Langsung ke konten utama

Morfologi Sungai TUBES Sungai Ambon BAB 1 dan 2

MAKALAH TUGAS MORFOLOGI SUNGAI PETA PULAU AMBON

Makalah tugas ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah Bahasa Indonesia yang diampu oleh Dr. Sumiadi, ST., MT.


OLEH :

            YUANGGA RIZKY ILLAHI                                  145060400111003
            ERDANDRA RIANKO A.                           145060400111017


Description: Frame-UB-BT-ala-Jpg

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

FAKULTAS TEKNIK 
TEKNIK PENGAIRAN
April

2016KATA PENGANTAR



   Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas Morfologi Sungai ini.
   Makalah Tugas Morfologi Sungai ini dibuat sebagai salah satu tugas yang harus ditempuh oleh Mahasiswa jurusan Pengairan Fakultas Teknik untuk dapat nilai mata kuliah Morfologi Sungai, serta dapat lebih mengenal dan mengetahui karateristik sungai sesuai dengan teori yang telah diberikan kepada Mahasiswa.
   Dalam penyusunan Makalah Tugas Morfologi Sungai ini penyusun ingin berterima kasih kepada  :
1.      Bapak Dr. Sumiadi, ST., MT. selaku dosen mata kuliah Morfologi Sungai
2.      Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan ini.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dari laporan yang telah kami susun. Oleh karena itu kami mengharap masukan untuk memperbaiki kekurangan makalah kami selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi kita semua sehingga  bermanfaat bagi penyusun dan para pembaca.
           





Malang, April 2016

Penyusun



PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Sungai merupakan salah satu aspek penting dan paling mendasar dari suatu daur hidrologi. Dari banyak segi dan pemanfaatannya, sungai sangat beragam. Begitu pula dengan jenis dan ciri khas sungai tersebut. Berbeda tempat dan daerah bisa jadi sebuah sungai memiliki sifat yang sangat berbeda.
            Keanekaragaman dari jenis dan pemanfaatan sungai memberikan kesulitan tersendiri dalam perencanaan bangunan air. Untuk membangun bangunan air yang menunjang pemanfaatan dari sungai itu sendiri, maka diperlukan ilmu yang mempelajari tentang sungai itu sendiri, sifat, karakteristik dan pemanfaatannya, sehingga pada akhirnya kita bisa menentukan bangunan air apa dan bagaimana yang cocok untuk dibangun pada suatu sungai.
            Dengan makalah ini, penulis mencoba untuk mensimulasikan tentang perencanaan yang tercakup dalam mata kuliah morfologi sungai untuk nantinya menjadi bekal masa depan ketika sudah terjun dalam pekerjaan. Selain itu dengan makalah ini pembaca juga bisa mengambil manfaat dari makalah ini pula.

1.2. Soal
1.      Dapatkan peta kontur atau peta rupa bumi (hard copu atau digital) yang terdapat jaringan sungai. peta yang telah diperoleh ditunjukkan terlebih dahulu ke dosen pengasuh mata kuliah
2.      Analisis karakteristik fisik DAS sesuai titik kontrol yang ditentukan, yang meliputi:
·         Berdasarkan titik kontrol yang ditetapkan, tentukan Batas DAS
·         Hitung Luas DAS, klasifikasikan DAS berdasarkan luasnya
·         Hitung panjang alur sungai utama

  • Lakukan analisis korelasi antara Luas DAS dan Panjang alur sungai utamanya, serta bentuk DASnya. Gunkan rumus Eagleson fan Mueller (Ref : River Training Techniques, hal 23 s/d 25)
 ·         Lakukan perhitungan kerapatan jaringan sungai (Drainage density) dan indeks kerapatan anak sungai (tributary index). (Ref : River training techniques, hal 23 – 25)

·         Hitung lebar rata – rata DAS (dengan pendekatan : 1. Lebar DAS pada bagian titik berat DAS dan 2. Luas DAS dibagi dengan panjang alur sungai utama
·         Tentukan elevasi awal sungai (hulu) pada bagian sungai utamanya dan elevasi sungai pada titik kontrol (outlet DAS)
·         Lakukan pembagian alur sungai utama menjadi dengan tiga segmen yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir dengan memperhatikan kondisi slope alur sungainya. Hitung slope masing – masing segmen
·         Setelah ditentukan 3 lokasi stasiun hujan, hitung hujan rerata daerah dengan metode polygon thiessen

  • Dengan data DAS yang telah diperoleh dan hujan rerata daerah hitung hidrograf banjir rancangan kala ulang 2, 5 ,25, 100.

LANDASAN TEORI

2.1. DAS (Daerah Aliran Sungai)
2.1.1. Pengertian DAS
            Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung – punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 1995 : 4).
            Daerah aliran sungai (cathcment, basin, watershed) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak – anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan (UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air).

2.1.2. Penentuan Batas DAS
1.      Siapkan peta topografi dengan kontur yang jelas serta terdapat alur sungai di peta tersebut
2.      Tentukan oulet pada peta
3.      Sungai merupakan kontur dengan lekuk keatas apabila outlet berada di bagian bawah
4.      Punggung bukit merupakan kontur dengan lekuk ke bawah apabila outlet berada di bagian bawah
5.      Gambar sesuai dengan punggung bukit yang kemudian mengitari sungai kita beserta anak sungainya (dari outlet hingga kembali ke outlet)

Untuk Lebih jelasnya perhatikan contoh berikut:

  

2.1.3. Luas DAS
            Setelah ditentukan batas DAS, maka kita dapat menghitung luas DAS tersebut. Apabila yang kita miliki adalah peta Softcopy dengan tipe file autocad, maka akan sangat mudah dalam mencari nilai Luas DAS tersebut. Akan tetapi apabila peta yang kita miliki adalah HardCopy, maka perhitungan dapat dilakukan dengan:
·         Dengan persamaan integral
·         Dengan membagi peta menjadi kotak kotak kecil – kecil dan menentukan Luasnya dengan pendekatan tersebut.

            Klasifikasi DAS berdasarkan Luasnya ada 3, yaitu:
·         DAS kecil : <5000 km2
·         DAS sedang : 5000 – 20000 km2
·         DAS besar : > 20000 km2
\2.1.4. Bentuk DAS
            Bentuk DAS dibedakan menjadi 4 macam (Sosrodarsono, 1999 : 169)
·         Daerah Aliran Sungai (DAS) berbentuk  bulu burung atau memanjang
·         Daerah Aliran Sungai (DAS) berbentuk radial (Kipas)
·         Daerah Aliran Sungai (DAS) berbentuk paralel
·         Daerah Aliran Sungai (DAS) berbentuk komplex

2.2. Sungai
2.2.1. Pengertian Sungai
            Sungai adalah cekungan yang terdapat di permukaan bumi sebagai tempat untuk menampung dan menyalurkan secara alamiah aliran air dan material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara ke laut (PPT Hidrologi teknik Dasar Donny Harisuseno)
            Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah kesatuan wilayah pengelolan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan atau pulau – pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2000 km2 (UU SDA No. 7 tahun 2004).

2.2.2. Sungai Utama
            Dalam menentukan sungai utama tidak ada acuan tertentu, akan tetapi pada umumnya sungai utama merupakan sungai dimana sungai tersebut memiliki kemungkinan atau penyatuan seluruh air limpasan masuk ke sungai tersebut dan bergabung menjadi debit sungai tersebut. Umumnya berada di tengah dari suatu DAS.

2.3. Orde Sungai
            Salah satu cara untuk mengklasifikasikan sungai adalah dengan menentukan orde dari suatu sungai tersebut. Dari anak sungai yang paling ujung hingga sungai utama yang pada akhirnya sampai pada outlet. Penentuan orde sungai dilakukan dengan cara:
·         Sungai paling ujung (sungai yang pertama kali muncul) diberikan nomor 1 yang berarti sungai tersebut orde 1
·         2 sungai dengan orde yang sama, akan naik ordenya menjadi orde 1 angka lebih besar (contoh : 2 sungai orde 1 bertemu akan menjadi sebuah sungai dengan orde 2)
·         2 sungai dengan orde yang berbeda, maka orde sungai pertemuan tersebut akan tetap menjadi orde dengan nilai yang besar (contoh : sungai dengan orde 1 bertemu dengan sungai dengan orde 2, maka pertemuan tersebut akan menjadi sebuah sungai dengan orde tetap 2)
·         Penggunaan cara tersebut akan berhenti dan berakhir pada outlet

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada ilustrasi berikut sesuai dengan penjelasan tiap poin di atas:2.4. Korelasi Antara Luas DAS dan Panjang Alur Sungai Utamanya
            Untuk Korelasi Antara Luas DAS dan Panjang Alur Sungai Utamanya dapat dicari dengan rumus berikut:
Rumus Eagleson:


Dengan:
L          = Panjang Sungai Utama (km)
A         = Luas DAS (km2)

Rumus Mueller:


Dengan:
L          = Panjang Sungai Utama (km)
A         = Luas DAS (km2)

2.5. Indeks Kerapatan
2.5.1. Indeks Kerapatan Jaringan Sungai
            Unruk menentukan indeks kerapatan jaringan sungai dapat digunakan rumus:


Dengan:
Rb       = Indeks tingkat percabangan sungai
Nu        = Jumlah Alur Sungai Orde ke u
Nu+1     = Jumlah Alur Sungai Orde ke u+1
2.5.2. Indeks Kerapatan Anak Sungai
            Untuk menentukan Indeks Kerapatan Anak sungai dapat digunakan rumus:

Dengan:
Dd       = Indeks kerapatan Aliran Sungai
Ln        = Jumlah panjang sungai termasuk panjang anak – anak sungainya (km)
A         = Luas DAS (km2)

2.6. Lebar Rata – Rata DAS
            Untuk menentukan lebar rata – rata dari suatu DAS dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan pendekatan lebar DAS pada bagian titik berat dari DAS tersebut. Cara ini dilakukan dengan mencari terlebih dahulu titik berat dari DAS yang telah kita tentukan luas dan bentuknya. Kemudian dari titik berat tersebut ditarik garis yang sekiranya membagi DAS menjadi 2 luasan yang kurang lebih sama.
            Cara Ke 2 dengan luas DAS dibagi dengan panjang alur sungai utama atau dapat ditulis dengan rumus:

Dengan:
Lrt-rt        = Lebar rata – rata DAS (km)
A         = Luas DAS (km2)
l           = panjang alur sungai utama (km)

2.7. Alur Sungai
2.7.1. Elevasi Awal dan Akhir Sungai
            Sungai yang memiliki kemiringan tertentu tentu saja memiliki elevasi yang berbeda pada awal sungai dan pada outlet atau akhir sungai. Umumnya awal sungai disebut dengan bagian hulu sungai dan pada outlet disebut dengan bagian hilir sungai. Hulu sungai umumnya berada pada pegunungan dan hilir sungai atau outlet berada pada elevasi yang lebih rendah. Hal ini sama dengan sifat air dimana air mengalir dari ketinggian yang lebih tinggi ke yang lebih rendah.
            Elevasi awal sungai yang berada di pegunungan atau dataran tinggi tentu saja memiliki elevasi yang lebih tinggi daripada outlet ataupun hilir sungai tersebut.

2.7.2. Bagian Alur Sungai
            Bagian hulu adalah bagian dimana awal sungai itu muncul atau berada pada elevasi yang paling tinggi dari suatu sungai. Bagian hulu suatu sungai umumnya memiliki kemiringan atau slope yang cukup tajam, kemudian bagian tengah dari sungai memiliki kemiringan yang lebih datar daripada pada bagian hulu. Terakhir adalah bagian huu hingga ketinggian 0 mdpl memiliki kemiringan yang paling kecil dari bagian – bagian sungai yang lainnya.
2.7.2.1. Bagian Hulu
·         Merupakan daerah yang dekat dengan sumber air sungai yang merupakan tempat dengan elevasi tertinggi dalam suatu wilayah DAS
·         Berada pada daerah konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak rusak
2.7.2.2. Bagian Tengah
·         Merupakan daerah yang terletak di antara daerah hulu dan daerah hilir, yang berfungsi sebagai pemnfaat air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi.
·         Terindikasi dengan kemampuan menyalurkan air, tinggi muka air tanah (groundwater), produktifitas lahan dan ketersediaan sarana prasarana bangunan air, seperti bendungan, bendung, waduk dan lainnya.

2.7.2.3. Bagian Hilir
·         Merupakan daerah yang dekat dengan muara (laut)
·         Berfungsi hampir sama dengan bagian tenga, hanya bagian hilir fungsi pengelolaan air limbah sangat menonjol, selain itu pengelolaan DAS hilir sangat dipengaruhi oleh keberadaan pasang surut air laut
·         Indikasinya yang paling utama adalah kualitas air, tinggi muka air tanah, dan genangan atau limpasan air atau banjir.
·         Memiliki kemiringan dari datar sampai dengan landai (<8%)
·         Kerapatan drainase lebih kecil
·         Tata air ditentukan oleh bangunan irigasi

2.7.3. Perhitungan Slope
            Perhitungan Slope dapat dilakukan dengan rumus:

Dengan:
S          = Kemiringan Sungai
∆h        = Beda Tinggi 2 titik tinjau
L          = Panjang atau jarak mendatar 2 titik tinjau
2.8. Hujan Rata – Rata untuk Suatu Daerah
            Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi hujan di seluruh daerah aliran sungai, maka di berbagai tempat tersebar merata di seluruh daerah itu dipasang alat penakar hujan, semakin banyak semakin baik (Subarkah, 1980 : 21).
            It is important to have accurate rainfall information in a catchment for hydrological assessment. However, rainfall varies in space and it is expensive to install and maintain a very dense rain gauge network to completely cover all the catchments. In a result, only a limited number of gauges are installed and there are large gaps between the gauges (Penting untuk mempunyai informasi tangkapan curah hujan yang akurat untuk penakaran hidrologi. Tetapi, jarak hujan bervariasi dan ini mahal untuk pemasangan dan pemeliharaan jaringan alat penakar hujan yang rapat untuk menutupi seluruh daerah tangkapan. Hasilnya hanya dengan angka terbatas alat penakar yang terpasang dan ada jarak yang besar antara alat alat itu) (Han, 2010 : 22).
            Dengan melakukan penakaran ataupun pencatatan seperti yang telah diuraikan dalam 2.4., hanyalah didapatkan curah hujan disuatu titik tertentu (point rainfall). Bila dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka untuk mendapatkan harga curah hujan areal adalah dengan mengambil harga rata – ratanya (Soemarto, 1987: 31).
            Salah satu cara pendekatan ialah dengan mengambil hujan rata – rata di daerahnya untuk suatu periode tertentu (1 hari, 1 bulan atau 1 tahun). Untuk menentukan hujan rata – rata di suatu daerah ada tiga cara yang dapat digunakan yaitu cara rata – rata hitung, cara thiessen, cara isohit (isohyet) (Subarkah, 1980 : 21).

2.8.1. Metode Rata – Rata Hitung
            Harga rata – rata hitung kita dapatkan dengan menjumlahkan curah hujan dari semua tempat pengukuran selama suatu periode tertentu (1 hari, 1 bulan atau 1 tahun) dan membaginya dengan banyaknya tempat pengukuran (Subarkah, 1980 : 22).
            Tinggi rata – rata curah hujan didapatkan dengan mengambil harga rata – rata hitung (arithmetic mean) dari penakaran pada penakar hujan dalam areal tersebut (Soemarto, 1987: 31).



Dengan
d                                  = tinggi curah hujan rata-rata areal (mm)
d1, d2, d3, … , dn         = tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, 3, … , dn (mm)
n                                  = banyak pos penakar

            Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya asalkan pos – pos penakarnya terbagi merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing – masing pos tidak menyimpang jauh dari harga rata – rata seluruh pos penakar (Soemarto, 1987: 32).

2.8.2. Metode Polygon Thiessen
            The Thiessen Polygon method assumes that at any point in a catchment, the rainfall is the same as that at the nearest rain gauge so the depth recorded at a given gauge is applied out to a distance halfway to the next gauge in any direction (Metode Poligon Thiessen menganggap bahwa di titik manapun pada daerah tangkapan, hujan sama seperti alat penakar hujan terdekat sehingga kedalaman yang tercatat pada alat penakar tertentu diaplikasikan menjadi setengah jarak ke alat penakar hujan selanjutnya dari arah manapun) (Han, 2010 : 22).
            Cara ini didasarkan atas cara rata – rata timbang (weighted average). Masing – masing penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis – garis sumbu tegak lurus terhadap garus penghubung antara dua pos penakar (Soemarto, 1987: 32). 


Dengan
d                      = tinggi curah hujan rata – rata areal (mm)
A                     = Luas Areal (km2)
d1, d2,..., dn      = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3 ....., n (mm)
A1, A2,..., An     = Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3 ....., n (km2)
Pi                     =

2.8.3 Metode Isohit (Isohyet)
            Pada cara isohit (Isohyet) digunakanpeta isohit, yaitu peta dengan garis – garis yang menghubungkan tempat – tempat dengan curah hujan sama besar. Curah hujan rata – rata bagi daerah seluruhnya didapatkan dengan mengalikan curah hujan rata – rata di antara contour – contour dengan luas daerah antara kedua contour, dijumlahkan kemudian dibagi luas seluruh daerah. Curah hujan rata – rata di antara contour biasanya diambil setengah harga kedua contour (Subarkah, 1980 : 23).




Dengan
A                     = Luas Areal (km2)
d                      = Tinggi curah hujan rata – rata areal (mm)
d0, d1, d2,..., dn            = tinggi curah pada isohyet 0, 1, 2, .... n (mm)
A1, A2, ...., An   = Luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet – isohyet yang
   Bersangkutan (km2)

            Ini adalah cara yang paling teliti, tetapi membutuhkan jaringan pos penakar yang relatip lebih padat guna memungkinkan untuk membuat garis – garis isohyet (Soemarto, 1987 : 35).

2.9. Hujan Rancangan
            Hujan Rancangan adalah besaran hujan yang secara statistik akan disamai atau dilampaui sekali dalam kala ulang tertentu. Dalam menentukan hujan rancangan dapat menggunakan metode statistik

2.9.1. Distribusi Gumbel
            Menurut Gumbel (1941), persoalan tertua yang berhubungan dengan harga – harga ekstrim adalah datang dari persoalan banjir. Tujuan dari teori statistik harga – harga ekstrim adalah untuk menganalisis hasiil pengamatan harga – harga ekstrim tersebut untuk meramal harga – harga ekstrim berikutnya.
 (Soemarto, 1987 : 233)
                                   

Dengan:
Xrata – rata           = Harga rerata sampel
s                       = Simbangan Baku Sampel
K                     = faktor frekuensi

Faktor frekuensi K dinyatakan sebagai:

Dengan
Yt                    = Variabel acak yang direduksi (reduced variable)
Yn                    = Rerata yang direduksi (reduced mean)
Sn­                           = Simpangan baku yang direduksi
2.10. Distribusi Hujan Jam – jaman
            Debit yang diukur di sungai meliputi (1) limpasan permukaan (2) aliran antara (3) aliran air tanah, alih ragam hujan menjadi debit melibatkan komponen hidrologi dan komponen karakteristik DAS yang meliputi Luas DAS, panjang sungai, kemiringan DAS, tata guna lahan, dan distribusi hujan (Montarcih,2010).
            Hujan jam – jaman pada periode kala ulang tertentu diperlukan langkah – angkah yaitu:
1.      Menghitung rasio intensitas hujan
2.      Menentukan koefisien pengaliran atau limpasan
3.      Membuat distribusi hujan jam – jaman

            Perhitungan rasio hujan jam – jaman dapat menggunakan cara mononobe yaitu:

Dengan:
I           = Intensitas hujan rancangan (mm/jam)
t           = waktu konsenstrasi hujan (jam)
R24       = Curah hujan maksimum dalam hari (mm/jam)
n          = tetapan

2.11. Hidrograf Satuan Sintetis
            Hidrograf satuan diperkirakan dari catatan limpasan hujan dari suatu tangkapan tertentu hanya bisa di aplikasikan pada tangkapan itu. Tetapi banyak tangkapan tidak ada alatnya dan tidak ada hujanatau data limpasan untuk membuat model hidrograf. Pada kasus – kasus ini sebuah hidrograf satuan sintesis bisa digunakan untuk mengestimasi dari kumpulan rumus analisis regresi dari tangkapan alat (terjemahan Han, 2010 : 74).




2.11.1. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu
            NAKAYASU dari jepang telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa sungai di jepang. Ia membuat rumus hidrograf satuan sintetis dari hasil penyelidikannya (Soemarto, 1987:167).

Dengan:
Qp        = Debit puncak banjir
Ro        = Hujan Satuan
Tp         = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir
T0,3      = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai  
                           menjadi 30% dari debit puncak
C         = Koefisien pengaliran
A         = Luas DAS sampai ke Outlet


Dengan:
Qa        = Limpasan sebelum mencapai titik puncak
t           = Waktu

Komentar

Hot Mingguan!!

Maaf, Kepada Hidrologist: Jangan Percaya Peta Global dari GIS Enthusiast

 Akhir Akhir ini aku menemukan banyak GIS Anthusiast yang kemudian mereka menerbitkan kode GEE (Google Earth Engine) untuk pembuatan Peta tata guna lahan baik skala global maupun skala regional seperti peta Tata guna lahan Nasional Indonesia. sebuah terobosan, namun maksud dan tujuan para GIS Anthusiast ini sangat berbeda dengan kebutuhan para Hidrologist dan Hidraulic engineer dalam pembuatan model. sehingga Peta global yang mereka buat tidak bisa kita gunakan. ESRI Sentinel-2 Global LULC 10 m Resolution Source:  Esri | Sentinel-2 Land Cover Explorer (arcgis.com) Pembuatan peta Tata Guna Lahan mempunyai banyak fungsi yang disesuaikan dengan kegunaannya. dari pengamatan perubahan tata guna lahan hingga berbagai analisa lainnya. untuk analisa hidrologi, penggunaan tata guna lahan atau tutupan lahan bisa digunakan sebagai dasar pembuatan basemap untuk model hidrologi. begitu pula dengan analisa hidrolika yang terkadang menggunakan input jenis tutupan lahan dalam penentuan basemap model h

Makalah alat pengukur curah hujan

ALAT PENGUKUR CURAH HUJAN Makalah tugas akhir ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah hidrologi teknik dasar yang diampu oleh Dr. Ery Suhartanto, ST. M.Pd. OLEH : YUANGGA RIZKY ILLAHI                                   145060400111003 LUCIA PUTRI RACHMADANI                  145060400111011 FATHINUN NAJIB                                       145060400111027 YOGA OKTA WARDANA                          145060400111028 NUR FITRIA PUSPITAWATI                      145060401111049 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG FAKULTAS TEKNIK TEKNIK PENGAIRAN Juni 201 5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang             Hidrologi adalah suatu ilu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam kita ini. Meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan – perubahannya antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, diatas dan di bawah tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpanan air yang mengaktifka

Makalah POMPA Hidrolika Saluran tertutup

MAKALAH HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP POMPA Disusun Oleh: Kelompok II Elang Timur                             145060400111015 Fariz Bayu Rachmanto            125060400111074 Galih Rizam Pratama               145060400111024 Gloria Dihan Utomo                145060400111002 Tami Pratiwi                            145060400111007 Yoga Okta Wardana                145060400111028 Yuangga Rizky Illahi              145060400111003 Yudhistira Akbar Z.R              145060400111005 JURUSAN TEKNIK PENG AIRAN FAKULTAS TEKNIK                                                                                    UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 201 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang             Air merupakan sebuah sumber daya yang sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Tanpa sumber air, manusia tidak akan pernah bisa hidup. Karena itu, manusia sangatlah bergantung pada air itu sendiri. Selain dalam kehidupan manusia,