Langsung ke konten utama

Jejak di Tambora, Part IV Dasar Lembah yang Lembab

Jejak di Tambora 

Seri Ikik si Petualang Kantoran

Pos 2 merupakan tempat camp yang cukup luas dengan beberapa spot camp yang cukup baik. terhidar dari matahari langsung karena berada di bawah pohon yang rindang. masalah sumber air juga tidak perlu dikhawatirkan karena tidak jauh dari lokasi camp terdapat sungai kecil sebagai sumber air selama berada disana. karena berada di zona lembah, maka masalah utama adalah kelembaban dan digunung lembab bisa berarti dingin dan air. matahari sudah mulai terbenam ketika Ikik, bang Rei, dan Fikri sampai di lokasi camp pos 2. hanya ada 1 gubuk disana tepat setelah turunan panjang menuju lembah dan disana terdapat 4 orang yang sedang duduk. suara - suara yang terdengar dan memberi semangat pada FIkri adalah suara mereka ber 4.

"Kalembo Ade bang." Sapa bang Rei yang sampai terlebih dahulu

"Kalembo Ade bang." kata mereka ber 4 serempak. 

"Mau naik bang? lanjut? atau camp?" tanya salah satu dari rombongan itu.

"Mau camp saja bang kita. menghindari jalan malam hari. kalian bagaimana? mau naik atau mau turun?" tanya bang Rei. 

"kita kayaknya mau lanjut bang, tadi bareng sama temen di depan tapi mereka duluan bang." jawab mereka. 

matahari sudah benar - benar  tenggelam. Ikik dan Bang Rei segera mendirikan tenda sedangkan Fikri mengambil air serta membersihkan peralatan memasak mereka. sembari berbincang ringan bersama ke 4 pendaki itu. mereka bernama Ade, Juna, Memet, dan Haikal. Juna dan Memet sudah di jenjang perguruan tinggi, Ade seumuran dengan mereka berdua namun tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. dia bekerja di Bima sebagai salesman, dan kemudian Haikal yang memiliki tubuh paling kecil seumuran dengan Fikri. mereka masih berbincang tentang bagaimana langkah mereka selanjutnya terkait dengan perjalanan turun yang tentunya dari pos 2 sampai dengan pos registrasi masih cukup jauh. tidak seperti Ikik, Bang Rei, dan Fikri yang memulai pendakian dari batas rimba, mereka memulai dari pos registrasi yang diperkirakan membutuhkan waktu sekitar 45 menit dari batas rimba dengan berjalan kaki. praktis dengan jarak yang jauh tersebut, maka mental dan fisik akan sangat teruji pada perjalanan malam.

"Bagaimana? apa kalian jadi turun?" Tanya Fikri pada mereka bertiga. dia baru saja selesai mengambil air dan berniat membuat kopi.

"Nah ini bang, masih bingung. gimana de?" jawab Juna yang balik bertanya pada Ade.

"Permasalahannya kenapa memang?" Ikik bertanya pada mereka karena sepertinya permasalahan utama yang mereka hadapi bukan terkait dengan kondisi fisik.

"Jadi kita bingung bang mau camp atau gimana, kita logistik tinggal sedikit, terus frame tenda juga dibawa yang di depan. sedangkan kalau kita mau lanjut, permasalahan utamanya senternya cuma ada 1 bang." jelas Memet

"sudah 1 dari hape pula" sahut Ade.

permasalahan ini merupakan permasalahan yang cukup berat sebenarnya mengingat perjalanan malam tanpa penerangan memiliki tingkat bahaya yang cukup tinggi. bukan karena hewan buas atau semacamnya namun lebih pada medan sepanjang perjalanan. Ikik dan tim harus melalui berbagai macam pohon tumbang, tentunya menyulitkan ketika pada siang hari, sedangkan pada malam hari tentunya akan lebih berat lagi.

"Waduh, kok bisa cuma bawa begitu saja? yang depan apa tidak mikirin yang belakang jalan duluan gitu?" tanya bang Rei dengan nada yang sedikit tinggi.

mereka hanya terdiam, bukan sepenuhnya salah mereka juga namun tentu saja di alam semua hal bisa terjadi, semuanya bisa berubah secara tiba - tiba dan sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab pribadi masing - masing. oleh karena itu, mempersiapkan barang - barang pribadi untuk keselamatan diri menjadi syarat wajib dari setiap individu yang ingin melakukan kegiatan di alam. Tanpa hal tersebut, maka kerja sama tim, kepedulian antar sesama, dan kemampuan diri menjadi bekal dalam bertahan. melihat tim mereka tidak dibekali hal tersebut tentu saja membuat bang Rei sedikit naik pitam.

"Kalau ada apa - apa dengan kalian terus pendakian gunung Tambora ditutup, kita yang kerja dan mencari nafkah dari sini juga terdampak. makanya harus saling menjaga di gunung dan alam." jelas bang Rei.

mereka masih terdiam, tentu saja di posisi mereka tidak banyak hal yang bisa diucapkan sebagai pembelaan maupun pembenaran. 

"Yaudah, kalian tetep saja disini daripada terjadi apa - apa di sepanjang jalan. bakalan susah melihat ranting dan lainnya." kata bang Rei.

"Banyak celah dan jurang juga" tambah Fikri yang mulai memanaskan air.

Setelah mendapatkan berbagai masukan dan pertimbangan, mereka masih tampak bingung. Akhirnya Ikik pun mengeluarkan lampu badai dari tasnya dan menggantungnya di gubuk tengah pondok. mengeluarkan beberapa makanan ringan dan meletakkannya di tengah pondok.

Suasana Pondok Saat Malam

"ayo duduk dulu. kita bahas pelan - pelan satu persatu. sambil makan camilan ini" Kata Ikik sambil duduk mempersilahkan camilan yang sudah disiapkannya. Mereka berempat pun duduk melingkar bersama dengan Ikik. Bang Rei masih sibuk memasang tenda yang dibangun tidak jauh dari gubuk tersebut. sedangkan Fikri mulai memotong beberapa bahan makanan di pojok pondok.

"Jadi masalahnya apa? kenapa ndak stay disini dulu saja?" Tanya Ikik pada mereka.

"Pertama logistik bang, kayaknya logistik kita gak sampai bang." Kata Ade menjelaskan. Bang Rei menoleh pada Ikik dan Ikik mengangguk seolah mengerti.

"Bang Rei, gimana logistik kita kalau untuk tambah 4 orang untuk 2 kali makan?" Tanya Ikik pada Bang Rei.

"Sebenarnya masih aman bang, cuman mungkin kita besok siang tidak makan nasi kalau mau agak hemat bang, mungkin besok siang kita sereal saja, tapi tetap keputusannya di Bang Ikik, kalau iya gak apa seperti itu, nanti saya sama Fikri sesuaikan lagi logistik kita." jawab bang Rei.

"Waduh bang, kita ndak enak bang kalau sampai mengganggu pendakian abang - abangnya." Kata Juna.

"Aku ndak apa, toh masih ada stock mie di tasku kalo emang kurang." Jawab Ikik.

"Masih ada mie juga bang di tasku" kata Fikri yang mulai menambah porsi beras yang akan dia masak.

"Sudahlah stay disini saja kalian, kasian juga Haikal pas ada kenapa - napa. toh senter kalian juga cuma 1. kalau tiba - tiba mati di jalan bagaimana?" Kata Ikik.

"Gimana?" Tanya ade pada kawan - kawannya. 

"Yaudah deh, aku stay aja daripada kenapa - kenapa juga nanti. bener kata abang - abangnya." Juna akhirnya menyepakati. yang lainnya pun terlihat setuju.

"Yaudah, nanti pakai saja sleeping bagku, tenda kalian kan framenya ndak ada, tidur saja di pondok ini trus tendanya dipakai untuk selimut berempat." Kata bang Rei.

pembicaraan berakhir, kemudian Fikri memberikan 4 gelas kopi pada mereka, melanjutkan masakannya yang masih tertunda. Haikal mengeluarkan sisa logistik mereka berempat kepada Fikri. Bang Rei pun segera mengaturnya untuk persiapan sarapan besok pagi. mereka juga mengeluarkan gas dan kompor mereka, mempercepat proses memasak. Bang Rei dan Ikik mulai membuat api unggun kecil di sebelah pondok. malam itu keheningan hutan lereng tambora terpecah oleh sibuknya kegiatan malam ke tujuh orang pendaki ini.

Aroma sambal goreng buatan Fikri mulai menembus hidung. Membuat perut bergetar dan merangsang otak untuk mulai kembali memikirkan rasa lapar. malam gelap dan kabut cukup tebal mulai turun. tak ada cahaya bulan yang mampu menembus kabut dengan pepohonan tinggi di lembah itu. hanya cahaya lampu badai Ikik, senter yang dipegang oleh Fikri, 2 buah api dari kompor, dan 1 api unggun kecil yang mulai meredup menjadi sumber cahaya mereka. suara kayu yang mulai berubah menjadi arang dan aliran air sungai kecil sebagai latar belakangnya. Tanpa suara motor, tanpa suara klakson, tanpa suara keributan. jika semua cukup diam, bahkan mereka bisa mendengarkan suara perut yang mulai merintih karena aroma sambal goreng buatan Fikri itu. 

Ada rasa lelah, lapar, dan semua kebingungan karena harus keluar dari jadwal dari mereka ber empat. tak jauh berbeda bukan dengan kota besar bukan? semua itu juga ada namun disana banyak cahaya, banyak suara, dan banyak kebisingan. ada suara lapar dan suara perut yang sedang merintih di pojok jalanan. namun tertutup oleh suara motor, suara langkah kaki, suara klakson dan semua suara lainnya. tentunya cahaya kota bukan hanya dari 3 buah api kecil, bukan sebuah lampu badai, bukan sebuah senter. jauh lebih besar dan cerah daripada itu semua. mustahil untuk tidak mengetahui bahwa ada perut yang merintih di pojok jalan. atau manusia yang sudah tersilaukan hatinya dengan semua cahaya itu sehingga tak mampu melihat orang di pojok jalanan itu. atau suara bising yang membungkam untuk tahu bahwa ada suara kecil kelaparan. gelap, hening, dan kecil. ah kecil sekali manusia yang tinggal di dunia penuh warna dan suara.

Ikik mulai mengantuk. terlihat kepala yang mulai berat ditopang oleh lutut yang terlipat di pojok pondok tersebut. tampak Fikri dan Haikal yang sudah mulai memasukkan bumbu tomat ke dalam wajan yang berisi minyak panas. bersiap juga Memet di belakangnya dengan sewadah terong hijau. bang Rei menyalakan rokok di sisi lain pojok pondok. yang lain mulai merapikan pondok untuk tempat makan sebelum nantinya digunakan oleh mereka sebagai tempat untuk beristirahat.

"Ayo ayo udah siap nih." Kata Fikri

"Melingkar ya" Kata Haikal. kemudian dia membagikan nasi dari 2 wadah serata mungkin. Juna dan Ade membagikan lauk setelahnya.

Nasi putih dengan terung oseng, ikan asin, dan tempe goreng menjadi makan malam mereka. sederhana namun hangat dalam 2 arti yang berbeda. ada canda karena Ade menjahili bagian Memet dengan porsi yang lebih sedikit. Kali ini mereka semua tertawa bersama lepas. tidak ada lagi beban yang terlihat di wajah mereka. kebingungan apakah menetap, apakah lanjut perjalanan bersama dengan semua resikonya, bagaimana logistik, bagaimana jika lelah, semua itu akhirnya hilang. cukup beruntung mereka ber empat bertemu dengan Ikik dan rombongannya.

usai makan, mereka meletakkan piring di pojok pondok untuk esok hari dibersihkan. tempat nasi direndam dengan air. Haikal dan Fikri masih sibuk membersihkan sisa makanan dan kerak nasi di tempat nasi yang mulai mengering. akan susah jika itu dibiarkan hingga esok hari. Ikik, Memet, dan Ade pergi ke sungai kecil yang tak jauh dari lokasi tenda mereka untuk sekedar cuci muka. Ikik membawa pula sikat gigi dan botol air. 

"Jadi gimana? kalian kemarin sampai di puncak?" tanya Ikik di pinggir sungai kecil.

"Sampai bang, tapi ndak semuanya, aku sama Haikal tidak sampai." Jawab Ade.

"kemarin badai parah bang, aku sama 3 orang yang jalan duluan itu sampai bang, tapi sampai di puncak kabut dan angin kencang. jadi kita tidak bisa melihat apa - apa. apalagi puncak tambora yang kalderanya dalam bang. tidak ada tempat bersembunyi juga dari angin di puncak" jelas Memet. 

"bahkan tidak sampai pagi kita sudah turun dulu bang." tambahnya.

"Waduh, berarti cuaca akhir - akhir ini tidak bisa diprediksi? emang berawan sih tapi di Calabai semalam cerah - cerah saja." Kata Ikik, kemudian melanjutkan kegiatan gosok giginya.

"Semoga next time dapat yang cerah bang. aku harus mengulangi lagi ini biar bisa sampai di puncak Tambora." Kata Ade.

masih belum menyerah para petualang ini. sedih memang keitka sampai di puncak namun hanya tembok putih yang menyambut disana. apalagi dari keterangan Ade dkk mereka harus berjibaku dengan angin kencang. pada kondisi ini, turun adalah jalan terbaik. Ikik sendiri sedikit khawatir dengan kondisi cuaca yang kurang menentu. seharian perjalanan hingga dia sampai di pos 2 ini penuh dengan kabut dan awan tebal tampak berada di atas menutupi sang surya. dia hanya bisa berdoa bahwa ketika summit attack nantinya akan disambut dengan cuaca yang cerah.

kembali mereka ke pondok. tampak Bang Rei masih di pojok pondok mengobrol tentang management pendakian yang harus dimiliki oleh setiap pendaki pada Fikri dan Juna. bang Rei memang tampak yang paling senior disana apalagi dia sudah berpuluh kali mendaki gunung Tambora ini. segudang ilmu dan pengalamannya dia bagikan dengan sukarela. Haikal sudah masuk ke dalam tenda yang digunakan sebagai selimut karena tidak ada framenya. lucunya mereka ber empat dan bahkan ketiga orang yang lebih dulu turun meninggalkan keempatnya tidak ada yang membawa sleeping bag. Bang Rei meminjamkan sleeping bagnya pada mereka ber empat.

Ikik pada akhirnya masuk ke dalam tenda. dia sudah lelah. esok adalah hari yang panjang tentunya karena mereka akan seharian menuju langsung pos 5. pendakian akan benar - benar dimulai dari pos 3 karena dari pos 3 akan disuguhi tanjakan terjal sepanjang jalur hingga pos 4. pos 2 menuju pos 3 juga bukan hal yang mudah karena menjadi jalur antar pos terpanjang di jalur pendakian via pancasila. Fikri pun akhirnya mengikuti Ikik. Bang Rei masih di depan bersama segelas kopi dan rokoknya yang senantiasa menyala. Ikik memakai jaketnya begitu pula Fikri. dia membuka sleepingbagnya untuk digunakan sebagai selimut bersama dengan Fikri. 

"Yok Fik tidur." Kata Ikik kemudian dia mulai memejamkan mata. 

Malam itu terasa cukup hangat di dalam tenda dan Ikik bisa tidur dengan sangat nyaman. sesekali tangan Fikri keluar dari selimut atau bahkan berputar di tenda kapasitas 4 itu juga masih tidak mengganggu Ikik yang begitu nyenyak. tak ada suara jangkrik, kabut juga mulai turun dengan tebal. lampu badai sudah mati cukup lama. entah sudah berapa lama namun bang Rei sudah berada di dalam tenda memejamkan mata mengapit Fikri yang berada di tengah antara Ikik dan Bang Rei. suara air mengalir masih menjadi musik alam yang menemani tidur mereka. terkadang angin dingin menerpa lembah itu membawa embun yang menetes. jatuh tepat pada cover tenda. akan cukup menegangkan jika suatu cerita mistis terbalut dalam perjalanan Ikik. namun sebuah suara akhirnya membangunkannya bersama dengan tenda yang digoyangkan.

"Bang - Bang. tolong bang." Bunyi suara di luar tenda. Ikik, bang Rei, dan Fikri segera terbangun. dari dalam terlihat bahwa lampu badai yang menggantung di pojok pondok telah menyala.

"Ada apa?" Bang Rei membuka resleting tenda dan terlihat bahwa itu adalah suara Juna yang juga menggoyangkan tenda. 

Ikik meraih handphone di saku tenda sebelah kanan. menyalakan handphonenya sebagai senter tambahan mengecek yang terjadi. waktu masih menunjukkan pukul 03.43 pagi. matahari masih jauh dari kemunculannya. dia keluar bersama bang Rei dan tampak Memet sedang menangis mencoba meraih beberapa kain menutupi Ade dengan sosok tubuh kecil yang sedang dipeluknya. tangannya gemetar dan dari wajahnya menunjukkan kebingungan. ketika senter handphone Ikik diarahkan ke tubuh itu, Itu adalah tubuh Haikal yang terbujur lemas.

"Fik, nyalain kompor, masak air!" kata Ikik yang bergegas keluar tenda. bang Rei segera mengambil sleeping bag di dalam tenda dan membawanya ke pondok.

"Kenapa Haikal?" Tanya bang Rei.

"Dia awalnya gemetaran bang, terus karena lama gemetaran, Ade kerasa dan mencoba tanya ke Haikal. tapi tidak ada respon. Dia coba cek ternyata Haikal mimisan." Jelas Juna.

Ikik berjalan ke tubuhnya. meminta Ade untuk memberikan ruang sedikit. mengecek nadi di lengan Haikal. 

"Aman." katanya.

"Bang Rei, biarin Fikri masak air di dalam tenda saja, biarin nyala di dalam tenda kompornya. pakai api kecil biar tidak berbahaya." tambahnya.

Tanpa banyak berkata, bang Rei sigap, segera dia menata bagian dalam tenda. menyiapkan tempat untuk Haikal di masukkan ke dalam tenda. lokasi yang berada di luar seperti pondok sesekali tertepa angin sehingga lebih hangat berada di dalam tenda. suhu di tenda juga dipanaskan dengan kompor yang dibiarkan menyala di dalamnya. Ikik mencoba mengecek ulang bagian tubuhnya Haikal, ketika sedikit dibuka, dia mendapati bahwa baju yang Haikal kenakan lembab. basah. dia kemudian mengambil tisu dan membasuh sisa darah yang keluar dari hidung Haikal. darah sudah tidak lagi mengucur dari sana.

"ada yang bawa baju kering lebih? ini haikal bajunya basah." Kata Ikik.

"Ada bang." Memet segera membuka tas carrier yang tidak jauh dari dia berada. mengambil selembar kaos diberikan pada Ikik. 

"Aku ada kaos kemeja flannel juga bang, bisa dipakaikan dulu." Juna menambahkan.

Ikik melepas baju Haikal dengan cepat. dibantu dengan ade yang memegangi badannya. Bang Rei dan Fikri juga sudah selesai menyiapkan tenda untuk ditempati oleh Haikal. tubuhnya lemas dan bahkan dengan semua gerakan itu dia tidak sadar. Namun begitu Ikik masih tenang karena denyut nadinya masih terasa cukup jelas. nafas dari Haikal juga masih terbilang cukup normal. Setelah mengganti baju Haikal, dia segera diangkat masuk ke dalam tenda bersama ke 3 temannya. tenda yang telah dipanaskan dengan kompor itu tentunya terasa jauh lebih hangat dari sebelumnya. namun dengan semua ketegangan itu, mereka semua merasa jauh lebih gerah. 

"Tetap dikontrol ya, Fik, kalo nanti Haikal bangun kamu kasih minum air hangat dari kompor itu. ndak apa sehabisnya 1 botol gas itu. semoga ndak terjadi apa apa." kata Ikik.

Setelah itu semua duduk di pondok kecuali Ade dan Fikri yang menjaga haikal di dalam tenda. Bang Rei menepuk bahu Ikik kemudian pergi ke sungai untuk mengambil air. Memet dan Juna masih khawatir namun Ikik memberikan isyarat bahwa semuanya akan baik - baik saja.

"semoga saja baik - baik saja. umumnya kalau suhu dingin banget dan udara kering akan membuat mimisan kalau dingin." kata Ikik menenangkan mereka berdua.

sebenarnya masih ragu juga Ikik dengan kondisinya. dia bahkan sudah mulai berfikir tentang evakuasi jika keadaan Haikal terus memburuk. dari pos 2 ini menuju parkiran atau bahkan pos 0 di lapangan akan membutuhkan waktu yang cukup lama. masih ada keraguan di hatinya antara mempertahankan kondisi ini dan membiarkan Haikal untuk tetap di tenda, berharap dia akan segera pulih atau memilih untuk segera mengirim salah satu dari mereka turun dahulu memanggil bantuan. sedikit egois namun pada akhirnya dia memilih untuk percaya dan berharap bahwa semua akan baik - baik saja atau lebih baik lagi Haikal akan segera pulih. bisa dibilang egois karena kedua pilihan ketika berakhir Haikal tidak juga pulih akan menghancurkan rencana pendakiannya. sehingga harapan untuk haikal pulih menjadi faktor utama penentu keberlanjutan perjalanannya.

Tak lama kemudian datang bang Rei membawa teko penuh dengan air. dia menyiapkan dan merebus air menggunakan kompor satu lagi. Memet sudah mulai mengantuk, udara dingin mulai menusuk dan sesekali angin berhembus. memecah kabut yang mulai tebal untuk sejenak sebelum kembali lagi tebal. bahkan terpal tenda mereka sudah mulai dipenuhi embun. tentu saja dengan kondisi itu, Haikal yang menggunkaan baju basah akan rentan terkena Hipotermia. 

"Mau bikin apa bang?" Tanya bang Rei.

"Susu saja bang." jawab Ikik.

"Yang lain?" tanya bang Rei pada Memet dan Juna. 

"Ngikut saja bang. susu juga boleh." Kata Juna. Memet mulai bersandar di tiang pondok. sepetinya dia sudah mulai takluk dengan rasa kantuknya. 

"Met, masuk tenda met biar rada hangat." Kata Juna padanya memberikan terpal tenda pada memet untuk digunakan sebagai selimut. 

Ikik sendiri sebenarnya masih cukup mengantuk namun kondisi adrenalin tinggi sebelumnya memaksanya untuk tetap terjaga. subuh juga kurang sedikit lagi sehingga dia memilih untuk bertahan. Bang Rei cukup tenang. sembari dia menunggu air panas, bang Rei mulai memotong dan mengupas bawang untuk persiapan masak sarapan. sesekali tangannya bergetar karena dingin. Namun pengendalian pisau bang Rei sangat luar biasa walaupun tangannya bergetar. dia mengupas kulit bawang merah dengan sangat baik. Juna yang masih sangat terpengaruh dengan adrenalin. dia sesekali berdiri menengok ke sekitar tenda. Juna sendiri adalah tetangga dan orang yang mengajak Haikal untuk mendaki. sehingga tentu dia memiliki tanggung jawab besar atas keselamatan Haikal. akan ada penuh dengan kegundahan dihatinya mensimulasikan bahwa dia pulang dengan bersama haikal dalam kondisi tak bernyawa.

"Sudah Jun, santai saja. kita berdoa pada tuhan biar Haikal tidak kenapa napa." Kata Ikik.

"Mending kamu istirahat saja, kalau memang tidak ngantuk duduk saja sini temani aku minum susu." tambahnya.

Juna menatap Ikik. dia berharap banyak padanya dan dengan semua kesigapan Ikik memberikan pertolongan pada Haikal sebelumnya, membuat Juna memberikan kepercayaan pada Ikik. dia mengangguk dan duduk disamping Ikik di pondok itu. Pondok yang menjadi saksi bisu. Pondok dingin penuh lumut di sebuah lembah gunung Tambora yang setengah jam lalu menjadi panggung bagi para petualang penuh adrenalin. 

Teko air sudah mulai bersiul. bang Rei menyajikan 2 gelas susu dan 1 kopi untuk dirinya sendiri. kembali tembakau gulung menemaninya. 

"Kalembo Ade bang." katanya memberikan segelas susu pada Ikik dan Juna.

"Terima kasih bang." Jawab ikik.

"Kayaknya bang Ikik sudah pengalaman sekali untuk pertolongan pertama, belajar dari mana bang?" Tanya bang Rei membuka pembicaraan.

"Dulu sewaktu zaman SMA pernah masuk PMI bang. terus pernah ikut pelatihan SAR juga pas kuliah. ada materi tentang kesehatan dan management resiko perjalanan. selain itu di youtube juga sih bang." Jelas Ikik.

"Wah serius bang dari Youtube?" Juna tidak percaya. 

"Serius, kalau kamu buka youtube, banyak sekali tutorial untuk pertolongan pertama. buat orang tenggelam, hipotermia dll. selain itu juga kamu harus belajar dasar - dasarnya." Jelas Ikik. Juna terdiam. dia mengerti bahwa ketika mendaki, dia sama sekali memasrahkan semuanya pada salah satu temannya yang turun terlebih dahulu. tanpa pengalaman mendaki dan tanpa bekal ilmu, dia bukanlah apa apa. satu - satunya yang bisa dia lakukan hanyalah panik. entah seperti apa dia dan teman - temannya ketika tidak bertemu dengan Ikikd an rombongan disini.

Waktu tak terasa berlalu. mereka terus berbincang mengisi waktu. Memet sudah lenyap masuk ke alam mimpi menyisakan bang Rei, Ikik, dan Juna mengitari kompor di tengah pondok. Langit sudah mulai memutih dan beberapa bagian hutan sudah mulai terlihat tanpa bantuan senter. cahaya matahari masih lemah namun mampu menembus hutan itu perlahan. Ikik pergi ke sungai kecil, mengambil air wudlu bersama dengan Juna. Bang Rei mengambil air juga untuk mencuci beras. semuanya sudah mulai tenang. waktu terasa berjalan cukup lambat di lembah ini. kabut masih tebal dan bahkan semakin tebal. uap air keluar dari mulut mereka ketika berbicara.

"Seperti di eropa" Kata Juna mengeluarkan uap air dari mulutnya ketika selesai membasuh muka.

kembali naik ke areal pondok dan tenda. Fikri duduk di pondok menyiapkan teh hangat. dari pintu tenda tampak haikal dibalut dengan sleeping bag dan sarung duduk disana. Ade di belakangnya. Juna menunjukkan kelegaannya. dia berlari menuju areal tenda dan segera melihat kondisi Haikal yang sepertinya baik - baik saja. 

"Gimana kamu? udah enakan? masih ada sakit?" tanya Juna.

"Udah bang, rada pusing tapi udah mendingan." jawab Haikal.

"Kamu istirahat dulu saja kal, habis minum teh yang dibuat Fikri, kamu coba tidur dulu buat balikin stamina." kata Ikik membawa air. 

seteelah Fikri memberikan teh hangat tersebut, Haikal kembali berbaring. Ade keluar dari tenda sedangkan Fikri kembali masuk ke tenda. sepanjang haikal dan Ade di tenda, Fikri tidak bisa tidur karena menjaga api agar tidak berbahaya di dalam tenda. satu kali kompor tersenggol atau ada kebocoran gas akan menjadi momen yang lebih berbahaya daripada sebelumnya. sehingga dia memanfaatkan kesempatan itu untuk akhirnya beristirahat. Bang Rei kembali dari bawah membawa air dan tempat beras yang sudah dicuci. melihat semuanya baik - baik saja, dia pun akhirnya bisa bernafas lega. di balik semua ketenangannya, bang Rei menjadi orang yang paling khawatir lebih dari teman - teman Haikal sendiri. dia adalah yang paling tua disana sehingga bersama dengan pengalamannya dan gelar sebagai orang lokal, tentunya dia akan memberikan tanggung jawab penuh ketika terjadi sesuatu. di sisi lain, dia sekarang sedang bekerja sebagai guide Ikik. ketika terjadi sesuatu dengan Haiakal dan dia harus turun terlebih dahulu, tentunya dia akan berhadapan dengan clientnya yang kecewa. untung saja Haikal akhirnya baik - baik saja.

Pondok Pos 2

Matahari akhirnya mulai memunculkan wujudnya perlahan. aroma sambal goreng kembali memenuhi seluruh lembah. kali ini ada aroma terasi yang memberikan sensasi khas dari sambal. kabut sudah mulai menipis tersapu oleh cahaya sang surya. perlahan menipis dan terus menipis, langit biru gelap muncul diantara rekahnya kabut pagi. angin masih berhembus sesekali, membawa tetes embun dan membasahi pipi Ikik. matahari, sang bintang terdekat dari bumi.. hangat.

Bersambung....


Next Part V (Klik)

Back Part III (Klik)


Komentar

Hot Mingguan!!

Maaf, Kepada Hidrologist: Jangan Percaya Peta Global dari GIS Enthusiast

 Akhir Akhir ini aku menemukan banyak GIS Anthusiast yang kemudian mereka menerbitkan kode GEE (Google Earth Engine) untuk pembuatan Peta tata guna lahan baik skala global maupun skala regional seperti peta Tata guna lahan Nasional Indonesia. sebuah terobosan, namun maksud dan tujuan para GIS Anthusiast ini sangat berbeda dengan kebutuhan para Hidrologist dan Hidraulic engineer dalam pembuatan model. sehingga Peta global yang mereka buat tidak bisa kita gunakan. ESRI Sentinel-2 Global LULC 10 m Resolution Source:  Esri | Sentinel-2 Land Cover Explorer (arcgis.com) Pembuatan peta Tata Guna Lahan mempunyai banyak fungsi yang disesuaikan dengan kegunaannya. dari pengamatan perubahan tata guna lahan hingga berbagai analisa lainnya. untuk analisa hidrologi, penggunaan tata guna lahan atau tutupan lahan bisa digunakan sebagai dasar pembuatan basemap untuk model hidrologi. begitu pula dengan analisa hidrolika yang terkadang menggunakan input jenis tutupan lahan dalam penentuan basemap model h

Makalah alat pengukur curah hujan

ALAT PENGUKUR CURAH HUJAN Makalah tugas akhir ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah hidrologi teknik dasar yang diampu oleh Dr. Ery Suhartanto, ST. M.Pd. OLEH : YUANGGA RIZKY ILLAHI                                   145060400111003 LUCIA PUTRI RACHMADANI                  145060400111011 FATHINUN NAJIB                                       145060400111027 YOGA OKTA WARDANA                          145060400111028 NUR FITRIA PUSPITAWATI                      145060401111049 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG FAKULTAS TEKNIK TEKNIK PENGAIRAN Juni 201 5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang             Hidrologi adalah suatu ilu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam kita ini. Meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan – perubahannya antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, diatas dan di bawah tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpanan air yang mengaktifka

Makalah POMPA Hidrolika Saluran tertutup

MAKALAH HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP POMPA Disusun Oleh: Kelompok II Elang Timur                             145060400111015 Fariz Bayu Rachmanto            125060400111074 Galih Rizam Pratama               145060400111024 Gloria Dihan Utomo                145060400111002 Tami Pratiwi                            145060400111007 Yoga Okta Wardana                145060400111028 Yuangga Rizky Illahi              145060400111003 Yudhistira Akbar Z.R              145060400111005 JURUSAN TEKNIK PENG AIRAN FAKULTAS TEKNIK                                                                                    UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 201 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang             Air merupakan sebuah sumber daya yang sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Tanpa sumber air, manusia tidak akan pernah bisa hidup. Karena itu, manusia sangatlah bergantung pada air itu sendiri. Selain dalam kehidupan manusia,