SISTEM
DRAINASE PADA PERSAWAHAN
Makalah tugas ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah
Sistem Drainasi yang diampu oleh Linda Prasetyorini, ST., MT.
OLEH :
YUANGGA RIZKY ILLAHI 145060400111003
YOGA OKTA WARDHANA 145060400111028
AGUNG PRAMONO 145060401111047
AHMAD IFFAN F. 145060401111050
ALIF RINALDY 145060401111025
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA MALANG
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK PENGAIRAN
Oktober
2015
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK PENGAIRAN
Oktober
2015
KATA PENGANTAR
Segala Puji atas rahmat yang Allah
SWT anugrahkan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis bisa
menyelesaikan makalah dengan judul “SISTEM DRAINASE PADA PERSAWAHAN”. Kemudian
shalawat serta salam kita sampaikan pada Nabi besar kita Muhammad SAW yang
telah memberikan pedoman hidup yakni Alquran dan sunnah untuk keselamatan umat
dunia.
Makalah ini disusun dengan tujuan
memenuhi tugas Makalah Sistem Drainasi serta memberikan pemahaman kepada
pembaca tentang bagaimana Sistem drainasi pada persawahan dalam berbagai
pembahasan yang nantinya akan dibahas dalam makalah ini.
Seluruh proses penyelesaian makalah
ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, dan pengetahuan. Oleh karena itu, rasa
terima kasih sedalam – dalamnya penulis berikan pada Ibu Linda Prasetyorini,
ST., MT. selaku dosen Sistem Drainasi. Demikianlah makalah ini penulis buat dan
semoga bermanfaat.
Malang, 5 Oktober 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Persawahan
merupakan sebuah tempat dimana sumber pangan dari bangsa Indonesia di bangun.
Persawahan menjadi sebuah tempat penting dimana tanaman – tanaman untuk
pertahanan pangan ditanam guna memenuhi kebutuhan primer sebagai manusia dan
sebagai tugas pokok negara. Setiap penduduk, bahkan makhluk hidup membutuhkan
makanan untuk tetap bertahan.
Sebagai
tempat penanaman tumbuh – tumbuhan untuk kebutuhan pangan, tentu saja areal
persawahan membutuhkan air. Kebutuhan air ini biasa disebut dengan air irigasi
yang memang disediakan oleh manusia guna memenuhi kebutuhan air dari seluruh
lingkup tumbuh – tumbuhan di areal persawahan itu. Penyediaan air yang cukup
bagi tumbuhan yang ada di areal persawahan akan memberikan dampak pertumbuhan
dari tumbuhan itu yang juga baik.
Kebutuhan
air dari tumbuhan bukan tidak terbatas, akan tetapi ada batas tertentu dimana
tumbuhan tersebut akan merasa cukup dengan penyediaan air. Apabila penyediaan
air untuk tumbuhan menjadi berlebih, akan memberikan efek negatif pada tumbuhan
yang telah kita tanam. Tumbuhan yang kelebihan air akan mengalami fase layu
atau bahkan mati. Untuk menghindari kelebihan air pada tumbuhan inilah perlu
adanya sistem drainasi pada persawahan.
Pada
makalah ini, kami akan memberikan beberapa penjelasan tentang sistem drainasi
pada persawahan dimana sistem drainasi persawahan memiliki prinsip yang sedikit
berbeda dengan drainasi pada perkotaan yang pada umumnya kita ketahui.
1.2. Rumusan
Masalah
1.2.1. Apa
yang dimaksud dengan sistem drainasi pertanian itu?
1.2.2.
Bagaimana fungsi bangunan pembuang pada sistem drainasi pertanian?
1.2.3.
Bagaimana mengatasi kelebihan air irigasi pada lahan pertanian?
1.2.4.
Bagaimana langkah untuk merencanakan saluran pembuang?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem drainasi pertanian itu
1.3.2. Untuk
mengetahui fungsi bangunan pembuang pada sistem drainasi pertanian
1.3.3. Untuk
mengetahui cara mengatasi kelebihan air irigasi pada lahan pertanian
1.3.4. Untuk
mengetahui langkah merencanakan saluran pembuang
1.4. Manfaat
1.4.1.
Menjadikan pembaca tahu apa yang dimaksud dengan sistem drainasi pertanian itu
1.4.2.
Menjadikan pembaca tahu bagaimana fungsi bangunan pembuang pada sistem drainasi
pertanian
1.4.3.
Menjadikan pembaca tahu bagaimana cara mengatasi kelebihan air irigasi pada
lahan pertanian
1.4.4.
Menjadikan pembaca paham bagaimana langkah merencanakan saluran pembuang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Sistem Drainasi Pertanian
Sistem
drainasi pertanian adalah sistem yang digunakan untuk membuang air yang tidak
digunakan dalam areal persawahan. Berbeda dengan sistem drainasi perkotaan yang
umumnya kita ketahui, sistem drainasi perkotaan bertujuan untuk membuang
seluruh air yang dibuang tanpa menyisakan sedikitpun karena masalah akan timbul
ketika pada daerah perkotaan masih ada air yang tersisa. Tetapi, pada sistem
drainasi pertanian masih disisakan sedikit air untuk kebutuhan tanaman
pertanian yang ada. Sehingga tidak seluruh kelebihan air dibuang pada sistem
drainasi pertanian.
Drainasi
pada lahan pertanian umumnya membuang kelebihan air seperti kelebihan air
karena hujan dan kelebihan air irigasi. Umumnya juga sistem drainasi pertanian
menggunakan single purpose dimana
saluran dari pembuangan hanya digunakan untuk 1 tujuan saja yaitu membuang
kelebihan air pada lahan tanpa adanya pembuangan limbah pada saluran tersebut.
Penambahan
dan pengurangan air pada lahan pertanian menggunakan sebuah sistem
kesetimbangan yaitu,
Dengan
IR = Air
Irigasi
R = Air
Hujan
ri =
Rembesan masuk
ET =
Evapotranspirasi
P =
Perkolasi
I =
Infiltrasi
rk =
Rembesan keluar
Dapat
disimpulkan bahwa kesetimbangan dimana air yang masuk (sebelah kanan) pada
lahan pertanian harus sama dengan air yang keluar (sebelah kiri) pada lahan
pertanian itu sendiri. Apabila pada sisi air yang masuk lebih besar daripada
jumlah air yang keluar, maka pada saat itulah diperlukan sistem drainasi yang
akan membuang kelebihan air tersebut.
2.2 Bangunan
Pembuang
Agar
pembuangan air dapat berjalan dengan baik, maka diperlukanlah bangunan yang
dapat menunjang pembuangan air tersebut. Umumnya bangunan pembuang atau
bangunan drainasi berupa saluran pembuang yang berada di tanah dengan elevasi
lebih rendah daripada saluran irigasi.
Sama seperti pada saluran irigasi dimana terdapat
saluran yang berjenis seperti petaknya yaitu saluran irigasi primer, sekunder,
tersier. Begitu pula dengan bangunan atau saluran pembuang dimana terdapat
beberapa saluran pembuang seperti saluran pembuang kuarter, saluran pembuang
tersier, saluran pembuang sekunder, dan saluran pembuang primer. Saluran –
saluran tersebut berada pada sebuah jaringan saluran pembuang tersendiri.
Jenis
jaringan Saluran pembuang ada 2 yaitu:
a.
Jaringan saluran pembuang tersier
·
Saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu perak tersier
menampung air langsung dari sawah dan membuang air tersebut ke dalam saluran
pembuang tersier.
·
Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak – petak
tersier yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air,
baik dari pembuang kuarter aupun dari sawah – sawah. Air tersebut dibuang ke
dalam jaringan pembuang sekunder.
b.
Jaringan saluran pembuang utama
·
Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan
pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke
jaringan pembuang alamiah dan ke luar daerah irigasi.
·
Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran
pembuang sekunder ke luar daerah irigasi. Pembuang primer sering berupa saluran
pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak sungai
atau ke laut.
Petak sekunder umumnya
diberi nama dengan huruf besar kemudian pada petak tersebut dimana terdapat
petak tersier diberi nama dengan huruf besar dengan angka dibelakangnya. Saluran
irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani tetapi
dengan huruf kecil. Misalnya a1, a2 dan seterusnya. Sedangkan saluran pembuang
kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dibuang airnya , diawali
dengan dk, misalnya dka1, dka2, dka3 dan seterusnya.
2.3. Kelebihan
Air Irigasi
Air
irigasi yang berlebih terkadang dapat terjadi. Entah itu dikarenakan hujan
maupun pemberian air irigasi dari saluran irigasi yang berlebihan. Pembuangan
air irigasi ini diperlukan karena:
·
Bangunan sadap tersier tidak diatur secara terus – menerus
·
Banyak saluran sekunder tidak dilengkapi dengan bangunan
pembuang (wasteway)
·
Ada jaringan – jaringan irigasi yang dioperasikan sedemikian
rupa sehingga debit yang dialirkan berkisar antara Q70 dan Q100
Air
irigasi yang diberikan tidak berpengaruh terhadap kapasitas pembuang yang
diperlukan. Anggapan ini dapat dibenarkan hanya apabila jatah air untuk masing
– masing petak tersier sama denan kebutuhan air untuk petak itu pada saat
tertentu. Tetapi, saluran primer dan saluran sekunder yang besar biasanya
dioperasikan sedemikian rupa sehingga saluran – saluran itu mengalirkan debit
yang berkisar antara Q80 dan Q100.
Banyaknya
jaringan irigasi yang ada tidak memiliki bangunan pembuang di jaringan utama,
maka ini berarti bahwa selama periode kebutuhan air dibawah Q100 dan
atau masa – masa hujan lebat, kelebihan air harus dialirkan ke jaringan
pembuang intern melalui bangunan sadap tersier.
Ada 3
cara yang mungkin untuk mengalirkan air ke jaringan pembuang intern, yakni
melalui:
·
Saluran irigasi tersier
Apabila kelebihan air irigasi dibuang melalui saluran
tersier ke saluran pembuang tedekat, maka bangunan pembuang itu sebaiknya
ditempatkan jauh di hulu untuk mengurangi panjang saluran dengan kapasitas
penuh. Jika saluran pembuang letaknya dekat dengan boks bagi tersier, maka boks
itu diberi bukaan khusus agar air lebih dapat langsung dibelokkan ke saluran
pembuang. Bergantung pada layout jaringan irigasi dan pembuang, kelebihan air
dapat juga dibuang lewat boks kuarter pertama atau kedua ke pembuang tedekat.
Dalam hal ini, saluran tersier dan boks bagi tersier hingga boks kuarter
hendaknya punya kapasitas cukup untuk membawa kelebihan air tersebut.
Kelebihan air irigasi yang akan dibuang diperkirakan sebesar
70 persen dari debit maksimum. Bukaan khusus pada boks sebaiknya direncana
untuk 70 persen dari Qmaks. Bukaan boks dilengkapi dengan pintu
sorong, yang hanya boleh dioperasikan oleh ulu –ulu. Di hari bukaan itu harus
dibuat bangunan terjun dan saluran pembuang pendek. Bukaan ini tidak mempunyai
ambang. Pintu sorong diletakkan pada dasar boks bagi. Bukaan sebaiknya kecil
saja agar kecepatan aliran di saluran tersier tidak menajdi terlalu tinggi.
·
Saluran kuarter
Untuk membuang kelebihan air melalui saluran kuarter,
masing – masing saluran kuarter direncana sedemikian sehingga kapasitas
maksimum rencananya sama dari hulu sampai hilir. Saluran – saluran itu
dihubungkan dengan pembuang dengan sebuah bangunan akhir,
·
Petak sawah
Apabila kelebihan air yang mengalir dari sawah ke saluran
pembuang, maka petani harus menggalu saluran kecil di antara 2 deret tanaman
padi. Tanggul sawah sebaiknya mempunyai semacam bangunan pembuang guna
mengontrol kedalaman air di sawah.
Cara yang terakhir ini berarti bahwa para petani tidak
diperkenankan menutup pengambilan air di sawah selama turun hujan lebat. Juga
selama padi menjadi masak, 2 sampai 3 minggu menjelang panen, sawah tidak dapat
dikeringkan sama sekali karena masih ada kelebihan air yang mengalir dari sawah
itu ke saluran pembuang.
2.4. Perencanaan Saluran
Pembuang
2.4.1. Data Topografi
Data – data topografi yang
diperlukan untuk perencanaan saluran pembuangan adalah:
·
Peta topografi dengan jaringan irigasi dan pembuang dengan
skala 1 : 2.5000 dan 1 : 5.000
·
Peta trase saluran dengan skala 1 : 2.000; dilengkapi dengan
garis – garis ketinggian setiap interval 0,5 m untuk daerah datar atau 1,0 m
untuk daerah berbukit – bukit.
·
Profil memanjang dengan skala horisontal 1 : 2.000; dan skala
vertikal 1 : 200 (atau 1 : 100 untuk saluran yang lebih kecil, jika diperlukan)
·
Potongan melintang dengan skala 1 : 200 (atau 1 : 100 untuk
saluran yang lebih kecil jika diperlukan) dengan interval garis kontur 50 m
untuk potongan lurus dan 25 m untuk potongan melengkung.
Perkembangan
teknologi photo citra satelit kedepan dapat dipakai dan dimanfaatkan untuk
melengkapi dan mempercepat proses perencanaan jaringan irigasi. Kombinasi
antara informasi pengukuran teristris dan photo citra satelit akan dapat
bersinergi dan saling melengkapi.
Kelemahan
foto citra satelit tidak stereometris sehingga aspek beda tinggi kurang dapat
diperoleh informasi detailnya tidak seperti pengukuran teristris, sedangkan
dalam perencanaan irigasi presisi dalam pengukuran beda tinggi sangat penting.
Meskipun demikian banyak informasi lain yang dapat dipakai sebagai pelengkap
perencanaan jaringan irigasi antara lain sebagai cross check untuk perencanaan
jaringan irigasi.
2.4.2. Data
Rencana
Untuk mencari dan mendapatkan data rencan, beberapa
hal yang bisa lakukan adalah melakukan survei lapangan. Hal ini dikarenakan
terkadang data yang ada untuk pembangunan dan perencanaan tidak mencukupi atau
bahkan tidak ada, sehingga kita perlu melakukan survei lapangan guna
mendapatkan data tersebut. Survei lapangan mencakup beberapa tahapan
sebagai berikut:
a. Survei
awal
Hal ini merupakan survei paling awal yang
harus dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi sebanyak mungkin agar
dapat dipakai lagi dalam melaukukan survei lebih lanjut. Tujuannya yaitu
menentukan kuas lahan yang harus dikembangkan , menentukan persediaan, tata
letak dan kapasitas outlet saluran drainase, menyusun rencana umum pengembangan
dan menyusun perkiraan biaya dan keuntungan yang didapatkan.
b. Survei
lanjutan
Merupakan kelanjutan dari survei awal namun
lebih terperinci. Data dan informasi yang diperoleh harus digunakan untuk dasar
pembuatan rancangan bangunan secara kasar, misalnya menyusun kriteria rancang,
kebutuhan pengatusan dan sebagainya. Survei dilakukan untuk mengetahui
tempat-tempat yang dipilih bagi selokan drainase atau cara pengaliran kelebihan
air. dalam hal ini perhatian ditujukan pada tempat-tempat yang rendah atau
paling rendah diantara area lahan yang diairi serta yang akan akan langsung
memasuki saluran pembuang yang lama seperti sungai dan lain-lain.
c. Survei
rancang bangun
Survei rancang bangun mencakup survei
terakhir yang harus dilakukan sebelum pekerjaan konstruksi dilakukan. Oleh
sebab itu data yang dikumpulkan haruslah serinci dan seaktual mungkin. Melalui
survei rancang bangun ini dapat diketahui asisten drainase yang sesuai yaitu
sistem drainase permukaan atau sistem drainase bawah permukaan.
2.4.2.1.
Jaringan Pembuang
Jaringan
pembuang pada umumnya direncanakan untuk mengalirkan kelebihan air secara
gravitasi karena dari segi ekonomi, pembuangan kelebihan air dengan pompa tidak
layak. Daerah – daerah rigasi dilengkapi dengan bangunan - bangunan pengendali banjir disepanjang
sungai untuk mencegah masuknya iar banjir kedalam sawah – sawah irigasi.
Lahan
dengan tanaman padi akan memiliki jaringan pembuang yang berbeda dengan lahan
tanaman selain padi, misalnya tanaman ladang. Jika tanaman – tanaman ladang
dipertimbangkan, maka metode – metode penyiapan lahan pada punggung medan dapat
diterapkan.
Pembuangan
air di daerah datar (misalnya dekat laut) dan daerah pasang surut yang
dipengaruhi oleh muka air laut, sangat bergantung kepada muka air sungai
saluran yang menampung air buangan ini, muka air ini memegang peranan penting
dalam perencanaan kapasitas saluran pembuang maupun dalam perencanaan bangunan
– bangunan khusu dilokasi ujung (muara) saluran pembuang bangunan yang dimaksud
misalnya pintu otomatis yang tertutup selama muka air sungai naik mencegah agar
sungai tidak masuk lagi ke saluran pembuang.
Di
daerah – daerah uang diairi secara irigasi teknis, jaringan pembuang mempunyai
dua fungsi yaitu:
·
Sebagai pembuang intern yang terdiri dari saluran pembuang
tersier dan kuarter untuk mengalirkan kelebihan air dari sawah untuk mencegah
terjadinya genangan dan kerusakan tanaman atau untuk mengatur banyaknya air
tanah sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman.
·
Pembuang ekstern yang terdiri dari saluran pembuang primer
dan saluran pembuang sekunder untuk mengalirkan air dari daerah dalam irigasi
yang mengalir melalui daerah luar irigasi. Kelebihan air ditampung di dalam
saluran pembuang kuarter dan tersier yang akan mengalirkannya ke dalam jaringan
pembuang utama dari saluran pembuang sekunder dan primer.
Aliran
buangan dari luar daerah irigasi biasanya memasuki daerah proyek irigasi
melalui saluran – saluran pembuang alamiah yang akan merupakan bagian dari
jaringan utama di dalam proyek tersebut.
2.4.2.2.
Kebutuhan Pembuang untuk Tanaman Padi
Biasanya
tanaman padi tumbuh dalam keadaan “tergenang” dan dengan demikian, dapat saja
bertahan dengan sedikit kelebihan air. Untuk varietas unggul, tinggi air 10 cm
dianggap cukup dengan tinggi muka air antara 5 sampai 15 cm dapat diizinkan.
Kedalaman air yang lebih dari 15 cm harus dihindari, karena air yang lebih
dalam untuk jangka waktu yang lama akan mengurang hasil panen varietas lokal
unggul dan khususnya varietas biasa (tradisional) kurang sensitif demikian,
tinggi air yang melebihi 20 cm tetap harus di hindari.
Besar
kecilnya penurunan hasil panen oleh air berlebihan bergantung pada:
·
Dalamnya lapisan air yang berlebihan
·
Berapa lama genangan yang berlebihan itu berlangsung
·
Tahapan pertumbuhan tanaman
·
Varietas padi
Kelebihan
air di dalam petak tersier bisa disebabkan oleh:
·
Hujan lebat
·
Melimpahnya air irigasi atau buangan yang berlebihan dari
jaringan primer atau sekunder ke daerah itu
·
Rembesan atau limpahan kelebihan air irigasi di dalam petak
tersier
Tahap
– tahap pertumbuhan padi yang paling peka terhadap banyaknya yang berlebihan
adalah selama transplantasi (pemindahan bibit ke sawah persemaian dan permulaan
masa berbunga (periocle)). Merosotnya
panenan secara tajam akan terjadi apabila dalamnya lapisan air di sawah
melebihi separoh dari tinggi tanaman padi selama 3 hari atau lebih atau jika
tanaman padi tergenan air sedalam lebih dari 20 cm selama jangka waktu lebih
dari 3 hari maka hampir dapat dipastikan bahwa tidak akan ada panenan.
Jumlah
kelebihan air yang harus dikeringkan per petak disebut modulus pembuang atau
koefisien pembuang dan ini bergantung pada:
·
Curah hujan selama periode tertentu
·
Pemberian air irigasi pada waktu itu
·
Kebutuhan air tanaman
·
Perkolasi tanah
·
Tampungan di sawah – sawah selama atau pada akhir periode
yang bersangkutan
·
Luasnya daerah
·
Sumber – sumber kelebihan air yang lain
Pembuang permukaan untuk petak dinyatakan sebagai
Dengan
n =
jumlah hari berturut – turut
D(n) =
limpasan pembuang permukaan selama n hari, mm
R(n)T =
curah hujan dalam n hari berturut – turut dengan periode ulang T tahun,
mm
I =
pemberian air irigasi, mm/hari
ET =
evapotranspirasi, mm/hari
P =
perkolasi, mm/hari
∆S =
tampungan tambahan, mm
Untuk perhitungan modulus pembuangan, komponennya
dapat diambil sebagai berikut :
a.
Dataran rendah
·
Pemberian air irigasi I sama dengan nol jika irigasi di
hentikan.
·
Pemberian air irigasi I sama dengan evapotranspirasi ET jika
irigasi diteruskan
·
Tampungan tambahan disawah pada 150 mm lapisan air maksimum,
tampungan tambahan ∆S pada akhir hari – hari berturutan n diambil maksimum 50
mm
·
Perkolasi P sama dengan nol.
b.
Daerah terjal
·
Pemberian air irigasi I sama dengan nol jika irigasi di
hentikan.
·
Pemberian air irigasi I sama dengan evapotranspirasi ET jika
irigasi diteruskan
·
Tampungan tambahan disawah pada 150 mm lapisan air maksimum,
tampungan tambahan ∆S pada akhir hari – hari berturutan n diambil maksimum 50
mm
·
Perkolasi P sama dengan 3 mm/hari
Untuk modulus pembuang rencana dipilih curah hujan 3 hari dengan periode
ulang 5 tahun. Kemudian modulus pembuang tersebut adalah
Dengan
|
|
|
Dm
D(3)
|
=
=
|
modulus pembuang, l/dt.
Ha
limpasan pembuang permukaan selama 3 hari, mm
|
1 mm/ hari
|
=
|
1/8,64 l/dt.ha
|
Untuk daerah – daerah sampai seluas 400 ha pembuang
air per petak di ambil konstan. Jika daerah – daerah yang akan dibuang
airnya yang lebih besar akibat menurunnya curah hujan (pusat curah hujan sampai daerah curah hujan) dan dengan demikian
tampungan sementara yang relatif
lebih besar, maka dipakai harga pembuang yang lebih kecil per petak.
Debit pembuang rencana
dari sawah dihitung sebagai
berikut :
Dengan :
Qd = debit pembuang rencana,
l/dt
Dm = modulus pembuang, l/dt.ha
A =
luar daerah yang dibuang airnya, ha
c.
Daerah Kering
Pada daerah kering dengan ketersediaan air terbatas maka dapat diterapkan budaya tanam padi dengan pola intensif
atau pola kering yaitu sistem SRI, dimana tidak dilakukan penggenangan air pada kisaran 5 sampai
15 cm. Hal ini menyebabkan petani akan membuka galengan selama musim hujan. Oleh sebab itu akan menyebabkan drainage modul mempunyai nilai lebih
besar sehingga
diperlukan penelitian lebih lanjut. Dimensi saluran pembuang pada cara ini diduga lebih
besar dari pada dimensi saluran
pembuang cara konvensional/biasa.
2.4.2.3.
Kebutuhan Pembuang untuk Sawah Non Padi
Untuk
pembuang sawah
yang ditanami
selain padi,
ada beberapa daerah
yang perlu diperhatikan yakni :
-
Daerah
– daerah aliran sungai yang berhutan
-
Daerah – daerah dengan tanaman – tanaman ladang (daerah – daerah
terjal)
-
Daerah
– daerah permukiman
Dalam merencanakan saluran – saluran
pembuang untuk daerah – daerah di mana padi tidak ditanam,
ada dua macam debit yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
-
debit puncak maksimum dalam
jangka waktu pendek dan
-
debit rencana
yang dipakai untuk perencanaan saluran
a.
Debit puncak
Debit puncak untuk daerah – daerah yang dibuang airnya
sampai seluas 100 km2 dihitung dengan rumus “Der Weduwen”, yang didasarkan pada pengalaman mengenai sungai – sungai di Jawa ; rumus – rumus lain bisa digunakan juga
Dengan
Qd
= debit puncak,
m3/ dt
𝛼 = koefisien
limpasan air hujan (run
off)
𝛽 = koefisien
pengurangan luas daerah hujan
q =
curah hujan, m3/dt. km2
A = luas aeral
yang dibuang airnya, km2
b.
Debit Rencana
Debit rencana didefinisikan sebagai volume limpasan air hujan dalam waktu sehari dari suatu daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan oleh curah hujan sehari di daerah tersebut air hujan yang tidak tertahan atau merembes dalam waktu satu hari, diandaikan mengalir dalamwaktu satu hari, diandaikan mengalir dalam waktu satu hari
itu juga. Ini menghasilkan debit rencana yang konstan
Debit rencana dihitung
sebagai berikut
(USBR, 1973)
Dengan
Qd = debit rencana,
l/dt
𝛼 = koefisien
limpasan air hujan (lihat Tabel
koefisien limpasan)
R
(1)5 = curah hujan sehari, m dengan kemungkinan
terpenuhi 20%
A = luas daerah yang dibuang airnya, ha
Untuk menentukan harga koefisien limpasan air hujan, akan dipakai hasil
-hasil "metode kurve bilangan" dari US Soil Conservation Service. Untuk uraian
lebih lanjut, baca USBR
Design of Small Dams.
Penutup
Tanah
|
Kelompok
Hidrologis Tanah
|
|
C
|
D
|
|
Hutan
lebat
|
0.60
|
0.70
|
Hutan
tidak lebat
|
0.65
|
0.75
|
Tanaman
Ladang (daerah Terjal)
|
0.75
|
0.80
|
Penjelasan mengenai kelompok hidrologis tanah adalah sebagai berikut:
Kelompok C : Tanah yang mempunyai laju infiltrasi rendah (1 – 4 mm/jam) apabila dalam keadaan jenuh samasekali dan terutama terdiri dari tanah dengan lapisan yang menahan gerak turun air, atau tanah dengan tekstur agak halus sampai halus. Tanah;tanah ini memiliki laju penyebaran
(transmisi) air yang rendah.
Kelompok D : (potensi limpasan tinggi)
Tanah yang mempunyai laju infiltrasi amat rendah (0 – 1 mm/jam) apabila dalam keadaan jenuh sama sekali dan terutama terdiri dari tanah lempung dengan potensi mengembang yang tinggi, tanah dengan muka air tanah tinggi yang permanent, tanah dengan lapisan liat di atau di dekat permukaan, dan tanah dangkal pada bahan yang hamper kedap air. Tanah;tanah ini memiliki laju penyebaran air yang lamban.
2.4.2.4.
Debit Pembuang
Debit rencana akan dipakai untuk merencanakan kapasitas saluran pembuang dan tinggi muka air. Debit pembuang terdiri dari air buangan
dari :
- sawah
- tempat - tempat lain
di luar sawah.
Jaringan pembuang akan direncanakan untuk mengalirkan debit pembuang rencana dari daerah-daerah sawah dan non sawah di dalam maupun di luar (pembuang silang). Muka air yang dihasilkan tidak boleh
menghalangi pembuangan air dari sawah
- sawah di daerah irigasi.
Debit puncak akan dipakai untuk menghitung muka air tertinggi jaringan pembuang. Muka air tertinggi ini akan digunakan
untuk merencanakan sarana pengendalian banjir dan bangunan. Selama terjadi debit puncak terhalangnya pembuangan air dari sawah dapat diterima. Tinggi muka air puncak sering melebihi tinggi muka tanah, dalam hal ini sarana;sarana pengendali banjir akan dibuat di sepanjang
saluran pembuang,
dimana tidak boleh terjadi penggenangan.
Periode ulang untuk debit puncak dan debit rencana berbeda untuk debit puncak, periode ulang dipilih sebagai berikut
:
- 5
tahun untuk saluran
pembuang kecil
di daerah irigasi
atau
- 25 tahun atau lebih, bergantung pada apa yang akan dilindungi untuk sungai
periode ulangnya
diambil sama"
dengan" saluran pembuang yang besar.
Periode ulang debit rencana diambil
5 tahun.
Perlu dicatat bahwa debit puncak yang sudah dihitung bisa dikurangi dengan cara menampung debit puncak tersebut. Tampungan dapat dibuat didalam
atau di luar daerah irigasi.
Misalnya ditempat dimana pembuang silang memasuki daerah irigasi melalui gorong – gorong yang disebelah hulunya boleh terdapat sedikit genangan. Didalam jaringan irigasi tampungan dalam jaringan saluran dan daerah cekungan akan dapat meratakan debit puncak di bagian hilir. Debit puncak juga akan dikurangi dengan cara membiarkan penggenangan terbatas (untuk jangka waktu yang pendek) didalam daerah irigasi. Akan tetapi, penggenangan terbatas mungkin
tidak dapat diterima.
Pada pertemuan dua saluran pembuang di mana dua debit puncak
bertemu, debit puncak yang tergabung dihitung sebagai berikut
:
1.
Apabila dua daerah yang akan dibuang airnya kurang lebih sama luasnya (40 sampai 50% dari luas total), debit puncak dihitung sebagai
0,8
kali jumlah kedua debit puncak.
2.
jika daerah yang satu jauh lebih kecil dari daerah yang satunya lagi (kurang
20% dari luas keseluruhan), maka gabungan kedua debit puncak dihitung sebagai daerah
total.
3.
bila
persentase itu berkisar
antara 20 dan 40% maka gabungan kedua debit puncak dihitung dengan interpolasi antara harga – harga
dari no.1 dan 2 diatas.
Untuk menghitung debit rencana pada pertemuan dua saluran pembuang,
debit rencana
yang tergabung
dihitung sebagai
jumlah debit rencana
dari kedua saluran pembuang hulu.
Pada pertemuan saluran pembuang dari daerah irigasi dengan saluran pembuang dari luar daerah irigasi dapat didekati dengan memakai koefisien seperti pada kriteria perencanaan pertemuan dua saluran pembuang intern
dengan jalan :
1.
Dihitung lebih
dahulu besarnya debit aliran dari daerah irigasi
2.
Dihitung debit aliran pembuang luar dengan mempertimbangkan jarak atau panjang saluran, kemiringan, luas daerah pengaliran, lengkung intensitas
hujan
3.
Besaran koefisien yang dipakai sebagai perbandingan adalah besar debit sebagai pengganti perbandingan luas dari daerah pembuangan.
Besarnya koefisien yang dipakai pada pertemuan aliran internal dan aliran
external, tergantung perbandingan besar
debit aliran yaitu :
- Jika selisih
perbandingan besar debit antara
0,40
; 0,50 dari jumlah debit maka dipakai
koefisien 0,8
- Jika perbandingan besar debit kurang dari 0,20 dari jumlah debit maka
debit di hilir adalah
jumlah dari kedua debit
- Jika perbandingan
besar debit antara
0,20 – 0,40 dari jumlah
debit maka
dihitung dengan cara interpolasi.
Perhitungan debit pembuang / drainase
dapat dihitung dengan tata cara perhitungan debit dalam SNI. Salah satu cara yang sering dipakai adalah
dengan cara Rasional, metode/
cara ini merupakan metode
lama yang masih digunakan
untuk memperkirakan debit aliran daerah dengan luasan kecil, umumnya kurang dari 500ha. Asumsi dasar metode
ini antara
lain, puncak
limpasan
terjadi pada saat
seluruh daerah ikut melimpas, yang merupakan fungsi dari intensitas hujan yang durasinya sama dengan waktu konsentrasi. Intensitas hujan diasumsikan
tetap dan seragam di seluruh daerah.
2.4.3. Data Mekanika
Tanah
Masalah utama dalam perencanaan saluran pembuang adalah ketahanan bahan saluran terhadap erosi dan
stabilitas talud. Data – data yang diperlukan untuk tujuan ini mirip dengan data – data yang dibutuhkan
untuk perencanaan saluran irigasi. Pada umumnya data yang diperoleh dari penelitian tanah pertanian akan memberikan petunjuk/ indikasi yang baik mengenai sifat – sifat mekanika tanah yang akan dipakai
untuk trase saluran pembuang.
Karena trase tersebut biasanya terletak di cekungan (daerah depresi) tanah cenderung untuk menunjukkan sedikit variasi. Dalam banyak hal, uji lapisan dan batas cair (liquid
limit) pada interval 0,5 km akan memberikan cukup informasi mengenai klasifikasi seperti dalam Unified Soil Classification System. Apabila dalam pengujian tersebut sifat – sifat tanah menunjukkan banyak variasi, maka interval tersebut harus dikurangi.
2.5. Rencana Saluran Pembuang
2.5.1.
Perencanaan Saluran Pembuang yang Stabil
Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pertimbangan biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang terendah. Ruas;ruas harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi minimal pada setiap potongan melintang
dan seimbang.
Dengan adanya saluran pembuang, air dari persawahan menjadi lebih bersih dari sedimen. Erosi di saluran
pembuang akan merupakan kriteria yang menentukan. Kecepatan rencana hendaknya tidak melebihi kecepatan maksimum yang diizinkan. Kecepatan maksimum yang diizinkan
bergantung kepada bahan
tanah serta kondisinya.
Saluran pembuang direncana di tempat;tempat terendah dan melalui daerah
- daerah depresi.
Kemiringan alamiah tanah dalam trase ini menentukan
kemiringan memanjang saluran pembuang tersebut.
Apabila kemiringan dasar terlalu curam dan
kecepatan maksimum yang diizinkan
akan terlampaui, maka harus
dibuat bangunan pengatur
(terjun).
Kecepatan rencana sebaiknya diambil sama atau mendekati kecepatan maksimum yang diizinkan, karena debit rencana atau debit puncak tidak sering terjadi, debit dan kecepatan aliran pembuang akan lebih rendah
di bawah kondisi eksploitasi rata - rata.
Khususnya
dengan debit
pembuang
yang rendah, aliran
akancenderung berkelok – kelok (meander) bila dasar saluran
dibuat lebar. Oleh karena itu, biasanya saluran pembuang direncana relatif sempit dan dalam. Variasi tinggi air dengan debit yang berubah – ubah biasanya tidak mempunyai arti penting. Potongan – potongan
yang dalam akan
memberikan pemecahan yang lebih ekonomis.
Kemiringan dasar saluran pembuang biasanya mengecil di sebelah
hilir sedangkan debit rencana bertambah besar. Parameter angkutan sedimen relatif IѵR dalam prakteknya akan menurun di sebelah
hilir akibat akar R kuadrat. Sejauh berkenaan dengan air buangan yang relatif bersih dari sawah, hai ini tidak akan merupakan masalah yang berarti. Keadaan ini harus dihindari apabila air buangan yang bersedimen harus dialirkan.
Bila saluran air alamiah digunakan sebagai saluran pembuang, maka umumnya akan lebih baik untuk tidak mengubah
trasenya karena saluran alamiah ini sudah menyesuaikan potongan melintang dan kemiringannya
dengan alirannya sendiri. Dasar dan talutnya
mempunyai daya tahan yang lebih tinggi terhadap kikisan jika dibandingkan dengan saluran pembuang yang baru dibangun
dengan kemiringan talut yang sama.
Pemantapan saluran air dan sungai alamiah untuk menambah kapasitas pembuang sering terbatas pada konstruksi tanggul banjir dan sodetan
dari lengkung meander.
Air dari saluran pembuang mempunyai pengaruh negatif pada muka air tanah atau pada air yang masuk dari laut dan sebagainya. Oleh sebab itu perencana
harus mempertimbangkan faktor tersebut dengan hati
- hati guna memperkecil dampak yang mungkin
timbul.
2.5.2. Rumus dan
Kriteria Hidrolis
2.5.2.1. Rumus
Aliran
Untuk perencanaan potongan saluran pembuang, aliran dianggap sebagai aliran tetap dan untuk itu diterapkan rumus Strickler (Manning)
Dengan
v = kecepatan aliran, m/dt
k =
koefisien kekasaran strickler, m1/3/dt
R =
jari – jari hidrolis,
m
I = kemiringan energi
2.5.2.2. Koefisien
Kekasaran Strickler
Koefisien Strickler
k bergantung kepada
sejumlah faktor, yakni :
-
Kekasaran dasar dan
talut saluran
-
Lebatnya vegetasi
-
Panjang batang vegetasi
-
Ketidak teraturan dan trase, dan
-
Jari – jari hidrolis dan dalamnya
saluran.
Karena saluran pembuang tidak selalu terisi air, vegetasi akan mudah sekali tumbuh disitu dan banyak mengurangi harga k. Penyiangan yang teratur akan memperkecil harga pengurangan ini. Harga – harga k pada Tabel Koefisien
kekasaran strickler pada saluran pembuang. yang dipakai untuk merencanakan saluran pembuang, mengandaikan bahwa vegetasi dipotong secara teratur.
Tabel
koefisien kekasaran strickler untuk saluran pembuang
Jaringan pembuang
utama
|
k m1/3/dt
|
h*) >
1,5 m
|
30
|
h ≤ 1,5 m
|
25
|
Untuk saluran – saluran
alamiah tidak ada harga umum k yang dapat diberikan. Cara terbaik untuk memperkirakan harga itu ialah membandingkan saluran – saluran alamiah tersebut dengan harga – harga k dijelaskan didalam keputusan yang relevan (sebagai contoh, lihat Ven Te Chow ,1985).
2.5.2.3.
Kecepatan Maksimum yang Diijinkan
Kecepatan
maksimum yang diizinkan adalah kecepatan aliran (rata – rata) maksimum yang
tidak akan menyebabkan erosi di permukaan saluran. Kecepatan aliran pada
saluran yang terlalu tinggi akan menyebabkan kerusakan pada dinding dan dasar
saluran. Sehingga umur saluran akan menjadi semakin pendek daripada seharusnya.
Kecepatan
maksimum yang diizinkan ditentukan dalam dua langkah :
·
Penetapan
kecepatan dasar (vb) untuk saluran lurus dengan ketinggian air 1 m;
vb adalah 0,6 m/dt untuk harga – harga PI yang lebih rendah dari 10.
·
Penentuan faktor
koreksi pada vb untuk lengkung saluran, berbagai ketinggian air dan
angka pori.
Dengan
vmaks =
kecepatan maksimum yang diizinkan, m/dt
vb =
kecepatan dasar, m/dt
A =
faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B =
faktor koreksi untuk kedalaman air
C =
faktor koreksi untuk lengkung
Dan kecepatan dasar yang diizinkan vba =
vb . A
Kecepatan
dasar dipengaruhi oleh konsentrasi bahan layang di dalam air, dibedakan menjadi
2 keadaan:
·
Air bebas
sedimen dengan konsentrasi kurang dari 1.000 ppm sedimen layang. Konsentrasi
bahan – bahan yang melayang dianggap sangat rendah sehingga tidak berpengaruh
terhadap stabilitas saluran
·
Air bersedimen
dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm sedimen layang. Konsentrasi yang
tinggi ini akan menambah kemantaoan batas akibat tergantinya bahan yang
terkikis atau tertutupnya saluran.
Faktor – faktor koreksi saluran adalah:
·
Faktor koreksi
tinggi air B yang menunjukkan bahwa saluran yang lebih dalam menyebabkan
kecepatan yang relatif lebih rendah di sepanjang batas saluran.
·
Faktor koreksi
lengkung C yang merupakan kampensasi untuk gaya erosi aliran melingkar (spiral flow) yang disebabkan oleh
lengkung – lengkung pada alur. Untuk saluran dengan lengkung – lengkung yang
tajam, pemberian pasangan pada tanggul luar bisa lebih ekonomis daripada
menurunkan kecepatan rata – rata.
Pada saluran pembuang pada umumnya
ditambahkan faktor koreksi D. Faktor D ditambahkan apabila dipakai banjir rencana dengan priode ulang yang tinggi.Dianggap bahwa kelangkaan terjadinya banjir dengan priode ulang diatas 10 tahun menyebabkan terjadinya sedikit kerusakan akibat erosi. Ini dinyatakan dengan menerima v yang
lebih tinggi untuk keadaan semacam ini; harga D. D sama
dengan 1 untuk priode ulang dibawah 10
tahun.
Sehingga
rumus menjadi :
Dengan
vmaks =
kecepatan maksimum yang diizinkan, m/dt
vb =
kecepatan dasar, m/dt
A =
faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B =
faktor koreksi untuk kedalaman air
C =
faktor koreksi untuk lengkung
D =
Koefisien koreksi untuk periode kala ulang yang tinggi
Untuk jaringan pembuangan intern, air akan dihitung sebagai bebas sedimen. Untuk aliran pembuang silang, asal air harus diperiksa. Jika air itu berasal dari daerah;daerah yang berpembuang alamiah, maka konsentrasi sedimen dapat diambil 3.000 ppm. Air dihitung sebagai bebas sedimen, apabila air pembuang silang berasal dari daerah persawahan.
Untuk konstruksi pada tanah - tanah nonkohesif, kecepatan dasar yang di izinkan
adalah 0,6 m/dt.
Apabila dikehendaki saluran pembuang juga direncanakan mempunyai fungsi untuk menunjang pemeliharaan lingkungan dan cadangan air tanah maka kecepatan saluran pembuang pada daerah yang memerlukan konservasi lingkungan tersebut dapat dikurangi. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar
waktu dan tekanan infiltrasi dan sehingga
akan menambah kapasitas peresapan
air kedalam tanah, namun perlu dipertimbangkan adanya perubahan demensi
saluran
yang lebih besar
akibat pengurangan kecepatan ini.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sistem drainasi pertanian
adalah sistem yang digunakan untuk membuang air yang tidak digunakan dalam
areal persawahan. Air yang tidak digunakan ini akibat terlalu berlebihnya air
yang digunakan untuk mengairi lahan pertanian itu sendiri. Terlalu lama dan
banyaknya air berlebih yang menggenangi daerah lahan pertanian dapat
menyebabkan tanaman yang ada menjadi layu, terlambat tumbuh, dan bahkan mati.
Sehingga diperlukan suatu sistem pembuangan air berlebih pada lahan pertanian
ini yang disebut sistem drainasi pertanian.
Sistem
drainasi pertanian sangat butuh dengan namanya bangunan pembuang dimana
bangunan pembuang adalah sarana yang digunakan sebagai jalan untuk memecahkan
masalah kelebihan air pada lahan pertanian. Bangunan pembuang ini biasanya
berupa saluran pembuang yang bernama sesuai dengan letaknya. Mulai dari saluran
pembuang kuarter, tersier, sekunder dan primer. Saluran ini pun terbagi menjadi
2 jenis yaitu intern dan ekstern dimana intern terdiri dari saluran tersier dan
kuarter sedangkan ekstern berupa saluran pembuang primer dan sekunder.
Kelebihan
air irrgasi yang menjadi masalah dari pertanian dapat diselesaikan dengan
pembangunan saluran – saluran pembuang tersebut. Ketika air berlebih pada
setiap petak atau bahkan areal persawahan, air tersebut akan dialirkan menuju
saluran pembuang sehingga volume air yang tertampung atau tersisa di petak –
petak sawah menjadi berkurang.
Untuk
membangun saluran pembuang diperlukan data – data yang mendukung dimana data
tersebut dapat diperoleh dengan kegiatan survei lapangan walaupun terkadang
data telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data – data tersebut nantinya akan
diolah dan dihitung dengan sedemikian rupa sehingga akan terbentuk jaringan
saluran pembuang yang dapat berfungsi dengan maksimal dan menunjang kehidupan
tanaman yang ada.
DAFTAR RUJUKAN
Anonymous.
2010. Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP - 01. Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Anonymous.
2010. Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian Saluran KP - 03. Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Anonymous.
2010. Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian Petak Tersier KP - 05. Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Punto,
Ririn. 2012. Irigasi (Pengairan) pada
Tanaman Padi. http://puntorini.blogspot.co.id/ (diakses pada tanggal 2
Oktober 2015)
Anonymous.
2015. Drainase. https://id.wikipedia.org/wiki/Drainase
(diakses pada tanggal 2 Oktober 2015)
Saputra,
Bob. 2014. Definisi, Fungsi, dan Macam –
Macam Drainase. http://architulistiwa.blogspot.co.id/2014/11/definisi-fungsi-dan-macam-macam-drainase_27.html
(Diakses pada tanggal 2 Oktober 2015)
Anonymous.
http://dokumen.tips/documents/drainase-55cb77d95b141.html
(diakses pada tanggal 2 Oktober 2015)
Lantip,
Muhammad. Rekayasa Lingkungan Perencanaan
Sistem Drainase. http://www.slideshare.net/k1ngd3m/87280501-perencanaansistemdrainase
(Diakses pada tanggal 2 Oktober 2015)
Wida,
Helvani. Perancangan Sistem Drainasi
Pertanian. https://www.scribd.com/doc/24934220/Perancangan-Sistem-Drainase-Pertanian
(diakses pada tanggal 2 Oktober 2015)
Komentar
Posting Komentar