Gunung Lemongan (Part 4)



15 menit kemudian, aku yang pertama sampai puncak. Puncak sebuah gunung aktif yang tertidur. Gunung Lemongan memang tidak seperti gunung – gunung aktif pada umumnya. Tidak seperti gunung semeru misalnya yang memiliki masa letusan tiap beberapa menit yang bisa kita pantau ketika keluarnya asap dari puncaknya. Berbeda dengan gunung lemongan, yang tak pernah kita tampak letusannya tetapi gunung ini jelas masih aktif ketika kita lihat asap masih mengepul di beberapa bagian puncaknya.

Puncak sedang dalam kondisi berangin kencang. Udara setelah hujan yang dingin mulai menjalar ke seluruh tubuh. Kemudian tak lama khafid yang berada sedikit jauh di belakangku akhirnya sampai, dia menjadi orang ke 2 yang berhasil menaklukan puncak gunung lemongan hari ini. Kemudian di belakangnya ada arif yang sampai menjadi orang ke 3 yang menaklukan gunung lemongan hari ini. Kami sangat bahagia. Pemandangan yang disugukan pun benar – benar mengagumkan walaupun gunung semeru sedang malu rupanya. Gunung tertinggi di pulau jawa itu bersembunyi dibalik awan.

Ketika kita sampai di puncak gunung lemongan pada pukul 16.00, kita akan langsung berada di tepi kalderanya yang luar biasa dalam. Sebuah lubang besar yang menganga di tengah gunung itu menjadi sebuah ucapan selamat datang yang sangat luar biasa. Di sebuah batu tidak jauh terdapat tulisan puncak lemongan dengan ketinggian 1671 mdpl. Kemudian sedikit lebih ke timur dari papan bertuliskan puncak itu terdapat sebuah bendera merah putih. Disitulah kami mulai mendirikan tenda kami. Hanya di daerah itu dan daerah disebelah timur benderalah yang cukup luas untuk mendirikan tenda. Kami memilih daerah sekitar tenda karena pemandangannnya lebih menakjubkan ketika apa yang kami nanti sore ini telah dimulai.

Puncak Lemongan

Mendirikan tenda di tengah angin kencang bukanlah perkara yang mudah. Awalnya aku yang mendirikan tenda dan arif yang memegangi sedangkan khafid yang menyiapkan kompor kemudian menyiapkan makan. Sambil mengajari arif tentang cara mendirikan tenda yang benar, kami harus bergegas karena udara semakin menusuk dinginnya. Tiba – tiba masalah pun datang. Khafid yang telah selesai menyiapkan kompornya ternyata mendapat masalah. Satu hal, benda kecil yang sangat berguna dan terkadang sepele tetapi fatal tidak terbawa. Yaitu korek. Tanpa korek, mustahil membuat api dengan kondisi berbagai hal di sekitar kami yang sedang basah setelah terkena hujan. Kemudian dengan terpaksa kami bertiga memutuskan untuk mendirikan tenda terlebih dahulu.

Tenda yang berdiri menjadi sebuah tempat hangat pertama kami dan terlindung dari kencangnya angin yang menerpa sore itu. Berada di dalam tenda jauh lebih hangat daripada di luar tenda. Tenda telah kita posisikan sedemikian rupa sehingga angin yang menerpa berada di belakang tenda. Karena kami tidak bisa menyalakan kompor yang telah khafid siapkan, terpaksa kami mengganjal perut dengan roti yang kami bawa. Kemudian berharap rombongan orang – orang dari malang yang naik segera datang dan kami bisa meminjam korek untuk menyalakan kompor kami. Sungguh suatu keteledoran yang harus kami bayar mahal konsekuensinya.

Tenda dibawah sang merah putih

Akhirnya pun momen yang kami tunggu – tunggu datang. Setelah kami usai melaksanakan sholat asar (ditambah sholat dhuhur hehe) tak berapa lama matahari mulai terbenam di barat. Kami menggunakan momen ini untuk sekedar berfoto ria. Menikmati indahnya ciptaan tuhan. Disini, diposisi kami bertiga saat ini, seolah kita sedang berada di kursi VIP untuk mendapatkan pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Sungguh indah dengan merah putih yang berkibar di samping tenda kami.



Sunset


Sunset

Sunset

Sesosok bayangan muncul, akhirnya orang – orang yang dari rombongan Malang tadi akhirnya sampai juga. Mereka terlihat lelah, tetapi mereka tidak menghampiri kami. Mereka hanya duduk dan menunggu. Sampai akhirnya salah seorang dari mereka bertanya tentang tempat yang bisa mendirikan tenda. Arif pun aku perintahkan untuk memberi tahu tempat di timur kami yang cukup luas untuk mendirikan 2 tenda. 4 orang yang sebelumnya menyapa kami, tapi lagi – lagi orang yang acuh tak acuh itu kembali menampakkan wajah sombongnya. Tatapan sok itu kembali diperlihatkannya padaku. Ah, bikin malas saja mau pinjam korek. Nanti saja wes nunggu mereka usai mendirikan tenda. Kataku pada khafid dan arif.

Khafidz Lagi SHolat

Yuangga lagi Sholat

Arif sedang sakit perut. haha

Matahari akhirnya benar – benar tenggelam. Kami berbincang dan berbincang memecah keheningan. Suara hembus angin masih terdengar sangat kencang di belakang tenda kami. Sambil menikmati snack yang kami bawa, kami menikmati momen sunset yang terjadi. Akhirnya, setelah perdebatan panjang, aku dan arif memutuskan untuk meminjam korek guna kita memasak karena perut sudah meronta untuk diisi. Kami menuju tenda orang – orang itu yang sudah berdiri. Kemudian kami meminjam korek pada salah seorang diantara mereka. Seingatku ini orang yang minum kopi selama mendaki tadi siang. Kemudian dia memberikan kami sebuah korek yang sudah hampir habis miliknya. Tidak apalah, yang penting bisa masak, toh kita hanya gunakan untuk memicu kompor kami untuk menyala.

Kompor yang kami gunakan dari batu yang kami susun, kemudian ditambah dengan kaleng yang telah kami potong dan kami letakkan di tengah batu yang kami susun dan kami tuangkan spirtus di kaleng tersebut. Hingga akhirnya kami nyalakan dengan korak dan kami letakkan panciku diatas batuan tersebut. Kami memang lagi malas ribet, jadi kami memasak mie instan malam itu. Dengan tak adanya dari kami bertiga yang membawa piring, maka kami pun bergantian makan mie langsung dari panci ketika matang. Inilah kebersamaan. Hahahaha.

Dinner

Usai kami menikmati mie yang telah kami makan, kami membuat coklat panas sambil menikmati pemandangan malam kota lumajang. Lampu – lampu yang menyala seperti bintang itu menjadi pemandangan luar biasa di depan kami. Music yang aku bawa dari HandPhone ku juga menjadikan suasana begitu nyaman. Inilah momen indah di gunung yang selama ini aku rindukan. Dengan coklat panas di depan kami. Udara dingin yang ada? Tak sebanding dengan pemandangan indah ini. Walaupun sepertinya badai sedang terjadi di daerah tengger. Beberapa kali kilatan cahaya tampak di daerah gunung semeru, toh selama di daerah kami damai, fine – fine aja kan.

Malam semakin larut. Kemudian pada akhirnya kami meninggalkan pemandangan yang indah tersebut untuk masuk ke dalam tenda. Beristirahat setelah seharian bertarung dengan alam dan diri kami sendiri. Mengalahkan nafsu serta mengerahkan seluruh tenaga kami. Tapi pada akhirnya kami berhasil bukan? Kami disini, menikmati tidur dengan bintang di langit, dan bintang di bumi. Malam itu, malam yang sempurna…..

Baca Juga
http://anadventureinmylife.blogspot.com/2014/04/gunung-lemongan-part-1.html 
http://anadventureinmylife.blogspot.com/2014/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html 
http://anadventureinmylife.blogspot.com/2014/05/gunung-lemongan-part-3.html 
http://anadventureinmylife.blogspot.com/2014/05/gunung-lemongan-part-5.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Analisa Keruntuhan Bendungan Cirata dan Jatiluhur Begitu Kompleks? Bahkan Bisa Membutuhkan Ratusan Skenario yang Perlu untuk Dimodelkan

Day Hiking Fuji, Timeline, Kurang dari 5 Jam Sampai Puncak!!

Menyusuri Lembah Shosenkyo, Jungle Track, Air terjun, dan Rope Way