Atap Jawa Tengah Part 1 (Awal Perjalanan)

Sebuah rencana bermain membutuhkan yang namanya dana. Ya, sebuah hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Posisiku saat itu berada di kabupaten Malang. Tempat kampusku berada dan disana mungkin aku sekedar mengikuti rapat demi rapat dan menuntaskan kewajibanku.

Sayangnya berada di kota itu terlalu lama memang menguras keuanganku. Tentu saja seorang manusia butuh untuk makan yang menjadi faktor utama keuanganku terkuras habis. Belum lagi untuk bensin kesana sini yang menjadi tambahan pengeluaran ku. Sehingga dapat disimpulkan aku tidak boleh terlalu lama untuk berada di malang jika aku ingin berangkat bermain.

Bermain itu dalam artian tentu saja mendaki gunung. Rencana A untuk mengikuti para senior pergi mendaki di gunung pulau lombok sudah jelas sirna. Sehingga aku ikut plan B bersama teman temanku untuk pergi ke jawa tengah. Mencoba bagaimana rasanya berada di atap provinsi jawa tengah.

Tanggal 9 ketika semua kewajiban aku rasa telah bisa ditangguhkan, aku memutuskan untuk pergi ke Surabaya menggunakan motor untuk mengejar kereta yang telah aku pesan hari sebelumnya. Tapi sayang sekali, ketika aku telah sampai Surabaya, tiket kereta relatif lebih mahal, sehingga untuk penghematan, aku jual tiket tersebut kepada salah seorang pengusaha yang membutuhkan (via internet) seharga awal aku membelinya. Hal ini membuatku harus menunggu hingga tanggal 10 di rumah kontrakan teman - teman SMA ku. Sempat juga aku bermain ke pulau madura untuk mengisi kekosongan sehari itu.

Malamnya aku pergi ke rumah teman temanku di sekitar kampus ITS. bukan teman akrab, hanya teman yang memiliki tujuan mendaki yang sama yang aku kenal dari media sosial. Disana di salah satu kos milik temanku itu kami berkumpul. Ada 7 orang yang akan berangkat menuju jawa tengah. Dengan membawa masing masing tas carrier sebesar kulkas. Hehe

Sedikit berkenalan dan basa basi, kami segera berangkat menuju terminal bungurasih di Surabaya menggunakan motor yang kemudian motor tersebut kami titipkan di penitipan sepeda motor di terminal tersebut. Sedikit canggung, tapi lambat laun kami semakin akrab satu sama lain 

Suara mesin, bau solar yang tercampur di udara, sedikit hal yang kurang ku suka dari suasana terminal. Ketika kami mulai berjalan kami selalu ditawari beberapa bis dengan harga dan tujuan yang berbeda beda. Untuk kali ini aku pergi dengan bus jurusan solo. Ketika sampai di solo nantinya akan ada temanku untuk nebeng ke jogja. Hehe. Mengurangi pengeluaran juga sih. Sedangkan beberapa teman teman dari ppns langsung menuju jogja. "Ketemuan di jogja saja ya" begitu kataku.

Malam mulai berlalu, aku tertidur, sembari mengistirahatkan diri di dalam bus mempersiapkan untuk perjalanan panjang keesokan harinya. Tak terasa sudah sampai terminal solo dan aku pun turun. Pukul 03.18 WIB di depan terminal temanku dengan membawa motor nya sudah menunggu dengan mengenakan helm uniknya. Namanya Kadir, seorang anak touring yg aku kenal sewaktu jambore vespa di Lumajang dulu. Katanya dia lagi akan ada pertemuan di jogja dengan anak vespa, jadi bisa deh nunut. Hehe

Pukul 4.43 kami sampai di terminal jogja. Kami berpisah disini. Aku mencari teman teman ppns ku. Ternyata mereka sedang beristirahat di sebuah masjid. Kami segera pergi ke bis dengan jurusan magelang. Bis masih kosong, hanya ada kami dengan beberapa orang saja. Mungkin karena masih pagi. Dengan cepatnya, kami sampai di sebuah warung dimana ini adalah transit para pendaki yang ingin mendaki melalui jalur wekas.


Setelah menurunkan semua tas carrier kami, kami berniat untuk beristirahat sejenak di warung tersebut. Aku juga dalam keadaan kurang fit, mungkin masuk angin? Mungkin tekanan darahku yang kembali turun? Yah sudah menjadi cerita lama dibalik senangnya aku melakukan kegiatan travelling. Karena hal tersebut aku menjadi mual – mual. Kemudian kami memesan teh dan beberapa gorengan untuk mengisi perut kami pagi itu.

Cukup banyak yang datang ke warung itu. Supir – kernet bis, supir – kernet angkot dan kendaraan lain, ada juga penjual keliling, ada pula beberapa anak sekolah yang juga sedang beristirahat di warung tersebut. Kemudian kami mulai mencari informasi tentang angkutan yang akan membawa kami ke wekas. Tempat dimana pos perijinan pendakian gunung merbabu ada. Tak lama kami mencari informasi datang juga seorang yang menawarkan pilihan.

Pilihan pertama adalah sebuah bus dengan harga Rp.15.000,00 kemudian turun di sebuah gapura desa wekas dan dengan menggunakan ojek Rp.30.000,00 menuju pos perijinan pendakian gunung Merbabu. Pilihan ke 2 kita menggunakan charter mobil. Dengan harga Rp.300.000,00. Untuk setiap mobilnya. Setelah mendengar pilihan – pilihan tersebut, tiba – tiba salah satu teman dari PPNS bernama mas munk mendapat panggilan dari orang tuanya. Dia terkena musibah salah satu anggota keluarganya ada yang meninggal. Sehingga dia diharuskan untuk pulang. Memang sangat disayangkan, tapi setelah kami memindah beberapa barang dan bahan makanan yang berada di tas mas munk, kami pun mulai bersiap untuk berangkat lagi.

Pilihan pertama tentu saja lebih hemat, tetapi kurang efisien. Kemudian jika kita menggunakan pilihan ke 2 tentu saja terkena biaya yang sedikit lebih mahal ketika harga tersebut dibagi 6. Kemudian kami mulai melakukan pendekatan – pendekatan pada salah satu pemilik mobil. Kemudian penawaran kami lakukan untuk menekan harga dan pengeluaran yang harus kami keluarkan pada perjalanan kali ini. Maklum sedang kanker. Hehehe

Sulit menaklukan dan mengambil hati para supir ini. Mereka tetap memasang harga yang cukup mahal. Hingga akhirnya ada sebuah mobil yang baru saja turun, dengan wajah bahagia dia turun sambil menghitung uang. Aku pun menghampirinya dan kami melakukan negosiasi yang panas, hingga dengan hebatnya kami mendapatkan harga Rp/ 150.000,00 untuk sebuah mobil tersebut dengan syarat kami harus menunggu sebentar di pasar karena dia harus membeli beberapa barang. Tentu saja kami tidak keberatan.

Karena masih merasa sedikit mual, aku memutuskan untuk melanjutkan tidur di dalam mobil dan ketika aku sampai, barulah aku dibangunkan. Kami di pasar ternyata sempat membeli sayuran dengan harga Rp.10.000,00 dan mendapat satu kantong plastik besar sayuran. Cukup untuk bekal kami ber enam mendaki. Karena hari masih pagi dan kami masih sedikit merasa lelah, kami memutuskan untuk istirahat dulu di salah satu base camp yang disediakan oleh penduduk setempat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Lembah Shosenkyo, Jungle Track, Air terjun, dan Rope Way

Kawaguchiko, Fuji, dan Momiji

Mengapa Analisa Keruntuhan Bendungan Cirata dan Jatiluhur Begitu Kompleks? Bahkan Bisa Membutuhkan Ratusan Skenario yang Perlu untuk Dimodelkan