Langsung ke konten utama

Ekspedisi Atap Jawa Tengah Mt. Slamet (Part 3 - Pulang dengan Slamet)

Malam itu udara tidak terlalu dingin seperti yang aku duga. Sempat gerimis atau mungkin hujan di luar tenda kami selama waktu tertentu. Aku melihat hanya gelap malam dari lubang bagian atas tendaku dan flaysheet plastik bening tembus pandang. Malam di gunung tak sesunyi dulu, kini banyak manusia – manusia yang membawa kotak musik. Entah apa maksudnya tapi terkadang itu cukup mengganggu waktu tidurku.

"Yuangga Rizky Illahi, ST." , summit pertama semenjak mendapat gelar sarjana

Sejenak rasanya aku tidur. Badan ini sangat ringan dan yang menembus tenda bagian atas ku buan lagi selimut kegelapan. Tampak bulat, bercahaya. Ah gelap malam terpecah terang. Awan tak nampak menutupi rembulan. Ketika aku membuka handphone untuk melihat jam? Wow jam setengah 5 pagi dan pantas saja badan ini rasanya sangat ringan pagi itu. Aku pun segera membangunkan mas fachrul untuk bergerak menuju summit. “mumpung cuaca cerah mas”. Begitu kataku pagi itu dengan bersemangat. Mengingat kondisi waktu yang terus menghimpit perjalanan kami, ini adalah satu – satunya kesempatan kami untuk mencapai puncak slamet pada ekspedisi ini. Apabila hari ini gagal, maka berakhirlah ekspedisi slamet kali ini tanpa menginjakkan kaki di atap jawa tengah itu.

Persiapan OK. Senter OK. Sepatu Aman. Kamera dan Handphone Ready. Kami pun berangkat berjalan menuju puncak. Tanpa membawa tas besar, perjalanan ini lebih ringan daripada sebelumnya. Beberapa pendaki pun tampak ada di depan dan belakang kami. Semuanya berusaha memanfaatkan momen “cerah” ini untuk mencapai summit hari itu. Tak beberapa lama pun kami sampai akhirnya di pos 6 yaitu samyang rangkah. Namun disini tidak terlalu luas dan vegetasi mulai berkurang. Kemudian dilanjutkan lagi menuju pos 7 yang menjadi batas camp terakhir. Karena setelah pos 7  tidak direkomendasikan menjadi tempat camp yang karena salah satunya faktor keamanan.

Samudra Awan


Pada pos 7 ini banyak terdapat tenda. Tidak jauh dari pos 7 barulah ada pos 8 yang bernama Samyang Jampang. Ketika kami sampai disini, masih ada beberapa tenda yang berdiri pada pos yang sebenarnya tidak direkomendasikan untuk mendirikan tenda ini. Kami sempat bertemu dengan anak – anak SMA yang naik dan kami pun menuju puncak bersama. Sedikit ragu ketika sampai di pos 8 dan melihat ke atas sedikit berkabut ternyata bagian puncak. Namun terlihat matahari masih bersinar cukup cerah dan kemudian kami memberanikan diri untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak.

Di pos 9 atau plawangan merupakan batas no return dari gunung slamet. Kalau di gunung semeru sih namanya kelik. Batas dimana didominasi oleh pasir dan sama sekali tanpa tumbuhan. Ketika badai terjadi ketika anda berada setelah batas ini, maka sangat susah untuk kembali sehingga semua persiapan dan kesiapan serta perencanaan perjalanan harus dilakukan sedetail dan se amannya. Kasus kali ini tidak seperti gunung semeru yang aku sudah menanjak berkali – kali, aku memutuskan untuk menembak titik dengan GPS Garmin yang aku bawa. Setidaknya ketika ada kemungkinan terburuk aku sudah mengetahui titik yang harus aku kejar ketika turun maupun ketika nantinya berbelok dari arah jalur pendakian.

Jalur pendakian gunung slamet menuju puncak tidak didominasi pasir kecil seperti pada gunung semeru maupun gunung merapi. Lebih banyak batuan lepas dan cadas dengan dominasi warna oranye, kuning, dan bahkan kemerahan. Selain itu masih banyak sekali batuan yang mudah tergelincir kebawah dan membahayakan pendaki yang berada di bawahnya. Sehingga selain kita harus lebih berhati – hati, kita juga harus tetap waspada. Dihajar tanjakan terjal ini kami akhirnya bisa menikmati sunrise walaupun masih belum sampai di puncak. Namun ya sudahlah sembari terus berjalan ke atas dan sesekali melihat keindahan sunrise gunung slamet, kami memacu kaki kami mengejar ketinggian sebelum terkejar oleh cuaca yang mungkin bisa berubah tiba – tiba.

THE SUMMIT 3428 MDPL
Sebelum sampai puncak ada sebuah area datar. Disini kami harus berjalan sedikit lagi hingga sampai di puncaknya. Kemudian dari puncak ini sudah terlihat kawah segoro wedhi yang menjadi ikon puncak gunung slamet. Dari puncak tadi kita harus turun dulu dengan jalanan terjal hingga kembali datar. Kemudian sedikit menanjak dengan jalan yang didominasi batu batu. Hingga akhirnya kita sampailah di kawah segoro wedhi yang sangat luas. Cukup lama kami disana, berfoto dan menikmati keindahan alam puncak dan sekaligus atap jawa tengah. Menjadi puncak tertinggi di pulau jawa setelah puncak mahameru. Asap kekuningan terlihat terus membubul dari arah kawah dengan diselimuti awan awan yang tampak mulai kurang bersahabat.

Samudra Awan (posisi Hampir puncak)

Disini banyak sekali pendaki yang sembari berjalan dengan kami sampai di puncak hampir bersamaan dengan kami berdua. Rombongan pendaki yang berjalan sangat cepat dengan membawa carrier tinggi pun sampai di puncak hampir sama dengan kami. Begitu pua dengan anak – anak SMA yang berjalan bersama kami pun sampai pada saat yang hampir sama. Ketika angin berhembus dan kawah mulai tertutupi awan, kami berdua pun memutuskan untuk turun dulu. Mengingat cuaca yang cepat berubah dan malam ini kami harus sudah sampai di bandung karena keterbatasan waktu yang ada.

Perjalanan turun menuju bawah lebih cepat tentu saja. turunan berbatu seperti ini lebih berbahaya daripada turunan pasir seperti yang ada pada gunung semeru. Sekali jatuh? Ah pasti akan menjadi musibah besar sehingga daripada terlalu terburu – buru dan membawa resiko yang besar, lebih baik perlahan saja sambil meikmati pemandangan yang ada. Sepanjang perjalanan kami turun masih saja ada dan bahkan masih terbilang banyak pendaki yang masih berusaha untuk sampai di puncak. Sempat mengobrol beberapa memang karena kesiangan, beberapa karena terlalu lama berhenti sehingga belum sampai di puncak. Dengan sisa waktu yang ada tentu saja mereka harus bergerak dengan lebih cepat karena cuaca juga sudah mulai berubah dengan cepat.

Hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam dan bahkan tidak sampai jika kami berdua tidak terlalu lama berhenti kami sudah sampai di tenda kami. Segera memasak dan beristirahat sejenak untuk selanjutnya langsung turun menuju pos basecamp dan berkendara lebih dari 200 km menuju bandung. Tidak perlu menunggu lama, kami berdua pun akhirnya berkemas dan meluncur turun. Pas ketika berkemas, hujan mengguyur. Barang sudah aman di dalam tas dan badan sudah terbalut dengan jas hujan plastik. Yah seadanya saja kami pun meluncur.

Mas Fachrul mencari pijakan

Kondisi hujan ini adalah kondisi yang cukup susah dalam melakukan trekking. Selain licin karena tanah yang bercampur dengan air, faktor otot yang cepat dingin juga menambah kemungkinan terjadi kram otot sehingga dapat menghambat. Selain itu basahnya pakaian juga bisa menambah kemungkinan tubuh mengalami hipotermia. Setelah perjalanan puncak yang melelahkan, jalanan turun dan diguyur hujan, kakiku akhirnya mengalami linu. Berawal dari kaki yang sudah semakin sakit menahan setiap turunan yang ada. Satu lompatan dua lompatan tiga lompatan, berubahlah sakit dengkul ini. Hujan yang semakin lama semakin deras juga semakin menyulitkan untuk melangkah.

Melewati pos 3 jalan sudah semakin tidak masuk akal saja. jalur pendakian yang tersusun dari lempung dan pasir itu berubah menjadi anak sungai kecil yang mengalir dengan deras dari atas. Air hujan berkumpul menjadi satu ketika derasnya hujan mengguyur siang itu. Tak peduli sepatu water proof maupun sepatu boot pasti akan basah juga dengan kondisi hujan seperti ini. Mantel plastik pun tidak lagi berguna sesuai fungsinya. Hanya sebagai penambah perangkap hangat selama berjalan. Kami bahkan harus terpeleset beberapa kali dan untuk turunan yang terjal atau harus melompati batu, dengan kondisi kaki dan cuaca serta jalan yang licin beberapa kali kami harus berjongkok untuk menghindari terpeleset atau kemungkinan yang tidak diinginkan lainnya.

SUNGAI YANG MELUAP
Kami berjalan bersama beberapa rombongan lain. Rombongan ini sempat kami dului dan sama sama berjalan turun. Sekitar 2 rombongan lain dengan jumlah yang lebih dari 5 orang pada masing – masing rombongan berjalan bersama kami menembus hujan deras yang tak kunjung reda. Pada rombongan tersebut ada beberapa cewek yang cukup liar juga pada kondisi hujan ini dia memutuskan untuk buka sepatu. Kami sempat berjalan bersama sampai akhirnya melewati tiba di pos 1.

Di pos 1 hujan masih sama seperti sebelumnya. Pada informasi sebelumnya, terdapat sungai kecil yang meluap apabila hujan setelah pos 1 apabila dari arah atas menuju ke bawah. Ketika berangkat kemarin pun kami sempat melewati sugnai kecil tersebut dan airnya masih sangat kecil. Dengan hujan sederas ini secara teori hidrologi tentunya akan membuat sungai kecil tersebut akan meluap. Karena rombongan lain masih beristirahat di pos 1, kami berdua memutuskan untuk melanjutkan perjalanan terlebih dahulu dan sesuai prediksi, kami kesulitan melewati sungai kecil yang saat itu sudah meluap menjadi besar. Dengan aliran deras dan suara menggemuruh, secara teori dan kepastian sih aku yakin kami berdua mampu melewatinya. Tapi membayangkan cewek – cewek di belakang kami? Pastinya mereka akan kesulitan menyebrangi sungai tersebut.

Keputusan karena terhambat sungai ini akan menjadi pertaruhan. Ketika cewek – cewek tersebut memutuskan untuk menyebrangi tanpa pengaman tentunya sedikit beresiko apalagi panik ketika terhantam arus yang keras. Pilihan selanjutnya adalah menunggu sungai mengecil debitnya, tapi tentu saja membutuhkan waktu yang cukup lama. Sesuai teori hidrologi debit sungai tidak akan turun begitu cepatnya ketika hujan berhenti. Ketika hujan berhenti debit sungai akan turun tapi tidak signifikan sehingga akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Hehehe maklum anak Teknik Pengairan.



So? Plan ke 3 adalah kami memutuskan menunggu dan menggunakan webbing yang dibawa oleh mas fachrul. Yah walaupun over all mas fachrul termasuk pendaki yang membawa perlengkapan minim -- tapi mbak mbak tersebut harus banyak berterima kasih pada mas fachrul. Ketika semua rombongan berkumpul di pinggir anak sungai tersebut, tiba tiba seorang cowok bernisiatif menyebrang dengan merunduk. Yah sedikit nekat menurutku karena kurang safety, namun karena dia bertubuh jangkung, sungai tersebut terlewati hanya dalam 4 langkah panjangnya dan dia pun sampai di seberang. Kemudian aku lempar satu ujung webbing ke dia dan ujung lainnya aku pegang (tidak ada kayu atau batu untuk mengikat). Sedikit nekat tapi lebih baik daripada tidak sama sekali.




Satu demi satu rombongan tersebut melewati sungai yang mengganas itu. “kaki arahkan sejajar dengan arah air” begitu ucapku pada setiap orang yang akan menyebrang. Kenapa? Ini mah teori hidrolika, semakin kecil penampang maka semakin kecil pula tekanan airnya. Hehehe the power of pengairan nih. Terakhir aku yang menyebrang dan sampai lah di seberang. Sembari menggulung webbing tersebut, kami pun berjalan pelan. Yah kaki sudah hampir sampai batasnya. Beberapa kali bahkan aku harus menyeret kedua kakiku. Selain itu sepatu yang telah semakin berat karena air juga memberi tekanan sendiri.

Pukul 15.00 WIB kami sampai di basecamp bambangan. Beristirahat di warung, makan, dan packing sebentar. Selanjutnya kami pun berangkat pulang ke bandung dengan motor dan sisa waktu serta tenaga yang tak lagi banyak. Ah biarlah, setidaknya terbayarkan tuntas dengan puncak yang luar biasa. Tamat


"all broken parts will grow stronger than before. before it grows, the part will be very painfull, to see, to walk, to run, to sleep, even to breathe. thats how broken heart work."

PART 1 Klik me!!
PART 2 Klik me!!

Komentar

Hot Mingguan!!

Maaf, Kepada Hidrologist: Jangan Percaya Peta Global dari GIS Enthusiast

 Akhir Akhir ini aku menemukan banyak GIS Anthusiast yang kemudian mereka menerbitkan kode GEE (Google Earth Engine) untuk pembuatan Peta tata guna lahan baik skala global maupun skala regional seperti peta Tata guna lahan Nasional Indonesia. sebuah terobosan, namun maksud dan tujuan para GIS Anthusiast ini sangat berbeda dengan kebutuhan para Hidrologist dan Hidraulic engineer dalam pembuatan model. sehingga Peta global yang mereka buat tidak bisa kita gunakan. ESRI Sentinel-2 Global LULC 10 m Resolution Source:  Esri | Sentinel-2 Land Cover Explorer (arcgis.com) Pembuatan peta Tata Guna Lahan mempunyai banyak fungsi yang disesuaikan dengan kegunaannya. dari pengamatan perubahan tata guna lahan hingga berbagai analisa lainnya. untuk analisa hidrologi, penggunaan tata guna lahan atau tutupan lahan bisa digunakan sebagai dasar pembuatan basemap untuk model hidrologi. begitu pula dengan analisa hidrolika yang terkadang menggunakan input jenis tutupan lahan dalam penentuan basemap model h

Makalah alat pengukur curah hujan

ALAT PENGUKUR CURAH HUJAN Makalah tugas akhir ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah hidrologi teknik dasar yang diampu oleh Dr. Ery Suhartanto, ST. M.Pd. OLEH : YUANGGA RIZKY ILLAHI                                   145060400111003 LUCIA PUTRI RACHMADANI                  145060400111011 FATHINUN NAJIB                                       145060400111027 YOGA OKTA WARDANA                          145060400111028 NUR FITRIA PUSPITAWATI                      145060401111049 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG FAKULTAS TEKNIK TEKNIK PENGAIRAN Juni 201 5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang             Hidrologi adalah suatu ilu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam kita ini. Meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan – perubahannya antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, diatas dan di bawah tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpanan air yang mengaktifka

Makalah POMPA Hidrolika Saluran tertutup

MAKALAH HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP POMPA Disusun Oleh: Kelompok II Elang Timur                             145060400111015 Fariz Bayu Rachmanto            125060400111074 Galih Rizam Pratama               145060400111024 Gloria Dihan Utomo                145060400111002 Tami Pratiwi                            145060400111007 Yoga Okta Wardana                145060400111028 Yuangga Rizky Illahi              145060400111003 Yudhistira Akbar Z.R              145060400111005 JURUSAN TEKNIK PENG AIRAN FAKULTAS TEKNIK                                                                                    UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 201 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang             Air merupakan sebuah sumber daya yang sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Tanpa sumber air, manusia tidak akan pernah bisa hidup. Karena itu, manusia sangatlah bergantung pada air itu sendiri. Selain dalam kehidupan manusia,