Langsung ke konten utama

Jejak di Tambora, Part V Tenda Selanjutnya

Jejak di Tambora 

Seri Ikik si Petualang Kantoran

Aroma kopi pagi mengalir masuk ke indra penciuman Ikik. memaksa matanya untuk kembali bangun walaupun setelah melalui seluruh drama yang terjadi di pondok kecil itu. seluruh drama yang membuat mata Ikik lebih terasa berat. Haikal sudah baik - baik saja dan mulai menyeruput susu yang dibuat oleh Fikri. Bang Rei, Memet, dan Juna mulai menyiapkan untuk sarapan pagi. Pagi itu cerah, matahari bahkan menembus celah dedaunan lembah itu. semuanya terasa lebih ringan dan masa kritis sudah terlewati. dalam hati Ikik ada perasaan lega, sedikit egois tapi manusia memang selalu menjadi makhluk yang egois. perasaan lega itu bukan karena Haikal yang sudah baik - baik saja namun lebih simpel daripada itu, karena pada akhirnya perjalanan dan petualangan yang telah dia nantikan tidak hancur berantakan.

Haikal sudah duduk di pondok, masih bingung sepertinya dengan semua yang terjadi. Ade di sampingnya sesekali menjelaskan dan menanyakan keadaan Haikal. Lucu sekali ketika malam itu menjadi malam yang tidak akan pernah Ade, Juna, dan Memet lupakan namun berbeda dengan Haikal yang seolah tidak merasakan apapun. dia hanya merasa kondisinya jauh lebih lemah daripada sebelumnya. Bahkan dia tidak ingat tentang apa yang terjadi semalam. mendengarkan cerita dan penjelasan Ade, Haikal memasang wajah tidak percaya bahwa hal itu terjadi padanya semalam. Dia menatap Ikik dan Fikri yang sedang membongkar tenda mereka. 

"Bang, terima kasih ya bang, entah bagaimana ceritanya kalau tidak ada abang - abang ini semalam." Kata Haikal

"Iya bang, kami juga terima kasih bang. tidak tau akan jadi apa semalam kalau kita tidak ditolong." Tambah Ade. 

"iya tidak apa - apa, yang penting Haikal baik - baik saja sekarang." Jawab Ikik dengan tersenyum.

"yang jelas ini menandakan kalian harus belajar banyak tentang management resiko, kerja sama tim, keselamatan diri, dan banyak lagi." Bang Rei menjelaskan sambil terus mengaduk nasi yang sedang dibuatnya.

"Jadi merasa kurang banget ilmu mendaki gunung saya bang." Ucap Juna.

"memang, kalau kalian mau naik gunung lagi suatu saat, ingat bahwa naik gunung atau kegiatan di alam bukan hanya sekedar main - main. perlu diketahui resiko - resikonya dan bagaimana penanggulangannya." Jelas Bang Rei. 

"Yaudah yuk, makan dulu kita, habis itu persiapan. Kalian turun dan kita bertiga lanjut naik, ayo bang Ikik, makan dulu." tambahnya. akhirnya mereka kembali membentuk lingkaran di pondok tersebut dan mulai membagikan makanan.

Bukan cerita yang asing lagi ketika pendaki terkena musibah di gunung dan berakhir kehilangan nyawa mereka. beberapa karena memang kurang beruntung, namun lebih banyak terjadi karena keteledoran dan ketidaksiapan. mendaki menjadi sebuah hobi yang tidak terlalu istimewa akhir - akhir ini dan bahkan Ikik mulai merasakannya. bagaimana dia yang mendaki untuk mencari ketenangan dengan tambahan adrenalin di setiap perjalanannya, menggali cerita dan menimba pengalaman. sekarang dia bahkan kesulitan merasa nyaman mendaki gunung khususnya berada di tanah Jawa. beberapa membawa sound portable yang super berisik di gunung, beberapa tertawa terbahak - bahak tidak melihat situasi dan bahkan beberapa sama sekali tidak peduli dengan sekitar baik dari segi tindakan atau yang dia lakukan. sebuah hal bagus sebenarnya untuk setiap guide pendakian yang memiliki lebih banyak job. tambahkan attitude untuk setiap pendaki dan pendakian akan menjadi menyenangkan. namun sayangnya lebih banyak yang tidak. 

Bisa dikatakan bahwa Ikik dan rombongannya bertemu dengan salah satu tipe rombongan pendaki yang tidak berpengalaman. rombongan tidak berpengalaman ini tidak menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, tidak memprediksi resiko, tidak memiliki ilmu untuk menghadapi setiap resiko kegiatan outdoor, dan tidak ada management tim yang baik untuk mengimbangi semua itu. dibalut dengan pengalaman yang mendekati 0. ah tambahkan pula bumbu rombongan yang tidak peduli terhadap anggota rombongannya. Kasus mereka berempat sebenarnya bermula dari ketiga temannya meninggalkan mereka berempat. tak ada koordinasi yang baik. sempat Ikik berfikir apakah mereka tidak khawatir terhadap temannya yang masih belum juga muncul ketika mereka sudah mulai beristirahat di batas rimba, atau mereka sudah kembali ke rumah dan membalut diri dengan selimut yang hangat. entahlah, apapun hasilnya, tanpa Ikik dan rombongannya hanya tersisa kemungkinan skenario yang lebih buruk.

usai sarapan, mereka segera melakukan kegiatan pagi hari dan memulai packing untuk melanjutkan perjalanan. masih sangat jauh dari pos 2 menuju pos 5 yang menjadi target camp selanjutnya untuk Ikik dan rombongannya. di sisi lain, mereka berempat perlu untuk turun segera mungkin sebelum cuaca berubah dan akan lebih menyulitkan mereka berempat. Ikik mencuci muka di sungai kecil serta mengambil air untuk disiapkan sebagai perjalanan selanjutnya. air memang masih tersedia di pos 3 dan pos 5 namun bang rei memberikan alternatif ketika sumber air di pos 5 tercemar akibat terjadinya kebakaran beberapa waktu sebelumnya. Berlanjut dia mulai memasukkan barang - barang yang masih berserakan ke tas. begitu pula Fikri yang membagi logistik sesuai dengan kebutuhan makan dan mulai memasukannya di dalam tas. peralatan masak sedang dibersihkan oleh Bang Rei dan segera setelahnya dimasukkan ke dalam tas Fikri. Tenda pun sudah tertata dengan rapi di tas bang Rei. hingga akhirnya mereka sudah siap untuk melanjutkan perjalanan mereka.

"bang, kita terima kasih banget bang. kalau ada waktu main - main ke rumah kita di Bima bang." Kata Adek yang bersalaman dengan Ikik.

"siap bang, kalau ada waktu nanti aku kabari." Jawab Ikik.

kemudian mereka bersalaman dan berpisah di lembah tersebut. gubuk itu akan terus menjadi saksi bisu mereka. sempat bertukar nomor handphone dengan Ikik dan yang lainnya, mereka akhirnya berbalik dan mulai mendaki sisi lembah yang berlawanan. Ikik, Fikri, dan bang Rei menyebrangi sungai kecil di dekat pos 2 tersebut kemudian menanjak sisi tebing setelahnya. sedangkan mereka berempat mendaki sisi tebing dimana Ikik dan rombongannya kemarin sampai di lembah itu. hanya tersisa pondok lembab di sana. diam dan menanti petualang selanjutnya untuk menghampiri. 

Perjalanan berlanjut dengan formasi yang sama. Ikik berada di tengah, didepannya adalah bang Rei dan di bagian belakangnya adalah Fikri. tanjakan pertama di lembah tersebut menjadi tanjakan pembuka untuk pendakian panjang yang akan mereka lalui. jalur dari pos 2 menuju pos 3 merupakan jalur yang terjauh. tantangan lain datang dari faktor alam. ada beberapa hal yang menjadi tantangan dari pendakian mereka saat itu yang salah satunya adalah matahari. Pepohonan memang cukup banyak namun tidak sebanyak itu, udara dingin khas pegunungan kalah di Tambora dengan panas matahari. banyak faktor namun diperparah dengan bekas kebakaran yang menyisakan pohon - pohon hitam tanpa dedaunan. tanpa dedaunan yang biasanya menjadi payung bagi pendaki yang melintas di sepanjang jalan setapak tanah dibawahnya. kali ini panas matahari langsung menyengat ketiga petualang itu.

Tanjakan pertama sudah memberikan tekanan dan ketika sampai pada puncak tanjakan, ketiganya langsung terengah - engah. 60 persen memang karena tanjakan setelah lembah pos 2 cukup tinggi dan panjang dan kedua adalah panas matahari yang terik.

"Setelah ini banyak datarnya bang. menanjak sih tapi dikit - dikit terus panjang." Jelas bang Rei sambil mengambil air di tas Fikri.

Ketika panas, faktor yang menjadi halangan lain adalah debu. debu berterbangan dari langkah kaki mereka. memasang masker memang bisa menjadi solusi namun seperti pedang bermata dua, memakai masker juga berarti mengurangi volume udara yang bisa dihirup. artinya memakai masker akan membuat mereka semakin terengah - engah. apalagi ditambah dengan panas terik sepanjang perjalanan mereka. beberapa tempat bahkan tanahnya penuh dengan butir halus. melangkah sedikit saja sudah bisa membuat debut itu berterbangan. 

"Stop dulu bang." Kata Ikik ketika sampai di areal yang lumayan datar.

"Kenapa bang?" Tanya bang Rei yang kemudian menghentikan langkahnya, dia berada 5 langkah di depan Ikik. Fikri yang berada di belakangnya spontan berhenti pula.

"Aku pingin boker bang hehe." Ikik menurunkan tasnya dan mengeluarkan sekop kecil serta botol air ukuran 1.5 liter di sisi samping. "Tadi cari spot disana tidak ada yang enak, kayaknya disini enak bang."

"Oalah oke deh, aku juga mau buang air kecil juga." kata bang Rei. akhirnya mereka bertiga melepas tas mereka dan menata agar saling bersandar sehingga menyeimbangkan satu dengan lainnya. 

Ikik berjalan ke arah semak yang sedikit tinggi dibelakang mereka. sedikit keluar dari jalur namun ada tempat datar dengan tanah berpasir. tempat yang cukup tertutup karena sekitarnya dikelilingi oleh semak. tidak seperti saat berada di lembah yang areal datarnya sangat terbatas. disana Ikik bisa dengan bebas memilih lokasi. disisi lain, Fikri duduk dis ebuah batang pohon yang tumbang, mengambil madu di saku kirinya sebagai teman untuk menunggu. bang Rei juga pergi ke arah lain untuk buang air kecil. Ikik mulai menggali tanah dengan sekop yang dia beli online dengan harga murah. sekop portabel itu nyatanya sangat berguna dan tidak terlalu memakan tempat didalam tas. selain itu karena terbuat dari bahan plastik, selama tas diletakkan di bagasi, maka tidak akan menjadi masalah ketika dibawa perjalanan udara.

Segera setelah lubang tergali cukup dalam, dia berjongkok. mengeluarkan segenap tenaga dan dengan sepenuh hati proses pencernaan di dalam perutnya mencapai tahap akhir. pluk, terjatuh satu butir. okay ini bukan hal yang baik untuk diceritakan dalam tulisan jika kalian mulai membaca dengan membayangkan. namun suasananya cukup menyenangkan. dalam sebuah petualangan panjang mendaki gunung melewati lembah, berjongkok di bawah bayangan semak dan mendengar kicauan burung. pepohonan tinggi menjulang dengan beberapa pohon berwarna hitam bekas terbakar beberapa waktu yang lalu, tak lagi terdengar suara bang Rei dan Fikri. momen itu adalah momen dimana manusia seperti Ikik merasa tenang, tak ada gangguan. begitulah petualangan yang dia inginkan. kemudian cerita berlanjut pada Ikik yang mulai membersihkan dengan air dari botol mineral yang dia bawa. 

"Yosh, bukti aku pernah sampai di sini." ucapnya ketika selesai mengubur kembali lubang itu.

dia menoleh pada arah dia datang, sedikit bingung namun diantara sela semak yang tinggi itu terlihat Fikri yang duduk. bang Rei juga sudah berada di sampingnya. ketika dia berjalan, sedikit menerobos semak itu, tiba tiba sensasi menyengat terasa di kaki kirinya. sensasi itu kemudian berubah menjadi rasa perih. spontan Ikik teriak dan menjatuhkan badannya di tanah.

"Ada apa bang?" tanya bang Rei yang terkaget, dia segera berlari ke arah Ikik.

"Aduh, kena Jelatang." Fikri memandang sebuah tanaman berdaun merah yang penuh dengan duri. sedikit tinggi selutut dan sedikit patah bekas terkena tendangan maut Ikik.

"Waduh, Jelatang api lagi." bang Rei pergi ke tasnya, mengeluarkan kotak P3K. 

"Aduuuh Aduuuh" Ikik masih merintih kesakitan. kakinya terasa memutar mirip seperti ketika sedang keram, namun rasanya didominasi dengan rasa perih dan panas akibat tanaman itu. tampak kaki kirinya mulai memerah, sedikit mengeluarkan darah. 

Bang Rei mulai membersihkan luka itu, Ikik masih merintih kesakitan namun sudah lebih baik. Tidak sesakit ketika pertama kali terkena walaupun rasa perih itu masih tetap ada. datang dan pergi. Fikri mencoba mengamati barangkali masih ada duri dari tanaman jelatang itu yang masih tertinggal. sepengalaman Fikri, jika terkena jelatang api atau daun jelatang yang berwarna merah, efeknya akan lama, bisa juga menjadi bengkak jika duri masih tertinggal di sana. Ikik mencoba mengamati sekitar sambil menahan perih ketika bang Rei mulai mengoleskan salep dan balsem ke sekitar kaki Ikik. benar saja jalur yang dia gunakan untuk kembali sedikit berbeda, sebelumnya dia bisa sampai di lokasi spot boker dengan lebih aman karena tidak menerabas tanaman semak itu. keputusan yang salah menerobos tanaman semak dimana tidak terlihat adanya jelatang dibawahnya.

"Gimana bang? udah mendingan?" tanya Fikri yang mengamati kaki Ikik.

"Sudah, tapi sesekali masih saja terasa perih." jawab Ikik. dia kemudian mencoba berdiri dan menggerakkan kakinya. ada rasa sejuk yang diakibatkan balsem itu. namun juga rasa perihnya seperti masih ada disana. bercampur dengan sedikit rasa gatal. 

"Bukan kali pertama juga sih kena ini, dulu waktu di Argopuro juga pernah kena, cuman rasanya tidak separah yang ini." kata Ikik. masih merasakan perihnya.

"Kayaknya kena yang warna hijau bang, kalau yang warna hijau itu yang biasa, tidak terlalu perih. nah abangnya ini kena ayng warna merah. perih banget memang." jelas bang Rei.

"yang jelas jangan digaruk bang, bisa tambah parah." kata Fikri.

kemudian Ikik mencoba untuk melangkah kembali, sedikit tidak nyaman tapi mau bagaimanapun juga dia harus terus melanjutkan perjalanan itu. pos 3 juga masih cukup jauh dari lokasi mereka berada.

"yaudah yuk, lanjut, semoga nanti hilang sendiri." kata Ikik.

"Di depan nanti masih banyak lagi bang Jelatangnya, tetep fokus. apalagi kalian berdua memakai celana pendek. kalau Fikri sih kayaknya sudah kulit badak, kena Jelatang juga tidak akan terasa apa apa." Bang Rei mulai mengangkat tasnya.

"Enak saja, aku ya juga hati hati yah. apalagi aku pakai sendal jepit gini." canda Fikri, kemudian mereka bertiga tertawa.

segera setelahnya perjalanan berlanjut. kaki Ikik masih terasa sedikit kaku karena rasa perih yang datang dan pergi. beberapa tanaman dan rerumputan yang menyentuh kaki kiri nya juga memberikan rangsangan perih dan gatal. sehingga pace mereka menjadi sedikit melambat. bang Rei yang memperhatikan juga mengerti dengan situasi tamunya dan dia juga mengurangi pace kecepatan berjalannya. mata Ikik terus memperhatikan bagian bawah dan depan. takut jika mulai ada tanaman jelatang yang berada disana. perlahan namun secara bertahap Ikik mulai paham dan matanya sudah mulai beradaptasi dengan tanaman jelatang. ada pula tanaman merambat berduri yang dapat merusak cover tas, dengan kaki yang terluka, tentunya Ikik harus menghindari tanaman merambat tersebut pula. hingga akhirnya dia sudah bisa beradaptasi.

di depannya, bang Rei yang menggunakan celana panjang dan sepatu gunung sama sekali tidak terganggu. dia menerabas setiap semak yang ada di depan. jalan setapak pendakian memang sedikit tertutup di beberapa bagian, maklum saja semenjak pendakian ditutup karena covid 19 dan kebakaran hutan yang terjadi beberapa waktu yang lalu, masih banyak bagian jalan yang belum diperbaiki. selain itu dengan jangka waktu tidak adanya pendaki untuk waktu yang telatif lama, tanaman dan rerumputan sekitar mulai menutupi jalan. tim dari TN Tambora memang sempat menyisir track pendakian tambora sebelum akhirnya membuka pendakian untuk umum, namun masih belum clear 100% pembersihan yang dilakukan.

Tanaman disana tidak cukup rimbun, namun kali ini alam berpihak pada mereka bertiga. ketiga petualang itu akhirnya tidak harus bertarung melawan panas, semakin siang tentunya matahari akan bersinar semakin terik, namun ternyata kabut turun, menghalangi panas matahari menyentuh kulit mereka secara langsung. masih banyak berdebu memang namun semuanya lebih baik. kabut ini menggantikan peran dedaunan yang jarang. bekas terbakar Tambora cukup besar dan tentunya dampaknya juga besar. buth waktu hutan ini untuk kembali pulih. jalan tanah itu sesekali berubah menjadi berwarna hitam legam. rerumputan di sekitar yang hilang berganti menjadi arang dari kayu mati. Ikik terlihat sedih melihatnya, butuh waktu untuk pulih memang, namun tetap saja sedih melihatnya. 

Lokasi Toilet Terbengkalai di Dasar Lembah

faktor kebakaran hutan memiliki banyak sekali parameternya. seperti contoh di gunung Lawu yang eprnah terjadi akibat api unggun yang tidak mati 100%. atau di gunung arjuna yang terkena sambaran petir. secara berita, sehingga penyebab terjadinya kebakaran hutan sangat bervariasi. bisa dari manusia maupun dari alam. beberapa waktu yang lalu kebakaran di pulau Komodo juga sempat terjadi. faktor alam kerap kali menjadi alasan dari berbagai bencana kebakaran yang terjadi. sebenarnya bisa lebih besar dari itu. ketika suara gergaji terdengar menggema di gunung Tambora, sepanjang jalur dari pos 2 menuju pos 3 yang sepertinya sudah cukup tinggi, namun suara gergaji itu tidak hilang juga. membuat semua pendaki yang mendaki gunung Tambora berfikir bahwa kali ini alam sepertinya sedang melawan makhluk paling adidaya di muka bumi ini. Manusia.

jalan datar mulai berubah menjadi tanajakan. pelan dan tidak terlalu terjal namun menanjak dengan pasti. jalur yang semula cukup datar akhirnya berubah menjadi punggungan bukit. jalan yang didominasi oleh tanah mulai diselingi dengan bebatuan. hingga akhirnya di samping kiri mereka merupakan tebing. beberapa kali menyisir punggung bukit dan memutari beberapa bagiannya, masuk ke hutan dan kembali ke punggung bukit. permasalahannya masih tetap, debu dan jelatang ayng semakin lebat. hingga akhirnya sebuah papan bertuliskan pos 3 terlihat di depan mereka. akhirnya sampailah mereka di pos 3. pos yang konon menjadi tempat favorit untuk camp ketika mendaki gunung Tambora.

"akhirnya sampai." bang Rei yang berada di paling depan segera melepaskan tasnya di salah satu pondok.

Tak ada siapapun ketika mereka sampai disana. ada bekas pendaki lain dan beberapa logistik yang terbuang. beberapa botol air mineral yang menjadi sampah karena tidak dibawa turun. bahkan terlihat celana panjang dan sepatu bekas di bawah salah satu pondok. benar - benar pemandangan yang tidak indah untuk tempat camp yang katanya terbaik. Terdapat 2 pondok di pos 3. pondok 1 terlihat jauh lebih baik dan lebih baru. pondok satunya lagi terlihat lebih usang. banyak sekali vandalisme di seluruh bagian pondok yang lama. ketika Ikik meletakkan tasnya di pondok tersebut, pondok tersebut malah bergoyang sehingga dia mengurungkan niatnya dan memindah kembali tasnya ke pondok yang terlihat lebih baru. begitu pula Fikri yang segera mengeluarkan logistik dan peralatan makan.

"Dari sini bakal menanjak terus bang, kita rencana camp di pos 5, jadi semoga bisa sampai sebelum malam." Kata Bang Rei.

"Fik, ambil air ya, biar aku yang menyiapkan makan siangnya." bang Rei mengeluarkan beberapa botol kosong yang diremas agar mudah packingnya.

"Ayo fik, aku bantu ambil air. ndak apa kan bang Rei ditinggal sendiri bentar?" Ikik menawarkan bantuan pada Fikri, selain dia penasaran dengan sumber air disini, dia juga kasihan melihat banyaknya botol air yang harus dibawa Fikri.

"Oke bang, aman." Jawab bang Rei singkat.

Mereka segera menyiapkan botol - botol yang dibawa tersebut. Ikik mengeluarkan tas dry bag lipatnya. kemudian memasukkan beberapa botol kosong ke dalam tas tersebut. Fikri mengambil tali rafia dari sekitar kemudian mengikat beberapa botol menjadi 1 dengan tali tersebut. pos 3 merupakan punggung bukit yang sedikit luas, cukup indah memang karena di bagian belakang pondok tersebut terlihat jajaran lereng gunung Tambora yang megah. jika sesekali kabut mulai menipis dan hilang, terlihat dari sana laut yang indah. di bagian atasnya juga banyak lokasi yang tidak tertutup rapat dengan pohon. sehingga kondisi cerah akan memberikan view yang bagus. 

Dari lokasi pondok pos 3, mereka berdua turun ke sisi kanan lembah dengan Fikri yang berada di depan. mereka menyusuri lereng yang cukup terjal. Kaki Ikik yang masih terasa perih membuatnya harus eksrtra berhati - hati agar tidak terjatuh. sudah sekitar 2 jam setelah kaki Ikik terkena jelatang namun rasa sakitnya masih terasa. jalur menuju sumber air ini sangat terjal dan beberapa bagiannya longsor karena tergerus air. belum lagi masih saja ada tanaman jelatang sehingga harus ekstra hati - hati untuk melangkah. tanman - tanaman jelatang ini juga membuat pendaki yang ingin mengambil air di lokasi tersebut harus jeli dalam memilih pegangan. alih alih memegang batu atau rumput, malah jelatang yang bisa dipegang. jalan terjal tersebut akan berlanjut hingga terlihat pondok yang berbau busuk, berbau kotoran manusia.

"Iyuh, banyak sekali ranjau darat Fik. tempat apa ini?" tanya Ikik melihat rumah tanpa pintu tersebut.

"Itu toilet umum bang, cuman sudah tidak digunakan."jawab Fikri. 

di bangunan bekas toilet tersebut tampak banyak sekali bekas tisu berserakan. suara lalat menggema di lembah itu. bahkan suara lalat tersebut sangat nyaring di dalam sana. yang membingungkan dari bangunan yang disebut toilet ini adalah kotoran manusia bukan berada di dalam toilet melainkan berserakan di depan toilet tersebut. padahal lokasinya tidak jauh dari jalan turun tadi. tak jauh dari sana terdapat pancuran air yang mengalirkan air. disinilah sumber air tersebut didapatkan. airnya cukup jernih dan karena berada di lembah, jadi suasananya cukup teduh. Ikik sendiri akan bisa menikmati suasana tempat itu jika tidak ada bau kotoran manusia dengan irama musik sayap lalat mengganggunya.

jika diamati lebih lama, bangunan itu sudah sangat lusuh. tampak horor. atau mungkin lebih tepatnya mengerikan. ada puluhan atau bahkan ratusan kotoran manusia disana. lebih banyak lagi lembaran tisu basah berserakan. Ikik mencoba mengintip lebih dalam dan di dalamnya gelap. bukan gelap karena cahaya namun lantainya berwarna gelap. sedikit hitam dan coklat. tidak habis pikir bagaimana banyaknya manusia membuang kotorannya dengan tidak bertanggung jawab seperti itu. membuat manusia terlihat seperti hewan liar yang tidak memiliki akal. tujuan dibangunnya bangunan itu tentu saja baik mengingat bangunan itu bisa menjadi alternatif pendaki - pendaki yang ingin buang air dan kesulitan untuk buang air di luar ruangan. mungkin juga untuk menjaga privasi wanita ketika buang air dan sebagainya. sayangnya manusia tidak sepeduli itu. di titik ini, bahkan mendekat pun enggan apalagi buang hajat di tempat yang dipenuhi dengan kotoran seperti itu.

Ikik berjalan menjauh dari bangunan lusuh tersebut dan mendekat ke arah sumber mata air. sumber itu menetes dari celah tebing dan sebenarnya tidak terlalu deras juga. Fikri sudah mulai membuka tutup botol dan dia mulai mengisi botol pertamanya. butuh waktu sekitar 5 menit untuk setiap botol mineral berukuran 1.5 liter dan mereka memiliki sekitar 8 botol disana. Ikik memperhatikan air yang telah masuk di dalam botol dan memang sangat jernih. air tersebut lebih jernih daripada air dari sungai kecil di pos 2. selagi menunggu, mereka bercengkrama berbagai hal yang terjadi dan berbagai pengalaman Ikik mendaki gunung dan mengapa dia sangat menyukai hobi luar ruangan satu ini.

setelah semua botol terisi penuh, mereka segera meninggalkan sumber air tersebut. kembali menanjak dan melewati bangunan kumuh. kembali menghirup aroma busuk dari kotoran manusia disana. entah seperti apa di masa depan namun apabila para pendaki gunung ini tidak merubah sikap dan pengelola tidak melakukan hal apapun, tempat ini akan semakin lusuh dan lusuh lagi. bangunan itu hanya akan menjadi sarang penyakit. bukan tidak mungkin pada akhirnya mencemari sumber mata air di dekatnya. ketika naik kembali ke punggung bukit dimana bang Rei sudah menunggu di Pos 3, Ikik utnuk terakhir kali melihat bangunan lusuh tersebut. dia sudah setengah jalan dan bangunan itu masih terlihat sembari dia menarik nafas. mengerikan. sebuah kata yang terlintas di kepalanya.

"Gimana bang? aman? ini sudah mau matang." kata bang Rei menyambut mereka. dia memasak di salah satu pondok tersebut. sudah ada 3 cangkir kopi disampingnya.

"Aman bang, aku minta satu ekstra airnya ya bang." kata Ikik mengambil sebotol air.

"Mau buang air besar lagi bang?" tanya Fikri.

"Enak saja, emang ususku sependek itu" mereka bertiga tertawa.

"aku mau pakai celana saja, kayaknya semakin ke atas kan semakin banyak jelatangnya kan?" jelas Ikik yang mulai membasuh kakinya dengan air di botol tersebut. 

"Iya bang, semakin mendekati pos 4 nanti semakin banyak jelatangnya. lebih aman pakai celana panjang emang." Kata bang Rei. "Kau gak ganti juga Fik?" bang Rei bertanya pada Fikri. kali ini hanya Fikri yang mengenakkan celana pendek.

"ndak deh bang, aku pakai kaos kaki saja." dia kemudian mengeluarkan kaos kaki panjang untuk sepakbola. kaos kaki itu sudah dimodifikasinya dengan sebuah lubang diujung kaki sehingga ketika mengenakan sandal jepit dia antara ibu jari kaki masih bisa menyelip masuk pada sandal jepit tersebut.

Ikik sendiri sedikit meringis perih ketika air tersebut dia siramkan ke kaki kirinya yang terkena jelatang. benar saja kata bang Rei dan Fikri dimana yang merah memang terasa lebih perih untuk waktu yang lebih lama. setelah rasa perih itu mulai mereda, dia meneguk segelas kopi yang telah disiapkan oleh bang Rei dan mulai melepas celana pendeknya. menggantinya dengan celana panjang yang disiapkannya. awalnya perih ketika kain dari celana panjang tersebut menempel pada bekas luka akibat jelatang tersebut. namun selanjutnya dia merasa lebih baik. di argopuro dia smepat belajar bahwa terkena jelatang memang tidak boleh digaruk namun demikian untuk meringankan rasa gatal bercampur perihnya bisa dengan menghangatkan bagian yang terkena jelatang. berada didalam celana tentunya lebih hangat sehingga hal tersebut meringankan perih di kaki kirinya.

"Mari makan dulu bang, ayo Fik." ajak bang Rei. dia mengangkat nasi yang masih mengeluarkan uap. 

Ikik dan Fikri mendekat ke bang Rei di pondok tersebut. duduk melingkar seperti sebelumnya. terdapat menu yang menyegarkan yaitu paprika, terong, dan sosis yang dioseng dengan bumbu saos khas bang Rei. tambahannya adalah ikan asin dan sambal merah menyala yang dibuatnya. sungguh masakan yang menggugah selera. ketika warna putih nasi di piring masih mengeluarkan banyak uap air dan dituang dengan bumbu segar dari masakan bang Rei, memberikan aroma yang merangsang rasa lapar. tidak butuh waktu lama dan mereka segera melahap semua makanan yang ada di depannya. 

"Habis ini packing bang, kita masih tidak bisa memperkirakan cuaca juga. semoga kita ndak sampai kehujanan sebelum sampai di pos 5." kata bang Rei.

"Siap bang." jawab Ikik

mereka kemudian menata semua perlengkapan yang telah digunakan untuk memasak. selain itu mereka juga memasukkan sampah ke dalam kantong plastik, memasukkannya ke dalam tas bang Rei. setelah semua dirasa clear, mereka melanjutkan perjalanan.

"Kali ini kita gas pol ya bang." kata bang Rei. waktu meamng sudah menunjukkan pukul 12.30 sehingga mereka harus bergegas. 

"Siap bang, kayaknya juga mendungnya juga sudah mulai datang. semoga saja kita tidak terjebak hujan." kata Ikik melihat kabut mulai turun.

mereka melanjutkan perjalanan dengan pace yang sedikit lebih cepat. kekhawatiran Ikik dengan kabut yang mulai turun tebal. udara yang cukup panas berubah terasa lebih lembab karena kabut tersebut. kekhawatiran Ikik terhadap tanaman - tanaman jelatang dan lain sebagainya tidak lagi besar. kaki kirinya maupun bagian bawah tubuhnya sudah tertutup oleh kain. sangat direkomendasikan apabila naik ke gunung tambora mengenakan outfit yang tertutup. ditengah perjalanan menuju pos 4 mereka sampai di zona jelatang. areal jelatang / zona jelatang. areal ini penuh dengan tanaman yang menjengkelkan bagi para pendaki yang mendaki gunung Tambora. 

Beberapa Pepohonan Pasca Terbakar

Dimanapun mata memandang terdapat banyak sekali tanaman dengan daun menjari penuh durinya. entah jelatang berdaun hijau maupun jelatang berdaun merah semuanya emnjadi satu di sebuah area ini. mereka masih ebrjalan di punggung bukit namun tidak bisa melepaskan konsentrasi. di beberapa waktu tangan bang Rei tidak sengaja terkena jelatang karena menyenggolnya. dia terpeleset di sebuah pohon tumbang yang menghalangi jalan, mengharuskan mereka untuk melompati pohon tumbang tersebut, sayangnya bang Rei terpeleset, reflek dia memegan tanaman disebelahnya yang kurang beruntungnya, tanaman yang dia pegang adalah tanaman jelatang. 

"untung yang hijau" kata bang Rei.

namun yang luar biasa dari bang Rei sebenarnya adalah dia hanya sedikit teriak, mengucapkan serapah dalam bahasa Bima dan segera berjalan kembali seolah tidak terjadi apapun. 

"tidak gatal bang?" tanya Ikik yang berada di belakangnya.

"Gatal sih bang, tapi ndak usah dirasakan, nanti juga hilang sendiri. untungnya tadi yang terpegang jelatang berwarna hijau." jelas bang rei.

tanjakan sepanjang jalan menuju pos 4 juga luar biasa panjang dan melelahkan. seolah semua nasi dan masakan enak di pos 3 sudah menguap, ketiganya mulai kembali merasa lapar. mereka berhenti untuk beberapa kali, sekedar mengambil nafas maupun minum air. namun secara keseluruhan mereka bergerak lebih cepat daripada sebelumnya walaupun dengan tingkat kemiringan track yang lebih miring daripadadari pos 2 menuju pos 3. gerimis sempat turun namun mereka sudah ebrada di dalam kabut jauh. sehingga hujan didalam sana merupakan hujan embun yang terkondensasi oleh pepohonan sekitar. mungkin saja di bawah awan tebal itu hujan lebih lebat, namun di posisi mereka, tingkatan gerimis saja yang emgnucur membasahi perjalanan emreka. ini sama sekali tidak menghambat atau memaksa mereka untuk berhenti. rombongan Ikik terus melaju dan bahkan ini menguntungkan mereka karena dengan air yang sempat jatuh membasahi tanah, debu tidak akan sebanyak ketika matahari benar - benar terik.

mereka akhirnya sampai di puncak bukit. puncak ini cukup indah karena didominasi dengan padang rumput hijau. di sekitarnya ada phon cemara walaupun tidak jarang ada pepohonan jenis lain. ketika sampai disini, Ikik dan bang Rei sedikit jauh dengan Fikri. namun masih terlihat Fikri menanjak dengan terengah - engah. Ikik dan bang Rei menunggunya di puncak bukit itu. duduk diam disana memandangi pemandangan yang indah. sepanjang mata memandang terdapat padang rumput dan pohon cemara. sesekali kabut yang datang sedikit menutup pemandangan indah tersebut namun dengan bantuan angin yang berhembus pemandangan tersebut kembali terbuka. angin yang berhembus itu mendinginkan tubuh Ikik dan Bang Rei. baju mereka juga cukup basah karena gerimis dan keringat.

"Kurang dikit pos 4 bang. kayaknya dibawah cemara itu." kata abng Rei menunjuk sebuah pohon cemara di kejauhan. sedikit tertutup kabut tapi terlihat arah yang di tunjuk oleh bang Rei. dari arah tersebut, tampak sesosok manusia. perlahan mendekat dan sampai di tempat mereka. 

"Kalembo ade bang." kata orang tersebut ketika sampai di tempat Ikik dan bang Rei berhenti.

"Kalembo ade bang, orang berapa naik?" tanya bang rei. 

"4 orang bang, di belakang ini mereka masih berhenti di pos 4 kayaknya." kata orang tersebut.

"Dari mana bang?" tanyanya.

"Dari dompu bang." jawab bang Rei.

"Berapa orang? berdua saja?" tanya orang tersebut.

"Ndak bang, kita bertiga." jawab Rei. "itu satu lagi di bawah lagi jalan." tambahnya menunjuk Fikri yang sedang terengah engah. dia kemudian melambaikan tangannya.

"Oalah, mau camp dimana bang? di Pos 5 kosong sih cuman airnya ndak bagus." kata orang itu. "kalau mau naik nanti malam berarti bakalan bareng sama rombongan besar di depan." tambahnya.

mereka kemudian melanjutkan obrolan tentang rombongan yang di depan mereka. dan itu bukan rombongan yang kecil, namun rombongan yang besar berisi belasan orang. ada beebrapa wanita juga disana. jika Ikik dan rombongan melanjutkan hingga pos 3 dan camp disana, maka mereka akan bertemu di pos 3, namun karena Ikik dan tim memutuskan untuk camp di pos 2, maka mereka tidak bertemu pada hari pertama. ada perasaan sedikit lega dari Ikik, karena dengan keramaian seperti itu, ketenangannya akan sedikit terganggu. selain itu ada permasalahan rombongan Haikal dkk.

"Kena Jelatang bang kakinya?" tanya orang itu melihat kaki kiri Ikik. Ikik berusaha menaikan celananya perlahan dan dia melihat sedikit luka disana.

"Iya bang, tadi di bawah." Jawab Ikik.

"Waduh, kayaknya parah juga. kemarin saya juga kena bang, tapi di siku. untungnya ndak terlalu parah." kata dia. "Pokoknya jangan digaruk bang biar tidak tambah parah dan luka" 

"Oke bang." Jawab Ikik singkat. 

Ketika ketiga temannya sudah mendekat, mereka melanjutkan perjalanan turun. Fikri pun sudah berada di samping Bang Rei, mengkode bang Rei untuk segera lanjut. setelah sedikit saling menyapa, mereka kemudian melanjutkan perjalanan mereka masing - masing ke arah yang berlawanan. Fikri sudah mengatur nafas dengan lebih baik. sedikit istirahat sebelumnya membantu dia untuk mengatur nafas. disisi depan, bang Rei juga mengurangi pace rombongan agar lebih menyesuaikan dengan Fikri. 

Tak beberapa lama dari tempat mereka, setelah jalan sedikit turun, sangat sedikit namun bisa menjadi kebahagiaan tersendiri bagi pendaki yang kelelahan dihajar medan tanjakan. di depannya akhirnya plakat dengan tulisan pos 4. 

"Mau berhenti dulu bang? atau langsung lanjut saja? tidak jauh sih ke pos 5. sekitar 1 sampai 1.5 jam" kata bang Rei.

"Lanjut aja bang. Fik, aman?" Ikik menoleh ke arah Fikri.

"Aman bang, biar cepet istirahat di tenda." jawab Fikri.

mereka kemudian melanjutkan tanpa berhenti di pos 4. pos 4 juga tidak terlalu luas, kemudian karena lokasinya yang dekat dnegan pos 5, pos 4 memang bukan lokasi yang favorit untuk para pendaki gunung tambora menghabiskan malamnya disini. walaupun banyak pohon yang bisa menghindarkan tenda dari tertepa angin. masalah lain disini adalah jelatang yang cukup banyak di beberapa tempat. Ikik lebih ingin menghindari musibah jelatang part 2. waktu juga masih menunjukkan pukul 16.15 WITA. jika estimasi bang Rei sesuai, maka masih ada waktu untuk sampai di pos sebelum matahari terbenam.

Perjalanan berlanjut dengan menyusuri punggungan bukit seperti sbeelumnya. namun kali ini lebih banyak padang rumput. kabut sudah turun cukup tebal dan sesekali mengirimkan rintikan gerimis, namun mereka masih terus melanjutkan perjalanan. disela kabut itu masih terpampang padang rumput yang indah, masih diselingi pohon cemara dimana - mana. ketika kabut terbuka perlahan diterpa angin, di sebelah kiri tampak pemandangan yang membuat Ikik tercengang. seluruh areal yang berwarna hitam. bukti dahsyat dan besarnya kebakaran yang terjadi di gunung Tambora beberapa waktu sebelumnya. seluruh pohon cemara di areal itu mati, menghitam menjadi arang. menyisakan kayu yang bisa patah dan rubuh kapan saja. disekitarnya tak ada warna hijau seperti di sekitar jalur setapak yang Ikik lalui. bahkan jelatang tampak lebih indah daripada pemandangan itu. 

Bang Rei mulai menambah pacenya, mereka tertepa angin kencang dan gerimis yang mulai membesar. di lokasi antara pos 4 dan pos 5 memiliki jumlah intensitas pepohonan yang jarang sehingga angin berhembus lebih kencang. tanpa adanya pelindung apapun, ditambah dengan cuaca yang mulai tidak lagi bersahabat. Fikri yang awalnya tertinggal 5 langkah kali ini tertinggal lebih jauh lagi. 

"bang, pace bang. Fikri tidak terlihat" kata Ikik mengingatkan bang Rei. Air gerimis dan embun membasahi wajah dan rambut mereka berdua.

"Oke bang." bang Rei berhenti di sebuah pohon membelakangi arah angin sehingga tidak tertepa angin secara langsung. disusul oleh Ikik yang kemudian berada didekatnya. menunggu Fikri.

tidak lama akhirnya muncul Fikri keluar dari pekatnya kabut. dia terengah engah dan wajahnya memperlihatkan bahwa dia sudah kelelahan. dia berjalan perlahan dengan kedua tangannya berada di belakang. di bagian bawah tas carriernya. membantu tubuhnya menopang berat tas carriernya. 

"Fik, sini dulu." teriak Ikik. angin masih berhembus kencang. mengaung mengalahkan suara Ikik. namun Fikri melihat mereka berdua diantara gelap dan tebalnya kabut. melihat Ikik yang melambaikan tangannya. Fikri emngangguk dan mempercepat langkahnya.

sampai di tempat bang Rei dan Ikik, Fikri terlihat terengah engah. tangannya sedikit gemetar.

"Bang, masih jauh kah ke pos 5?" tanya Ikik.

"Lumayan bang, sekitar 15 - 30 menit lagi." jawab bang Rei. dia mengambil botol minuman di tas Fikri dan memberikannya pada Fikri.

"gini aja bang, gimana kalau kita kurangi beban tas Ikik ke tas kita berdua?" Ikik memberikan ide. dia melihat bahwa logistik yang masih banyak dan beberapa perlengkapan masak yang berada di tas Ikik cukup berat untuknya.

"Oke bang kalau begitu. Fik, turunkan tasmu." kata bang Rei. Fikri melepas tasnya dan mulai membongkar beberapa barang yang bisa dimasukkan ke dalam tas Ikik dan tas bang Rei.

usai membongkar barang bawaan Fikri dan membaginya mereka melihat keadaan sejenak. angin kencang dengan membawa kabut ini masih akan terus berlanjut dan berada di balik pohon untuk berlindung dengan jangka waktu yang lama bukanlah pilihan yang tepat. Jari Ikik mulai gemetar karena terhempas hawa dingin terus menerus. 

"Kita harus segera bergerak bang, kalau lama diam jadi tambah dingin, baju kita basah kena keringat dan air soalnya." kata Ikik yang suaranya sedikit bergetar karena dingin. 

"Oke bang, Fik, gimana? aman? harusnya kurang dikit lagi." kata Bang Rei.

"Kita camp di lembah batu bang?" tanya Fikri, dia mulai mengatur nafas mempersiapkan diri untuk segera melanjutkan perjalanan.

"Iya Fik, kayaknya disana tempat yang aman buat dirikan tenda kalau angin kencang seperti ini." Jawab bang Rei. 

mereka pun segera melanjutkan perjalanan menuju lembah. di sebelum pos 5 terdapat lembah batu yang sering menjadi tempat camp bagi para pendaki gunung Tambora. tidak jauh dari tempat tersebut terdapat sumber air yang kerap digunakan sebagai air cadangan. karena posisinya di kubangan, air disana kurang layak untuk diminum dan seringkali penuh dengan lumut dan alga. oleh karena itu, Ikik dan rombongan membawa persediaan cukup banyak air dari pos sebelumnya. hal inilah yang menjadikan salah satu beban tambahan untuk Fikri. terlepas dari semua itu, dari ketiganya, memang bang Rei yang memiliki kondisi fisik paling baik, namun Ikik dengan pengalaman mendakinya bertahun - tahun bisa mengimbangi dengan efisiensi langkahnya. ditambah gear dan peralatan mendaki yang cukup mendukung. Fikri sendiri masih perlu banyak belajar tentang pendakian dan bagaimana mengatur tempo, nafas, dan lain sebagainya jika ingin menggeluti dunia pendakian lebih jauh.

Kabut dan Angin pada Pos 4

Terlepas dari pohon tersebut, angin berhembus sangat kencang. siulan angin itu berhembus dari sisi kanan mereka melewati lembah rumput yang luas. Ikik mempercepat langkahnya mencoba melawan angin tersebut dengan segenap sisa kekuatan di kakinya. beban tambahan di tasnya cukup banyak namun itu hal yang diperlukan dalam kerja sama tim. dia yang kali ini berada di depan hanya melihat warna putih abu - abu. seluruhnya tertutup kabut dengan jarak pandang kurang dari 10 m. sesekali bayangan pepohonan nampak ketika kabut yang terbawa angin tersebut menipis atau pohon di depannya sudah masuk dalam jarak pandang. Fikri berada di belakang Ikik mencoba terus menempel dan mendekat padanya. tak ada waktu untuk berhenti lagi karena semakin lama mereka berhenti semakin terlambat pula mereka sampai di tempat mendirikan tenda. 

beberapa menit kemudian Ikik melihat jalan turun menuju lembah. cukup terjal namun tidak terlalu panjang sehingga tidak begitu menyulitkan mereka. matahari sudah mulai tenggelam namun masih memberikan cahaya yang cukup tanpa mereka harus menyalakan senter. cukup kuat untuk menembus lapisan kabut yang terus menerjang. di lembah ini posisinya tegak lurus dengan arah angin sehingga tebingnya mampu menahan terjangan angin yang terus menerus berhembus. lembah itu dilapisi dengan dasar batu yang terbentang sepanjang lembah. bekas aliran lava yang mungkin terjadi sebelumnya dan membeku di sepanjang lembah ini. terdapat beberapa lubang yang menganga, perlahan terkikis oleh air yang mengalir diatasnya ketika hujan. sudah bertahun - tahun terbentuk dan alam terus mengikisnya. di lokasi seberang mereka turun, disanalah mereka akan mendirikan tenda dan beristirahat.

Ikik sampai terlebih dahulu di dasar lembah, terkagum dengan batuan yang membentang sepanjang aliran lembah ini. sedikit ilmu geologi dia punya, cerita di balik terbentuknya lembah dengan lembaran batu ini tentu saja menarik perhatiannya. tak lama Fikri dan Bang Rei yang berada tak jauh di belakangnya mulai terlihat. tampak wajah lega dari mereka berdua, tersenyum di kejauhan dengan rambut yang dipenuhi titik - titik embun. setelah semua perjuangan itu, sampailah mereka, lembah batu pos 5.


Bersambung...


Back Part IV (Klik)

Komentar

Hot Mingguan!!

Maaf, Kepada Hidrologist: Jangan Percaya Peta Global dari GIS Enthusiast

 Akhir Akhir ini aku menemukan banyak GIS Anthusiast yang kemudian mereka menerbitkan kode GEE (Google Earth Engine) untuk pembuatan Peta tata guna lahan baik skala global maupun skala regional seperti peta Tata guna lahan Nasional Indonesia. sebuah terobosan, namun maksud dan tujuan para GIS Anthusiast ini sangat berbeda dengan kebutuhan para Hidrologist dan Hidraulic engineer dalam pembuatan model. sehingga Peta global yang mereka buat tidak bisa kita gunakan. ESRI Sentinel-2 Global LULC 10 m Resolution Source:  Esri | Sentinel-2 Land Cover Explorer (arcgis.com) Pembuatan peta Tata Guna Lahan mempunyai banyak fungsi yang disesuaikan dengan kegunaannya. dari pengamatan perubahan tata guna lahan hingga berbagai analisa lainnya. untuk analisa hidrologi, penggunaan tata guna lahan atau tutupan lahan bisa digunakan sebagai dasar pembuatan basemap untuk model hidrologi. begitu pula dengan analisa hidrolika yang terkadang menggunakan input jenis tutupan lahan dalam penentuan basemap model h

Makalah alat pengukur curah hujan

ALAT PENGUKUR CURAH HUJAN Makalah tugas akhir ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah hidrologi teknik dasar yang diampu oleh Dr. Ery Suhartanto, ST. M.Pd. OLEH : YUANGGA RIZKY ILLAHI                                   145060400111003 LUCIA PUTRI RACHMADANI                  145060400111011 FATHINUN NAJIB                                       145060400111027 YOGA OKTA WARDANA                          145060400111028 NUR FITRIA PUSPITAWATI                      145060401111049 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG FAKULTAS TEKNIK TEKNIK PENGAIRAN Juni 201 5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang             Hidrologi adalah suatu ilu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam kita ini. Meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan – perubahannya antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, diatas dan di bawah tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpanan air yang mengaktifka

Makalah POMPA Hidrolika Saluran tertutup

MAKALAH HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP POMPA Disusun Oleh: Kelompok II Elang Timur                             145060400111015 Fariz Bayu Rachmanto            125060400111074 Galih Rizam Pratama               145060400111024 Gloria Dihan Utomo                145060400111002 Tami Pratiwi                            145060400111007 Yoga Okta Wardana                145060400111028 Yuangga Rizky Illahi              145060400111003 Yudhistira Akbar Z.R              145060400111005 JURUSAN TEKNIK PENG AIRAN FAKULTAS TEKNIK                                                                                    UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 201 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang             Air merupakan sebuah sumber daya yang sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Tanpa sumber air, manusia tidak akan pernah bisa hidup. Karena itu, manusia sangatlah bergantung pada air itu sendiri. Selain dalam kehidupan manusia,