat maksimal. Dalam persiapan pengukuran dipengaruhi oleh faktor-faktor
se- bagai berikut :
1.
Mobilisasi manusia, waktu, dan
propertinya.
a.
Manusia
Agar
pelaksanaan pengukuran dapat berjalan dengan lancar, maka diperlukan tenaga
yang cukup maksimal. Adapun mengenai jumlah manusia disesuaikan dengan situasi
dan kondisinya terlebih dahulu, setelah diteliti keadaan lapangannya dan
barulah ditentukan :
§ Apabila jarak yang diukur luas, kita
bisa menggunakan beberapa kelompok dalam sekali pengukuran, misalnya tiga
kelompok untuk sekali pengukuran.
§
Apabila jaraknya kurang luas, bisa
menggunakan satu kelompok saja.
Dalam
suatu bagian pekerjaan tersebut terdapat pembagian tugas pekerjaan. Tetapi,
dalam praktikum kita memakai tujuh orang. Dengan pem- bagian tugas sebagai
berikut :
§ Pembacaan alat satu orang.
§ Pencatat data satu orang.
§
Pembawa bak ukur satu orang.
§ Pengukur jarak tiga orang.
§
Pembawa perlengkapan lain satu orang.
Diharapkan masing-masing melaksanakan tugasnya
dengan maksimal, agar hasil pengukuran lebih teliti dan memungkinkan kesalahan
yang dibuat dapat ditutupi seminimal mungkin.
b.
Waktu
Biasanya,
dalam pengukuran suatu daerah diberi batas waktu, hal tersebut disebabkan
karena :
§ Hasil pengukuran dibutuhkan segera.
§ Agar kesalahan pengukuran dapat
segera diketahui untuk diambil tindakan selanjutnya.
Semakin
cepat waktu yang ditargetkan dalam suatu pengukuran, maka semakin banyak tenaga
yang dibutuhkan. Manusia memiliki tenaga yang terbatas, oleh karena itu
pekerjaan pengukuran dibagi dalam beberapa bagian.
Untuk jarak bak belakang–bak muka dinamakan satu
slag. Jarak slag pertama sampai akhir dalam pengukuran satu hari dinamakan satu
seksi. Sedangkan pekerjaan selanjutnya dari seksi pertama hingga seksi terakhir
dinamakan panjang satu trayek. Hal ini memakan waktu yang lama, belum lagi
daerah yang bergunung dan berlembah dapat memerlukan waktu lebih lama lagi. Oleh karena itu perencanaan waktu
harus diperhatikan.
c.
Properti
Yang
paling penting dari suatu pekerjaan pengukuran adalah alat yang akan digunakan.
Apabila salah satu alat kurang atau ketinggalan, hal tersebut dapat menghambat
jalannya pengukuran. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengukuran hendaknya
diperhitungkan alat apa saja yang perlu dibawa dan akan digunakan. Apabila
lokasi pengukuran dekat, hal tersebut dapat diatasi apabila salah satu alat
tertinggal. Tetapi apabila lokasi pengukuran jauh, hal tersebut dapat
menghambat jalannya pengukuran. Alat utama yang digunakan adalah sipat datar (waterpassing).
2.
Penyiapan Jenis dan Jumlah Alat
Pelaksanaan praktikum dibimbing oleh seorang
asisten yang telah lulus dan menempuh mata kuliah Ilmu Ukur Tanah. Adapun
peralatan yang digunakan dilapangan adalah :
a. Bak Ukur
Bahan :
kayu, aluminium
Panjang :
3 – 5 m, dapat dilipat menjadi pendek
Pembagian bak : umumnya pembagian bak dalam centimeter,
tetapi ada juga pembagian yang lain (untuk tujuan pengukuran yang lebih teliti)
tiap satu centimeter diberi warna.
Fungsi :
untuk mendapatkan pembacaan bak (dalam satuan panjang) dan dari pembacaan bak
ini dapat dihitung beda tinggi antara dua titik.
b. Rol meter
Bahan : plat baja (Meetveer)
Panjang :
30 – 50 m
Fungsi : untuk mengukur jarak mendatar dilapangan secara
langsung.
c. Payung
Fungsi : untuk melindungi alat ukur terhadap sinar matahari dan cuaca
penyinaran secara langsung yang dapat mengakibatkan nivo pecah,
mengerasnya klem-klem dan merubah persyaratan mengatur alat.
d. Statif
Bahan :
besi ringan
Fungsi :
sebagai tempat bertumpu alat ukur utama
e. Patok
Bahan
: pipa besi, kayu
Panjang :
kira-kira 25 – 30 cm
Fungsi : sebagai tanda dilapangan pada titim
tertentu yang akan diukur (sebagai titik sementara).
4.2. Membuat Skema Pengukuran dan Pemasangan Patok
Sebelum melakukan pemasangan patok terlebih dahulu
harus diketahui tujuan dari pengukuran. Dalam praktikum ini, pengukuran
dilakukan untuk mengetahui elevasi saluran guna perhitungan galian dan
timbunan.
Interval
pemasangan patok antara 20m – 50m, tergantung dari kondisi lapangan yang
diukur. Tetapi pada praktikum ini, kita memakai interval 20m. Pemasangan patok
diusahakan sedekat mungkin dengan saluran yang diukur dari sisi kiri atau sisi
kanan, mengingat praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui elevasi saluran
guna perhitungan galian dan timbunan. Kegiatan selanjutnya adalah pembuatan
skema dari rangkaian patok tadi dengan tujuan memudahkan pembacaan di lapangan
tentang lokasi pengukuran.
SKEMA PENGUKURAN
Keterangan
:
= letak alat
A =
jalan raya
A1 = muka tanah kiri
A2 = tanggul kiri
A3 = dasar saluran
A4 = tanggul kanan
= garis bidik alat ke bak
4.3. Pengukuran Sipat Datar
Untuk
melaksanakan pengukuran sipat datar perlu ditempuh langkah-langkah sebagai
berikut :
1.
Menempatkan yalon yang akan diukur.
2. Menempatkan waterpass pada titik
pertama, yaitu antara yalon yang satu dengan yang lain.
Cara
membuat garis bidik secara mendatar :
Memasang
nivo sejajar dengan skrup penyetel yaitu menempatkan gelembung nivo
tepat ditengah-tengah dengan memutar kedua penyetel. Maka arah garis
nivo tegak lurus ini akan membuat arah mendatar. Selanjutnya memutar nivo tegak
lurus dengan putar. Membuat garis mendatar diafragma yang tegak lurus pada
sumbu I tetapi dalam hal ini garis mendatar diafragma mudah dibuat tegak lurus
pada sumbu kesatu oleh pabrik.
3.
Mengarahkan teropong pada bak petama
atau disebut bak belakang. Bak dibaca pembaca pada teropong, maka akan terlihat
garis tangkap diafragma.
4.
Kemudian memindahkan pesawat pada titik
kedua yaitu antara yalon ketiga. Kemudian pada yalon yang kedua ini seperti
titik-titik diatas, yalon kedua ini terdapat titik yang kedua menjadi pembacaan
yang belakang, kemudian memutar teropong lurus ke arah belakang dan membaca
pada bak ketiga, pembacaan bak ini adalah bak muka pada titik yang terakhir.
5. Menentukan
potongan melintang lebar jalan, lebar tanggul dan lebar saluran dengan roll
meter.
FLOW CHART PERHITUNGAN DATA
4.4. Persiapan Pelaksanaan Pemetaan
Dalam
persiapan pelaksanaan pengukuran dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
1. Mobilisasi Manusia
Agar pelaksanaan pengukuran dapat berjalan dengan lancar maka
diperlukan tenaga yang cukup supaya hasilnya maksimal. Adapun jumlah manusia
disesuaikan situasi dan kondisinya terlebih dahulu. Setelah kondisi lapangan
barulah ditentukan :
a. Kalau yang diukur luas
bisa menggunakan beberapa kelompok dalam sekali pengukuran, misalnya tiga kelompok untuk
satu kali pengukuran.
b. Kalau jaraknya kurang
luas bisa menggunakan satu kelompok saja. Sedangkan dalam
satu bagian pekerjaan itu terdapat pembagian tugas. Biasanya dalam satu
kelompok terdiri dari kurang lebih sepuluh orang, dengan pembagian tugas
sebagai berikut :
1.
Pembacaan alat
2. Pencatat data
3. Pembawa bak ukur
4. Pengukur jarak
5. Pembawa perlengkapan lain
Diharapkan masing-masing
melaksanakan dengan maksimal, agar hasil pengukuran lebih teliti dan
memungkinkan kesalahan yang dibuat seminimal mungkin.
2. Waktu
Biasanya pengukuran suatu daerah
diberi batas waktu, hal ini dikarenakan:
1. Hasil pengukuran dibutuhkan segera
2. Agar bila terjadi kesalahan dapat segera diketahui untuk
mengambil tindakan selanjutnya.
Semakin
cepat waktu yang ditargetkan dalam suatu pengukuran, maka semakin banyak yang
dibutuhkan. Hal ini memerlukan watu yang lama oleh karena itu perencanaan waktu
harus benar-benar diperhatikan.
3. Peralatan
Yang
paling penting dari suatu pengukuran adalah alat yang digunakan, apabila salah
satu alat kurang atau ketinggalan, akan dapat menghambat jalannya pengukuran.
Oleh sebab itu sebelum melakukan pengukuran hendaknya diperhatikan alat apa
saja yang perlu dibawa. Apabila lokasi pengukuran dekat, tidak ada masalah
apabila ada salah satu alat ketinggalan, tetapi kalau lokasi pengukuran jauh
akan dapat menghambat jalannya pengukuran. Alat yang digunakan meliputi alat
utama dan alat bantu. Alat utama meliputi : Theodolit, statif dan baak ukur. Sedangkan alat bantu meliputi : patok, unting-unting, meteran dan payung.
4.4.1. Alat-alat yang Digunakan
Pelaksanaan praktikum ini dilaksanakan di lingkungan
kampus Universitas Brawijaya Malang. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum
ini meliputi :
1. Alat-alat utama :
a. Theodolit
Merupakan alat utama yang
digunakan untuk mengukur sudut (vertikal dan horisontal) dan pengukuran
jaraknya secara optis.
b. Statif /kaki tiga/tripod
Digunakan untuk meletakkan
alat ukur, sehingga memungkinkan alat selalu dalam keadaan mendatar ke segala
penjuru.
c. Bak ukur
Digunakan
sebagai penunjuk angka yang terlihat pada alat ukur sudut (theodolit) bila baak ukur tersebut diletakkan pada suatu titik yang
ditentukan.
2. Alat-alat bantu
a. Kompas
Digunakan untuk menunjukkan arah utara
b. Rollmeter
Digunakan untuk mengukur jarak
mendatar di lapangan secara langsung.
c. Unting-unting
Digunakan untuk meneliti apakah theodolit telah berada tepat diatas
titik ukur (sumbu I alat tepat diatas titik).
d. Patok
Patok diperlukan untuk menentukan
titik-titik dalam pengukuran (titik sementara).
e. Payung.
Digunakan untuk melindungi alat ukur
dari penyinaran matahari secara langsung atau melindungi alat dari hujan.
4.4.2. Formulir Pengukuran
Jurusan/Kelompok :
……………………………….
Tanggal :
……………………………….
Lokasi :
……………………………….
Asisten :
.................................................
|
|
|
|
|
|
|
|
Letak Alat &
|
Target
|
Pembacaan Sudut
|
Pembacaan Baak
|
Jarak Metris
|
|||
Tinggi Alat (m)
|
V
|
H
|
ba
|
bt
|
bb
|
(m)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.5. Pengukuran di
Lapangan
Setelah mengetahui keadaan lapangan kita dapat membuat
sketsa tentang keadaan lapangan itu sendiri. Hal ini sangat penting karena
dengan melihat sketsa kita dapat mengetahui urutan titik yang akan diukur dan
jarak-jarak yang perlu diketahui ketinggiannya.
Dalam
sketsa yang dibuat pertama dicari titik yang akan dibidik dan sebagai tanda ditancapkan
yalon atau patok. Dalam pengukuran ini meggunakan dua titik di tiap titik untuk
mengetahui tiap gedung yang terdapat pada tiap poligon. Selain itu kita juga
tancapkan patok pada dua titik yaitu P dan Q sebagai titik awal dan titik
akhir.
Pada
pembidikan, satu pesawat kita tempatkan di titik A setelah terlebih dahulu
yalonnya kita cabut dan unting-unting tegak lurus terhadap titik A. Kemudian
kita stel pesawat sampai memenuhi syarat yang telah ditentukan agar didapatkan
hasil yang baik. Setelah pesawat memenuhi syarat maka di titik A kita bidikkan
ke titik B selanjutnya sesuai dengan sketsa dan rencana yang telah kita buat.
Didalam
pembidikan titik tersebut dibaca skala nonius I dan II serta dibaca pula
pembacaan tinggi tempat yang dibaca melalui benang atas, benang bawah, dan
benang tengah. Setelah pembidikan dari titik A selesai maka pesawat kita
pindahkan ke titik lain searah dengan jarum jam. Demikian pengukuran dilakukan
pada titik dan seterusnya hingga selesai.
Pelaksanaan
pemetaan dilakukan dalam tahapan sebagai berikut :
1. Pembuatan Titik-Titik Kerangka Dasar (TTKD)
Titik-titik
kerangka dasar (TTKD) adalah sejumlah titik yang dibuat dan dipasang di
lapangan (koordinat telah diketahui) yang terbuat dari kayu (patok beton).
Fungsi TTKD ini adalah sebagai titik pengikat pengukuran detail serta
pengontrol titik-titik lainnya. TTKD disebut juga pengukuran titik kontrol yang
dibagi empat yaitu: primer, sekunder, tersier, dan kuarter. Pembagiannya
tergantung dari jarak titik satu dengan titik yang lainnya. Untuk TTKD primer
antara 40 km – 60 km, sekunder antara 10 km – 40 km, tersier antara 3 km – 10
km, dan kuarter antara 1 km – 3 km.
2. Pembuatan Titik-Titik Detail (TTD)
Titik-titik
detail (TTD) adalah berupa titik yang ada di lapangan berupa pojok bangunan
dengan kerapatan tertentu. Pengukuran detail dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Dengan cara ekstra polasi.
§ Dengan sistem koordinat orthogonal.
§
Dengan sistem koordinat kutub (disebut
juga pengukuran tachimeter).
b. Dengan cara interpolasi.
Cara ini hampir sama dengan koordinat
orthogonal, perbedaannya terletak pada pengukuran garis ukurnya.
Assalamualaikum kak, adakah file pdf nya? Boleh saya minta? Ini email saya raisyazabrina15@gmail.com
BalasHapusmohon maaf , file ini saat kuliah. sudah tidak ada file dalam bentuk apapun sebagai back up
Hapus